Andre Setiawan Suryadi, Dokter Humanis yang Senang Melukis
Interaksi dengan masyarakat di pelosok membentuk cara berpikir Andre untuk menjadi dokter humanis berjiwa kerakyatan.
Sejak kecil, dr Andre Setiawan Suryadi, SpB menyukai dunia seni. Hal itu membuatnya sempat ingin kuliah di jurusan desain grafis. Namun, jalan hidup justru membawanya menjadi dokter spesialis bedah yang pernah mengabdi di pelosok Bajawa, Flores, Nusa Tenggara Timur.
Pada Kamis (21/3/2024), Andre berdiri di hadapan sekitar 100 umat Vihara Dhammacakka Jaya, Sunter, Jakarta Utara. Dengan cara bicara pelan dan tenang, ia memaparkan materi mengenai deteksi dini kanker payudara dan penanganannya. Materi pemaparan diisi dengan istilah-istilah kedokteran dan gambar-gambar tindakan medis karyanya sendiri.
Setelah berbicara selama dua jam, Andre meninggalkan ruang pertemuan. Ia mengendarai mobil dan singgah di sebuah toko untuk memasang pigura lukisan. Karya lukis berukuran 40 cm x 60 cm yang dibuat pada Februari 2024 itu berjudul ”Rainbow After Surgery”.
Lukisan dengan latar belakang gunung itu dibuat terinspirasi dari kondisi seorang anak yang terlahir tanpa lubang anus (atresia ani). ”Setelah dilakukan operasi bedah, anak itu memiliki lubang anus buatan. Dalam lukisan, lubang anus dibuat seperti pelangi,” kata Andre.
Kalau dokter bedah adalah profesinya, melukis adalah hobinya. Ilmu kedokteran yang dipadukan dengan teknik melukis membuat lukisan Andre menjadi unik dan penuh makna.
Lukisan Andre memang banyak terinspirasi dari beragam jenis penyakit, tindakan medis, ataupun kondisi riil yang dihadapi tenaga medis. Lukisan ”Prayer and Scalpel: Surgeon Who Pray for Patients” (2020), misalnya, menggambarkan sosok dokter yang berlutut di samping tempat tidur pasien untuk berdoa. Ada pula karya berjudul ”Keterbatasan” (2022) untuk menggambarkan dilema yang dihadapi tenaga medis saat menghadapi kasus sulit.
Jiwa kerakyatan
Andre tumbuh besar di Lahat, Sumatera Selatan. Bungsu dari tiga bersaudara itu menyelesaikan pendidikan kedokteran umum di Universitas Tarumanagara dan lulus pada 2011. Setelah mengabdi selama satu tahun sebagai dokter pegawai tidak tetap (PTT) di Flores, Andre bekerja di unit pelayanan kesehatan RS Sint Carolus, Jakarta Pusat.
Setelah itu, ia melanjutkan pendidikan spesialis ilmu bedah di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Pada 2020, Andre lulus dengan peringkat kedua nilai terbaik dalam uji kompetensi nasional kolegium ilmu bedah. Kini, Andre bertugas sebagai dokter bedah umum di RS Royal Progress, Jakarta Utara, dan Sumber Waras, Jakarta Barat.
Di NTT, Andre mengabdi sebagai dokter PTT bersama Mira Iskandar, istrinya. Pengalaman melayani masyarakat di Bajawa, daerah dengan pemandangan alam memesona yang minim infrastruktur, menempa Andre menjadi dokter humanis. Pengalaman itu diabadikan dalam buku berjudul Dokter Rakyat yang diterbitkan Penerbit Buku Kompas (2015).
Baca juga: Jonathan Kwik Mengawinkan Hukum Humaniter dan AI
Pada tulisan berjudul ”Poli Bedah Puskesmas Riung”, Andre menuliskan pengalamannya mengobati seorang anak yang kesulitan buang air kecil karena lubang kencing tertutup nanah yang melekat dan penis yang bengkak. Melihat kondisi anak itu, maka diputuskan untuk melakukan tindakan bedah darurat. Minimnya fasilitas membuat tindakan bedah terpaksa dilakukan di ruang UGD puskesmas yang panas dan lembab.
Kejadian itu kemudian memunculkan ide segar bagi Andre untuk membangun poli bedah pertama di Puskesmas Riung, Kabupaten Ngada, NTT. Tindakan bedah dilakukan menggunakan perlengkapan yang sudah tersedia, tetapi terbengkalai karena tidak ada yang mengurus. Sejak adanya poli bedah, operasi bedah sederhana tidak lagi dilakukan di UGD puskesmas.
Pada kisah lain, Andre menceritakan pengalamannya menjadi lini terakhir pelayanan kesehatan. Bagi masyarakat daerah, lini pengobatan pertama adalah ”orang pintar” alias dukun. Begitu kritis, pasien baru dibawa ke puskesmas yang sering disebut rumah sakit.
Interaksi dengan masyarakat di pelosok membentuk cara berpikir Andre untuk menjadi dokter humanis yang berjiwa kerakyatan. ”Di daerah, kehadiran dokter sudah seperti dewa. Mereka betul-betul menghargai dokter seperti menghargai pemuka agama,” katanya.
