JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah daerah hendaknya tidak menjadikan kir sebagai sumber pendapatan asli daerah. Laik jalan kendaraan adalah penting sebelum kendaraan dioperasikan. Setiap kendaraan bermotor yang dioperasikan di jalan harus memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan. Setiap enam bulan sekali wajib dilakukan pengujian berkala atau kir. Wewenang ada di Dinas Perhubungan dan pengujian yang tidak sesuai prosedur harus dihindari karena menyangkut keselamatan.
Pengamat transportasi Prof Djoko Setijowarno mengungkapkan hal ini Senin (1/5/2017) menanggapi kecelakaan beruntun bus pariwisata saat musim liburan panjang. Peristiwa terakhir terjadi hari Minggu (30/4) di kawasan Ciloto, Cianjur, dan menewaskan 11 orang.
Djoko mengingatkan semua pihak yang terlibat harus mengevaluasi tugas pokok dan fungsinya.
Selain pemda tidak menjadikan kir sebagai sumber PAD, manajemen perusahaan juga wajib melakukan pemeriksaan dan perawatan rutin setiap kendaraan yang akan dioperasikan.
Laik jalan pengemudi ditandai dengan kepemilikan surat izin mengemudi (SIM). Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan wajib memiliki SIM sesuai jenis kendaraan yang dikemudikan.
”Mereka yang memperoleh SIM A/B1/B2 Umum seharusnya diwajibkan mengikuti pelatihan khusus pengangkutan penumpang dan barang. Jika mengemudikan bus umum, pengemudi harus memiliki SIM B1 Umum. Polantas harus sangat selektif mengeluarkan SIM B1 Umum,” kata Djoko.
Pengajar di Unika Soegijapranata Semarang ini juga mengingatkan pentingnya laik jalan prasarana. ”Jalan yang dilewati wajib memenuhi standar geometri jalan. Hambatan samping sepanjang jalan harus dihilangkan. PKL ataupun bangunan yang mengganggu dan dapat menutup pandangan pengemudi harus dihilangkan. Kewenangan ada pada pemda dan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat untuk menjaga itu,” ujarnya.
Kebijakan di lapangan dalam hal pengawasan dan evaluasi. Menurut Djoko, sudah ada Permenhub Nomor 46 Tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Minimal Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek yang di dalamnya memuat SPM angkutan orang untuk keperluan pariwisata. Kemudian dilakukan revisi dengan munculnya Permenhub No 28/2015 tentang Perubahan Atas Permenhub No 46/2014.
”Ada penambahan untuk jenis keselamatan. Sayangnya, Permenhub ini masih kurang disosialisasikan apalagi untuk dilakukan evaluasi. Jadi, Kemenhub perlu lebih gencar melakukan sosialisasi Permenhub ini. Aspek keamanan, keselamatan, kenyamanan, keterjangkauan, kesetaraan dan keteraturan sudah dicantumkan dalam Permenhub tersebut,” kata Djoko.
Selain itu, Djoko Setijowarno menyoroti EO (event organizer/penyelenggara acara) yang sering diminta warga menangani kegiatan wisata. ”EO harus memiliki pengetahuan dalam hal memilih bus pariwisata yang berkeselamatan. EO tidak hanya menawarkan paket wisata murah dengan menekan harga untuk tarif bus murah, tetapi tidak berkeselamatan. Perlu pengawasan pemda dan masyarakat terhadap EO yang kurang bertanggung jawab,” ujarnya.
Intinya, ”Kemenhub dan Organda harus melakukan pendataan ulang usaha bus pariwisata dan rutin melakukan pembinaan. Masyarakat juga harus berhati-hati memilih bus pariwisata yang akan digunakan,” kata Djoko mengingatkan.