Bambang Surya Atmaja, Penggerak Wisata Curug Cipeuteuy
Bambang Surya Atmaja membuat wisata Curug Cipeuteuy di Majalengka ramai dikunjungi lewat infrastruktur ramah lingkungan.
Bambang Surya Atmaja (32) pernah merantau ke sejumlah kota dan luar negeri. Ia menjadi tukang kredit hingga pekerja migran nonprosedural. Pemuda ini akhirnya pulang kampung demi mengembangkan wisata Curug Cipeuteuy di Bantaragung, Kabupaten Majalengka, Jawa Barat.
Sejumlah wisatawan bersantai di gazebo sekitar Curug Cipeuteuy siang itu, Senin (22/4/2024). Beberapa orang lagi berendam di kolam dekat air terjun setinggi 12 meter. Ada juga yang berfoto ria di jembatan dengan latar belakang pepohonan pinus atau piknik di tempat yang tersedia.
Semuanya saya desain di komputer. Saya belajar otodidak.
Tidak jauh dari air terjun, berdiri mushala, kamar mandi, serta warung. Semuanya tertata rapi, tidak semrawut seperti pasar dadakan di pinggir jalan raya. Selain menikmati dingin curug, wisatawan juga dapat menapaki jalur trekking atau berkemah di area camping ground.
Baca juga: Cum Ahmawati, Terang bagi yang Berjuang
Sejumlah fasilitas di destinasi wisata itu berasal dari desain Bambang, pengelola Curug Cipeuteuy bagian pengembangan. Tamatan madrasah tsanawiyah atau setara sekolah menengah pertama ini tidak punya latar belakang pendidikan teknik arsitektur atau mengikuti les serupa.
”Semuanya saya desain di komputer. Saya belajar otodidak,” ucap Ibenk, sapaannya. Keadaan membuatnya harus memahami soal desain arsitektur. Sebab, pembangunan curug yang dirintis tahun 2009 itu adalah swadaya warga. Mereka menyumbang uang, tenaga, dan keahlian.
Saat itu, ayahnya, Sukyadi, dan sejumlah warga yang tergabung dalam Masyarakat Pariwisata Gunung Ciremai (MPGC) menginisiasi pengembangan Curug Cipeuteuy. Bersama Balai Taman Nasional Gunung Ciremai, mereka menyulap semak belukar menjadi tempat wisata air terjun.
Cipeuteuy ini alamnya sudah bagus, tetapi sarananya kurang. Akhirnya, saya coba desain gambar untuk pembangunan fasilitas.
Pengembangan wisata di kaki gunung tertinggi di Jabar itu tidak terlepas dari ditetapkannya Ciremai sebagai taman nasional. Konsekuensinya, warga tidak lagi boleh seenaknya menanam dan mengambil sesuatu dari gunung setinggi 3.078 meter di atas permukaan laut tersebut.
Curug Cipeuteuy sendiri termasuk dalam zona pemanfaatan untuk wisata. Mendengar itu, Ibenk tidak memperpanjang kontrak kerja di peternakan kambing di Malaysia. Pekerja migran Indonesia ini memilih pulang dan membantu pengembangan destinasi wisata tersebut.
”Cipeuteuy ini alamnya sudah bagus, tetapi sarananya kurang. Akhirnya, saya coba desain gambar untuk pembangunan fasilitas,” ucapnya. Tanpa upah, ia merancang sejumlah prasarana di area itu. Modalnya, latihan desain di laptop yang ia beli dari hasil merantau di negeri orang.
Akan tetapi, karena keterbatasan biaya, pengembangan destinasi itu belum maksimal. Akses menuju kawasan di 700 mdpl itu juga masih sempit dan rusak. Rencana Ibenk untuk membangun sejumlah fasilitas di area itu pun tertunda. Di sisi lain, ia mendapat panggilan kerja.
”Saya sempat merantau lagi tahun 2013. Saya ikut kerja pasang tiang listrik di Cianjur, Sukabumi, Bandung,” ungkapnya. Pada 2014, Ibenk kembali ke Malaysia untuk mencari penghasilan. Namun, kali ini, ia masuk ke negeri jiran bukan dengan paspor pekerja migran.
”Saya masuk (secara) ilegal. Selama delapan bulan di sana, saya lima kali pindah kerja. Di tempat pariwisata, pabrik besi, restoran. Rasanya, enggak enak, enggak tenang,” kenangnya. Setiap berjalan, ia khawatir tiba-tiba ditangkap karena melanggar aturan untuk tinggal di sana.
Dikejar polisi
Ibenk merasakan sulitnya hidup di negeri orang. Ia sempat dikejar polisi setempat hingga ditahan di rumah agen penyalur tenaga kerja. ”Bahkan, makan pun hanya sehari sekali. Padahal, agen sudah memotong (gaji saya) dari awal bekerja,” ungkapnya sambil menggelengkan kepala.
Ia akhirnya memutuskan kembali ke Tanah Air melalui jalur ”tikus” yang menghubungkan Kalimantan dan Malaysia. Ibenk sempat tinggal di rumah keluarganya di Karawang, Jabar, sebelum ke Majalengka. Pada 2014, ia meneguhkan diri untuk mengembangkan wisata desa.
