JAKARTA, KOMPAS — Juru bicara PT Indo Beras Unggul (IBU), Jo Tjong Seng, membantah tuduhan Polri bahwa pihaknya telah memanipulasi mutu beras. Demikian pula soal harga jual, sebesar Rp 13.700 per kilogram dan Rp 20.400 per kg, lebih tinggi dari harga acuan pemerintah sebesar Rp 9.000 per kg.
”Harga eceran yang dibeli konsumen ditentukan beberapa faktor dalam rantai tata niaga beras. PT IBU tidak punya kuasa menentukan harga di tingkat konsumen karena kami hanya menentukan harga kepada mitra penjualan. Selanjutnya, pemilik outlet yang menentukan harga di tingkat konsumen,” kata Asen Asen, panggilan Jo Tjo Seng, di Jakarta, Sabtu (22/7).
Sebelumnya, Satgas Pangan yang terdiri dari Polri, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), Kementerian Pertanian, dan Kementerian Perdagangan menggerebek gudang milik PT IBU, anak perusahaan PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk, di Kedungwaringin, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Kamis (20/7) malam. Polisi memastikan perusahaan yang memproduksi beras merek Maknyuss dan Cap Ayam Jago itu melanggar pidana terkait produksi beras medium, yakni memanipulasi harga dan membohongi konsumen soal kandungan beras.
Asen menganggap nilai gizi yang terkandung sesuai dengan angka yang tercantum dalam kemasan. ”Kami mencantumkan dua data di kemasan, yakni angka kecukupan gizi (AKG) dan kandungan gizi (KG), tetapi tampaknya ada ketidakakuratan dalam melihat data ini. Kedua angka itu berbeda, tetapi saling berhubungan,” ujarnya.
Polisi menganggap PT IBU telah membohongi publik karena nilai gizi beras tidak sesuai dengan yang tercantum dalam kemasan. Kepala Bareskrim Polri Komisaris Jenderal Ari Dono Sukmanto mencontohkan, kadar protein yang tercantum dalam beras Cap Ayam Jago 14 persen, tetapi berdasarkan hasil uji laboratorium diketahui kandungannya hanya 7,73 persen. Kadar karbohidrat juga beda, tertulis 27 persen, tetapi hasil laboratorium 81,45 persen. Lalu, kadar lemak yang tercantum 6 persen, tetapi hasil pengujian laboratorium hanya 0,38 persen. (Kompas, 22/7)
Menurut Asen, angka 14 persen protein sebagaimana tercantum di kemasan beras pulen Cap Ayam Jago merupakan AKG, menunjukkan berapa persen kandungan gizi pada setiap 100 gram beras memenuhi kecukupan gizi (AKG) yang dihitung berdasarkan kebutuhan energi 2.000 kilokalori.
Asen menganggap kandungan gizi beras dalam kemasan, berdasarkan hasil pengujian laboratorium, tidak jauh berbeda dengan hasil laboratorium yang menjadi rujukan Polri. Angkanya pun tidak melampaui ambang batas.
PT IBU juga membantah tuduhan membeli atau menggunakan beras subsidi yang ditujukan untuk program beras sejahtera (rastra). Menurut Asen, pihaknya membeli gabah dari petani atau kelompok tani atau dari mitra penggilingan lokal.
Kapasitas produksi PT IBU, yakni sekitar 4.000 ton per bulan, dianggap tidak memenuhi kriteria monopoli. Sebab, kata Asen, jumlah gabah yang diproduksi petani dan beras yang beredar di wilayah Bekasi hingga Subang jauh lebih besar dari kapasitas tersebut. Apalagi jika dibandingkan dengan rata-rata kebutuhan beras nasional yang mencapai 3-4 juta ton per bulan.
Saat digerebek petugas, terdapat 1.161 ton beras di gudang PT IBU. ”Dengan kapasitas produksi 4.000 ton per bulan, stok sebesar itu hanya cukup untuk 1-2 minggu. Jadi sulit membuktikan bahwa itu penimbunan,” kata Asen.