Sampai sekarang, Andre kerap menggratiskan biaya konsultasi pasien. Ia juga lebih banyak mendengar dan membangun komunikasi dua arah dengan pasien. Cara ini ditempuh agar Andre bisa mengobati sekaligus berkontribusi pada kesejahteraan masyarakat.
Suka gambar
Meski sudah cukup lama berkiprah di dunia medis, sebenarnya Andre tak pernah bercita-cita jadi dokter. Sejak duduk di bangku SD, ia menyukai dunia seni. Hampir semua buku pelajaran penuh dengan gambar komik Dragon Ball, komik Jepang yang populer.
Ia meneruskan hobi menggambar hingga duduk di bangku SMP dan SMA. Ketika duduk di kelas II SMP, orangtuanya dipanggil ke sekolah. ”Guru saya menuduh karya seni saya dibuat oleh orang lain. Padahal, saya mengerjakannya sendiri,” ujar Andre.
Kecintaannya pada seni lukis membuat anak bungsu dari tiga bersaudara itu ingin kuliah di jurusan desain grafis. Keinginan itu ditentang oleh orangtua yang berprofesi sebagai dokter umum. Sebagai jalan tengah, akhirnya Andre mendaftar pada jurusan kedokteran umum sebagai pilihan pertama dan desain grafis sebagai pilihan kedua. ”Ternyata saya diterima di jurusan kedokteran dan tidak bisa ganti jurusan lain. Saya dijebak oleh orangtua,” kata Andre.
Baca juga: Belajar Al Quran dengan Teknologi Kecerdasan Buatan
Selama kuliah, Andre tidak terlalu tertarik dengan ilmu kedokteran. Ia selalu duduk di bangku paling belakang. Buku-buku kuliahnya dipenuhi dengan gambar-gambar komik. Nilainya pun anjlok. Andre menjadi mahasiswa ”nasakom” alias nasib satu koma. Istilah tersebut populer untuk menyebut mahasiswa yang memiliki IPK rendah.
Pertemuan dengan Mira, kekasih yang kini menjadi istrinya, mengubah arah hidup Andre. Oleh Mira, Andre diajak lebih dekat dengan Tuhan. Ia pun mulai lebih serius untuk kuliah.
Memasuki semester tujuh, Andre mengikuti mata kuliah ilmu bedah. ”Dari ilmu bedah, saya mulai suka kedokteran dan memutuskan menjadi dokter bedah,” kata Andre.
Intinya, sih, karena saya suka prakarya. Bedah itu seperti prakarya, ”tukang ” untuk membenahi manusia.
Menurut Andre, ilmu bedah cukup unik karena mengasah otak kiri dan kanan sekaligus. Melalui ilmu bedah, Andre bisa menerapkan ilmu kedokteran yang tidak hanya berdasarkan logika, tetapi juga mampu mengobati luka dengan operasi manual. Kata bedah (bahasa Inggris: surgery) memang berasal dari bahasa Yunani cheirourgia atau ’pekerjaan tangan’.
”Intinya, sih, karena saya suka prakarya. Bedah itu seperti prakarya, ’tukang’ untuk membenahi manusia,” ujar Andre.
Menurut Andre, belakangan ini manusia modern menghadapi penyakit yang semakin kompleks. Hal itu disebabkan manusia harus berperang melawan kondisi iklim dan lingkungan yang buruk serta gaya hidup tidak sehat selain juga terdapat faktor genetik.
Di kamar bedah, Andre ”menyulap” seseorang yang tadinya punya masalah kesehatan menjadi sembuh. Andre mengimani tiga kualifikasi seorang ahli bedah yang baik, yaitu bermata elang, berhati singa, dan tangan wanita (A good surgeon must have an eagle's eye, a lion's heart, and a lady's hand).
”Bermata elang artinya mampu melihat hal detail, berhati singa berarti berani mengambil keputusan di ruang operasi, dan tangan wanita berarti terampil menjalankan tugas,” ujar Andre. Nasihat medis itu dituangkan tidak hanya di ruang operasi bedah, tetapi juga diwujudkan dalam karya lukis dengan judul ”A Good Surgeon” (2020).
Baca juga: Fatma Hassan Alremaihi, Membongkar Stereotipe Perempuan Arab
Andre Setiawan Suryadi
Lahir: Palembang, 20 Mei 1986
Pendidikan:
- Dokter Umum, FK Universitas Tarumanagara (2003-2010)
- Dokter Spesialis Bedah, Universitas Indonesia (2014-2020)
Pekerjaan:
- Dokter Spesialis Bedah Umum RS Royal Progress (2023-sekarang)
- Dokter Spesialis Bedah Umum RS Sumber Waras Desember (2021-sekarang)
- Tim Bedah Digestif RS Siloam Kebon Jeruk (Juli 2020-Februari 2024)
- Tim Bedah Digestif RS Siloam MRCCC Semanggi (Juli 2020-Mei 2021)
- Dokter Spesialis Bedah Umum RS Satya Negara (Februari 2022-Oktober 2023)
- Dokter umum RS Sint Carolus, Salemba, Jakarta Pusat (November 2012-April 2014)
- Dokter Umum PTT Kemenkes RI (Oktober 2011-September 2012)
Penghargaan:
- Juara 2 Ujian Nasional Ilmu Bedah (Juni 2020)
- Peserta Terbaik di Workshop Basic Ultrasonography in Trauma (2016)