Dihentikan, Penanganan Kasus Pelanggaran Pemilu dengan Tersangka Gubernur Papua
Penanganan kasus pelanggaran pemilu yang diduga dilakukan oleh Gubernur Papua Lukas Enembe dihentikan. Aparat mengaku telah kehabisan waktu.
Oleh
Fabio Maria Lopes Costa
·2 menit baca
JAYAPURA, KOMPAS — Sentra Penegakan Hukum Terpadu Provinsi Papua menghentikan kasus pelanggaran pemilu yang diduga dilakukan oleh Gubernur Lukas Enembe di Distrik Kanggime, Kabupaten Tolikara, pada 14 Mei 2017. Penyebabnya, penanganan kasus tersebut terhambat oleh waktu penyidikan yang singkat dan ketiadaan tanda tangan Lukas selaku tersangka di berita acara pemeriksaan.
Demikian hasil rapat tim Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu) Provinsi Papua, di kantor Badan Pengawas Pemilu Papua, Jayapura, Kamis (13/7), yang disampaikan kepada awak media. Adapun anggota Sentra Gakkumdu meliputi Ketua Bawaslu Papua Fegie Wattimena, anggota Bawaslu Anugrah Patah dan Jacob Paisei, Direktur Reskrim Umum Polda Papua Kombes Hendrik Simanjuntak, serta Asisten Pidana Umum Kejati Papua Harli Siregar.
Fegie mengatakan, kasus yang dilaporkan oleh salah satu kandidat kepala daerah Tolikara, Amos Yikwa, kepada Sentra Gakkumdu sudah ditindaklanjuti sesuai dengan batasan waktu yang ada, yaitu lima hari kerja Bawaslu. Setelah itu, lanjutnya, Bawaslu melaporkan hasil temuannya untuk diproses oleh penyidik Polda Papua di Sentra Gakkumdu.
”Polisi menetapkan Lukas sebagai tersangka dan menyerahkan berkas perkaranya ke Kejati Papua. Namun, dari temuan jaksa, tidak terdapat tanda tangan Lukas di berita acara pemeriksaan (BAP). Penyidik Polda Papua terkendala oleh minimnya waktu hanya tiga hari kerja untuk melengkapi kekurangan tersebut,” ungkap Fegie.
Evaluasi peraturan
Ia menuturkan, tim Sentra Gakkumdu akan mengevaluasi kembali peraturan bersama terkait jangka waktu pemeriksaan berkas perkara pelanggaran pemilu yang hanya tiga hari. ”Kami akan mengevaluasi regulasi ini agar tidak mendapat kendala yang sama pada pilkada tahun depan,” kata Fegie.
Hendrik menyatakan, pihaknya sama sekali tidak bermaksud mencari kesalahan pejabat tertentu dalam kasus pelanggaran pemilu. ”Kami hanya melaksanakan tugas sesuai laporan dari pihak Bawaslu. Seluruh hasil penyelidikan hingga penyidikan sudah sesuai prosedur. Bahkan, dalam BAP, kami telah memasukkan keterangan alasan tidak adanya tanda tangan,” ucapnya.
Sementara itu, Harli selaku perwakilan dari Kejati Papua menegaskan, kasus Lukas Enembe tidak memenuhi persyaratan formal dan materiil. ”Dalam Pasal 75 Kitab Hukum Acara Pidana, seorang tersangka yang telah menjalani pemeriksaan oleh penyidik wajib membubuhkan tanda tangan di BAP,” kata Harli.
Ia mengungkapkan, pihak Kejati Papua telah mengembalikan berkas perkara Lukas sebanyak dua kali kepada penyidik Polda Papua agar melengkapi tanda tangan pada BAP. ”Seharusnya, dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016, pengembalian berkas perkara hanya satu kali. Kami masih berupaya mengembalikan berkas itu hingga dua kali kepada mereka. Namun, mereka belum memasukkan berkas itu lagi hingga batas waktu tiga hari berakhir,” ungkapnya.