JAKARTA, KOMPAS --- Pasal-pasal makar di dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana kini menjadi sasaran dan perhatian sejumlah pihak yang merasa dirugikan dengan norma tersebut. Institute for Criminal Justice Reform sebagai pihak yang pertama kali mengajukan permohonan uji materi atas pasal-pasal makar berharap Mahkamah Konstitusi berhati-hati dan bijak dalam menelaah norma-norma makar.
Supriyadi menilai, pasal makar idealnya dimaknai sesuai dengan bahasa asli dari kata ”makar” itu, yakni aanslag (bahasa Belanda). Aanslag diartikan sebagai serangan. Oleh karena itu, suatu perbuatan itu seharusnya belum bisa disebut sebagai suatu upaya makar bila tidak melibatkan adanya serangan, seperti pengerahan pasukan atau senjata.
”Orang yang sekadar duduk-duduk dan menyusun strategi untuk demonstrasi besar-besaran tidak bisa disebut makar atau aanslag, karena tidak ada senjata atau koordinasi pasukan yang memang akan menyerang dan menjatuhkan pemerintahan yang sah, atau membunuh presiden. Pasal makar bisa dikenakan bila ada perbuatan permulaan, tidak hanya niat atau rencana. Sebab, aanslag itu sendiri artinya serangan,” kata Supriyadi.
Pasal makar bisa dikenakan bila ada perbuatan permulaan, tidak hanya niat atau rencana.
Sidang yang dipimpin oleh Ketua MK Arief Hidayat itu juga dihadiri oleh mantan Kepala Staf Komando Cadangan Strategi Angkatan Darat Mayor Jenderal (Purnawirawan) Kivlan Zein. Kivlan pada awal Januari 2017 ditangkap polisi dengan tuduhan makar. Ia bersama sejumlah orang lainnya, seperti Sri Bintang Pamungkas dan Rachmawati Soekarnoputri, dianggap merencanakan makar dengan menduduki gedung MPR.
Kivlan mengatakan, kehadirannya di dalam sidang itu hanya untuk menonton atau memantau jalannya persidangan. Sebab, ia merupakan salah satu orang yang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus makar.
”Setelah mencermati sidang ini, kami dan kawan-kawan lainnya yang ditetapkan sebagai tersangka kasus makar mungkin akan mengajukan JR (uji materi) sendiri soal pasal makar. Saat ini, kami baru melihat apakah permohonan pemohon dari ICJR itu dikabulkan atau direspons mahkamah. Kebetulan kami juga menjadi pihak yang dirugikan dengan pasal tersebut,” tutur Kivlan yang datang bersama rekannya sesama purnawirawan TNI, Brigjen (Pur) Adithyawarman.
Kivlan mengatakan, tujuannya mengajukan uji materi pasal makar itu didasarkan pada keinginannya untuk bisa lepas dari status tersangka. ”Status tersangka ini membebani saya, karena untuk berhubungan dengan orang lain menjadi tidak enak, termasuk bila menghadiri undangan pemerintah. Sebab, saya dituduh makaris (pelaku makar),” ujarnya.
Selain ICJR, MK juga menggelar sidang pendahuluan dalam uji materi pasal-pasal makar, yang diajukan oleh elemen masyarakat sipil dan pemohon dari Papua. Pasal-pasal makar yang dipersoalkan ialah Pasal 104, 106, 107, 108, dan 110 KUHP.