Ahli tafsir Al Quran yang juga mantan Duta Besar Indonesia untuk Mesir Quraish Shihab saat ditanya apa artinya cinta menjawab, cinta itu mudah diucapkan, tapi harus diperjuangkan.
”Cinta itu dialog antardua aku sehingga yang memaksakan kehendaknya terhadap siapa yang dia sanding bukanlah cinta. Tidak benar jika dikatakan ada cinta harta karena dengan harta seseorang tidak bisa berdialog,” kata Quraish Shihab menjawab pertanyaan putrinya, presenter Najwa Shihab, di panggung pertunjukan seni ”Atas Nama Cinta”, Sabtu (15/4) malam, di Pondok Pesantren Raudlatul Thalibin, Leteh, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah.
Pengasuh Pondok Pesantren (Ponpes) Raudlatul Thalibin, KH Mustofa Bisri atau akrab disapa Gus Mus, yang duduk di sampingnya pun manggut-manggut. Inilah wujud dialog cinta yang menjadi tema besar acara Malam Lek-Lekan bersama budayawan dan seniman. Dialog santai ini dihadiri 45 budayawan dan seniman, termasuk ratusan santri dan santriwati.
Acara ini untuk mensyukuri perhelatan pernikahan anak bungsu Gus Mus, yakni Muhammad Bisri Mustofa, dengan Keinesasih Hapsari Putri, siang harinya. Muhammad Bisri Mustofa merupakan anak bungsu sekaligus satu-satunya anak laki-laki Gus Mus. Selebihnya lima putri.
Luasnya pergaulan Gus Mus, kiai sekaligus pelukis dan budayawan ini, bisa dilihat dari mereka yang hadir. Di samping Quraish Shihab, tampak Butet Kartaredjasa, kiai sekaligus penyair asal Banyumas KH D Zawawi Imron, Sudjiwo Tedjo, Jawahir Muhammad, Mohammad Sobari, Sutardji Calzoum Bachri, Sosiawan Leak, Prie GS, dan penguasa lima gunung asal Magelang, Tanto Mendut, serta budayawan dan seniman lain.
Hadir pula para ulama dan kiai karismatik lain, seperti KH Anwar Manshur dari Ponpes Lirboyo, Kediri, dan pemimpin Ponpes Al-Anwar Sarang, Rembang, KH Maimun Zubair.
Gus Mus yang didaulat untuk membaca puisi pada malam itu lebih memilih puisi bertajuk ”Sidik Jari”. Puisi itu bagian dari kumpulan puisinya berjudul Sajak-Sajak Cinta Gandrung yang diluncurkan sebagai edisi istimewa, diterbitkan oleh penerbit Mata Air, Rembang.
Di sini/sidik jarimu ada/di mana-mana/ada di daun pintu/ada di jendela/ada di seantero/ruang ini/maka alibimu/tak bisa diterima/kau tak mungkin/di tempat lain.
Menurut Gus Mus, ini sajak cinta untuk mengukuhkan kehadiran selalu dan setiap detik atas almarhumah istrinya, Siti Fatmah (66), yang meninggal pada Juli tahun lalu.
Sederhana
Panggung Malam Lek-Lekan bersama budayawan dan seniman itu digelar sederhana. Mengingat yang hadir banyak dari kalangan seniman, gelaran baca puisi dan narasi kebudayaan yang dibacakan tak jauh dari ledekan, pelesetan, dan gurauan nakal yang mengundang tawa.
Butet Kartaredjasa, misalnya, mengkritik nama-nama keluarga Gus Mus, mantan Rois Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) yang dari dulu tidak jauh dari mengutak-atik nama Mustofa dan Bisri. ”Kayaknya, seperti apa enggak ada nama lain,” guraunya.
Sudjiwo Tedjo, seniman dan mantan wartawan, saat tampil sebelum berpuisi dan bernyanyi dengan iringan gitarnya dengan lugas menyatakan, dirinya kagum kepada para kiai yang memiliki ribuan santri. Dia sendiri hanya memiliki dua santri, yakni Gus Mus dan Cak Nun (Emha Ainun Nadjib). Ini tentu saja memicu tawa para tamu.
Saat berdialog dan diwawancarai oleh Najwa Shihab, Gus Mus mengaku—setidaknya menurut penuturan mendiang istrinya—jarang mengucapkan kata cinta secara langsung. Perasaan cinta itu kerap diutarakan melalui puisi atau syair. Tidak heran, Gus Mus telah melahirkan lebih dari 15 buku kumpulan puisi.
D Zawawi Imron menuturkan, berbicara tentang kemanusiaan, cinta menjadi bagian penting dari fitrah. Di antara kelebihannya, cinta lebih dekat dengan kelembutan dan kesejukan dibandingkan dengan kekerasan dan kebrutalan. ”Senar-senar cinta bunyinya akan sangat merdu mengumandangkan indahnya kemanusiaan dan persaudaraan,” ujarnya.
Tanpa cinta, betapa kering dan gersangnya jiwa. Bahkan, beragama, agama apa saja, tanpa cinta bisa melahirkan sikap beragama yang tidak sejuk, garang, dan suka mencari musuh. Nilai-nilai cinta seperti ini yang mungkin dibutuhkan oleh bangsa Indonesia saat ini.