Tidak hanya alam, ia juga memberikan pilihan bagi warga, terutama anak muda, untuk memanfaatkan potensi desa.
Kali ini, Ibenk mengerjakan apa saja. Dari menjaga pos tiket, memarkir, menguras kolam, hingga mendesain gazebo serta spot selfie. Ia juga aktif mengajak anak muda untuk membantu pengembangan Curug Cipeuteuy. ”Dari situ, pengunjung mulai banyak yang datang,” ucapnya.
Ibenk pula yang menginisiasi konsep outbound dan kegiatan perkemahan di desanya. Awalnya, katanya, ada saja yang meragukan idenya. Namun, setelah berjalan, hasilnya cukup memuaskan. Rombongan sekolah hingga beberapa perusahaan menikmati fasilitas baru tersebut.
Saat ini, katanya, rata-rata 2.000–3.000 orang mengunjungi destinasi itu setiap bulan. Bahkan, sebelum pandemi Covid-19 tahun 2020, jumlahnya bisa 4.000 wisatawan per bulan. Dengan tiket Rp 15.000 per orang, potensi pemasukan bisa mencapai Rp 45 juta per bulan.
Ini belum termasuk biaya parkir. Selain operasional pariwisata, dana itu juga digunakan untuk membantu guru mengaji, masjid, hingga kebutuhan masyarakat. Curug Cipeuteuy juga berkontribusi untuk pendapatan desa dan pendapatan negara bukan pajak (PNBP).
Lebih dari itu, Ibenk turut berperan dalam penyelamatan lingkungan. ”Setiap tahun, kami juga menanam 500 sampai 1.000 bibit tanaman endemik Ciremai. Penanamannya di wilayah kritis,” ucapnya. Pohon itu seperti picung (Pangium edule) dan salam (Syzygium polyanthum).
Tidak hanya alam, ia juga memberikan pilihan bagi warga, terutama anak muda, untuk memanfaatkan potensi desa. Ibenk tidak ingin generasi penerus di Bantaragung merantau ke kota hingga luar negeri yang risikonya lebih besar. Pengalaman telah banyak mengajarkannya.
Tukang kredit
Saat masih remaja, Ibenk sudah merantau ke Bandung untuk jadi tukang kredit pakaian. Di usia belasan, ia sudah menjadi penagih kredit. ”Pendidikan saat itu tidak dianggap terlalu penting. SMA itu tidak umum. Mayoritas anak setelah SMP sudah kerja. Memang begitu,” ucapnya.
Kini, dengan berkembangnya Curug Cipeuteuy, anak muda punya pilihan untuk berkarya di desa. Sekitar 30 orang bekerja di destinasi itu. Bahkan, saat libur Lebaran, jumlahnya bisa melonjak hingga 80 orang.
Ibenk pun rajin ”meracuni” para pemuda untuk bertahan di kampung. ”Caranya, saya lihatin ini,” ucap bapak satu anak ini sambil menunjukkan desain penginapan yang akan dibangun di sekitar air terjun.
Rencana itu menarik perhatian Maman (29). Pemuda ini kehilangan pekerjaan akibat pandemi Covid-19 pada 2020. Kafe tempatnya mencari nafkah di Bogor, Jabar, sempat tutup dan merumahkan karyawan. Ia pun pulang kampung dan bekerja di Curug Cipeuteuy.
Maman memutuskan bekerja di warung setempat. ”Saya sempat diminta balik ke sana. Tetapi, saya lagi pengin di kampung. Walaupun penghasilan enggak sebesar di Bogor, tetapi di sini enak. Dekat dengan keluarga, enggak pusing ngekos,” ujar lulusan sekolah menengah kejuruan ini.
Apalagi, Curug Cipeuteuy telah memicu lahirnya destinasi wisata lainnya di Bantaragung. Ada Bumi Perkemahan Awilega di ketinggian 150 mdpl, Bukit Batu Semar, hingga terbaru Ciboer Pass yang menyajikan panorama sawah teraseringbak di Ubud, Bali.
Atas kontribusinya, Ibenk meraih penghargaan dari Gubernur Jabar sebagai Pelopor Sumber Daya Alam dan Lingkungan Tingkat Provinsi Jabar 2019. Pada tahun yang sama, ia juga meraih penghargaan sebagai Pemuda Hebat Tahun 2019 dari Kementerian Pemuda dan Olahraga.
Satu dekade berkiprah, Ibenk mengakui sempat merasa lelah sebagai penggerak pariwisata di desanya. Namun, ia bertekad terus membangun desa. Apalagi, Bandara Internasional Jabar Kertajati dan kota bandara (aerocity), sekitar 55 km dari Bantaragung, sudah berdiri.
”Kalau kami berhenti (berkiprah) di sini, sayang sekali. Infrastruktur di luar sudah ada. Masak kami kalah dengan masalah internal. Kami harus semangat,” ucapnya.
Baca juga: Jois Harsa, Serba Bisa Membangun Desa
Bambang Surya Atmaja
Lahir: Majalengka, 13 Juli 1991
Istri: Sinta Amelia
Anak: Pangeran Cakrabuana
Pendidikan:
- SD Negeri Bantaragung, Majalengka
- MTs Siti Khadijah, Majalengka