Freeport, Divestasi, Arbitrase dan Kedaulatan Negara
Oleh
·3 menit baca
MARWAN BATUBARA, Direktur Indonesian Resources Studies (Harian Kompas, Opini, 15/11/2011)
Ancaman penarikan, pembatalan, atau gangguan iklim investasi akibat renegosiasi harus dijawab pemerintah dengan tegas melalui berbagai langkah alternatif seperti penunjukan konsorsium BUMN dan/atau pemilihan negara/perusahaan dari negara lain sebagai mitra investasi.
Ancaman seperti ini telah membelenggu dan menyandera Indonesia sekian lama tanpa berbuat sesuatu kecuali tunduk patuh dan takluk. Sekarang saatnya bagi Indonesia untuk melawan dan menghadapi dengan penuh percaya diri sebagai negara yang mandiri, berdaulat, dan bermartabat.
Ancaman gugatan arbitrase internasional merupakan senjata lain yang sering digunakan asing untuk tetap mendominasi dan selama ini pun telah cukup ampuh menundukkan pemerintah. Ketundukan ini umumnya lebih karena sikap pejabat yang lemah, pengecut, berkhianat, atau berkolaborasi dengan asing untuk berburu rente atau dalam rangka mendapat dukungan politik.
Ancaman gugatan arbitrase internasional merupakan senjata lain yang sering digunakan asing untuk tetap mendominasi
Hal ini tidak boleh berulang. Pemerintah harus mampu menghadapi dan mempersiapkan gugatan secara saksama karena kita telah mempunyai UU yang baru (UU Pertambangan Mineral dan Batubara No 4/2009) dan hukum yang digunakan dalam sidang arbitrase adalah hukum negara tuan rumah.
Renegosiasi kontrak mutlak harus segera dituntaskan demi kedaulatan negara, harga diri bangsa, rasa keadilan, transparansi pengelolaan, dan peningkatan penerimaan untuk kesejahteraan. Pemerintah harus memosisikan negara sebagai pengendali sektor strategis ini. Renegosiasi merupakan amanat rakyat dalam undang-undang baru yang harus dipatuhi oleh siapa pun yang berkontrak di negara ini
SITI MAIMUNAH, Peneliti Sajogyo Institute; Ketua Tim Kerja Perempuan dan Tambang (Harian Kompas, Opini, 28/11/2015
Kontrak Karya (KK) Freeport Indonesia (FI) menjadi kiblat kebijakan pertambangan Orde Baru. Kebijakan itu ditandai dengan keluarnya UU No 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing, KK PT FI, dan UU No 11 Tahun 1967 tentang Pertambangan Umum.
Sejak itu, bumi pertiwi makin banyak melayani korporasi asing, seperti Vale/Inco, Rio Tinto, dan Newmont. Pelanggaran HAM, perusakan lingkungan, dan pemiskinan kerap menyertai operasi pertambangan di Indonesia.
Skandal renegosiasi kontrak Freeport yang melibatkan wakil rakyat dan kabinet penting diungkap. Namun, jangan lupakan rakyat Papua dan lingkungannya sebagai substansi pokok. Saatnya Presiden Jokowi melakukan ”penyelamatan terpimpin” demi kemaslahatan orang Papua dan kedaulatan negara.
HIKMAHANTO JUWANA, Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia (Harian Kompas, Opini, 31/12/2015)
Kontrak karya Freeport bisa diakhiri saat berakhir pada 2021. Ini ketentuan yang berlaku dalam Pasal 169 Ayat (a) UU Minerba. UU Minerba sebagai produk hukum pemerintah sebagai subyek hukum publik tidak mungkin dilawan dengan KK yang merupakan perjanjian meski salah satu pihaknya adalah pemerintah.
Mayoritas rakyat Indonesia tidak menghendaki KK diperpanjang oleh pemerintah
Kalaulah ada ketentuan dalam KK yang menyatakan Freeport berhak meminta perpanjangan kapan saja selama masa kontrak ini, tidak berarti pemerintah sebagai subyek hukum perdata harus menyetujuinya. Misalnya, jika ada hal luar biasa, misalnya jika mayoritas rakyat Indonesia tidak menghendaki KK diperpanjang oleh pemerintah.
FREDDY NUMBERI, Duta Besar; Tokoh Masyarakat Papua (Harian Kompas, Opini, 12/1/2017)
Freeport bukan hanya investasi ekonomi, melainkan juga mata rantai investasi politik dan simbol penjajahan kolonialisme modern di Indonesia, khususnya di Papua. Tidak salah jika dikatakan bahwa Freeport adalah Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) gaya modern di Indonesia. Hampir setengah abad Freeport di Papua, orang Papua tetap miskin dan menderita.
Kita sering mendengar apabila kontrak Freeport tidak diperpanjang tahun 2021, akan terjadi sengketa arbitrase internasional, eskalasi instabilitas bermotif SARA, separatisme, embargo ekonomi, ataupun invasi terhadap Indonesia seperti di Timur Tengah.
Indonesia jangan mau didikte
Isu-isu ini adalah teror yang mencoba menggoyahkan pendirian pemerintah dalam rangka menegakkan konstitusi negara Indonesia. Indonesia jangan mau didikte oleh perusahaan kapitalisme Freeport McMoran Copper and Gold Inc yang bergaya VOC ini.