Sutrisno, Memajukan Desa dengan Buah Naga
Sutrisno (57), petani di Desa Pekunden, Banyumas, berhasil membudidayakan buah naga. Kebunnya jadi wisata edukasi.
Di sudut Desa Pekunden, Banyumas, Jawa Tengah, Sutrisno (57) merintis budidaya buah naga sejak 2017. Meski diawali dengan cibiran dan keraguan orang-orang sekitarnya, kini kebun itu menjadi salah satu primadona wisata desa sekaligus edukasi bagi para pengunjung
Deretan tanaman buah naga berdiri rapi di kebun seluas 1.400 meter persegi yang dikelilingi pagar kayu. Cabangnya menjulur bergoyang-goyang menopang buah naga yang merah merona. Inilah kebun buah naga yang dikelola Sutrisno yang turut mengubah wajah Desa Pekunden.
Ilmu dan tips membudidayakan buah naga diperoleh Sutrisno dari sahabatnya, Sugito, yang merupakan petani buah naga dari Banyuwangi, Jawa Timur. Ia berguru kepada Sugito selama satu pekan. Pulang dari sana, ia menanam 140 rumpun tanaman buah naga di Banyumas yang ditopang dengan kayu randu sebagai batang pokok penopang rumpun. Per rumpun berisi tiga tanaman buah naga.
Baca juga: Ganjar Budhi Setiaji Menanam Durian dengan Hati
”Saat itu banyak yang mencibir, mulai dari teman-teman juga keluarga. ’Nanam apa? Apa bisa tumbuh? Enggak akan jadi!’. Iya semua membuat (saya) kecil hati, tetapi saya tetap semangat,” kata Sutrisno saat dijumpai di kebunnya, Minggu (25/2/2024).
Menurut Sutrisno, tanaman buah naga yang dibudidayakan di Banyuwangi banyak ditanam di dekat pantai dengan memiliki ketinggian permukaan tanah sekitar 50 mdpl. Adapun di Pekunden, Banyumas, kebunnya memiliki ketinggian sekitar 46 mdpl. Oleh karena itu, dia berkeyakinan buah naga bisa hidup di desanya.
”Karakter buah naga itu lahannya harus full terkena matahari dan juga jarak tanam harus diperhatikan,” ujar Sutrisno yang sedang menyiapkan perluasan lahan hingga 2.100 meter persegi ini.
Setelah enam bulan, keyakinan Sutrisno menjadi kenyataan. Ia berhasil memetik panen perdana buah naga yang ditanamnya. Selanjutnya kebun itu terus menghasilkan panen yang baik.
Hasilnya makin baik setelah ia memasang 130 lampu untuk merangsang pembungaan tanaman buah naga pada malam hari. Setiap dua pekan sekali dia bisa memanen 10-20 buah naga dari satu rumpun. Bobotnya berkisar 3-5 ons per buah.
Baca juga: Anton Supriyono, Penebar Virus Pertanian Modern dari Banyumas
”Berapa pun buah yang dipanen, alhamdulillah selalu habis (terserap pasar),” kata ayah dari dua anak ini.
Selama ini Sutrisno selalu mengupayakan pemberian pupuk organik, baik dari kotoran hewan maupun dari limbah jerami yang ada di sekitar kebunnya, untuk tanaman buah naga.
Selain itu, ia juga menghindari penggunaan obat kimia untuk memberantas penyakit jamur yang mengakibatkan cacar tanaman dan buah. Jika ada tanaman buah naga yang terkena penyakit, ia memilih memotongnya agar tidak menyebar ke tanaman buah naga yang lain.
”Saya ngelmu (belajar) sambil mempraktikkan dan mempelajari karakter pohon serta terus uji coba mencari yang terbaik,” kata suami dari Parwati (50) ini.
Sutrisno memilih pupuk organik dan menghindari obat kimia karena ingat pada pesan yang ia dengar dari penyuluh pertanian bahwa jangan menghasilkan tumbuhan atau bahan pangan yang mengandung banyak zat kimia. Dampaknya akan dirasakan orang-orang yang mengonsumsinya.
Meski demikian, Sutrisno mengakui bahwa buah naganya belum bisa mendapatkan sertifikasi organik lantaran kebunnya berada di sekitar kompleks persawahan yang masih memakai pupuk kimia.
Sutrisno sudah puluhan tahun menjadi petani. Ia sudah pernah mencoba menanam aneka tanaman, mulai dari jeruk, timun, cabai, bawang merah, hingga buah naga. Budidaya bawang merah ia lakukan sejak tahun 1998, sementara buah naga mulai tahun 2017.
Rasa penasaran membuat Sutrisno selalu ingin mencoba hal yang baru kendati secara umum di lingkungannya orang lebih banyak menanam padi.
Baca juga: Dadi Mulyadi, Perjuangan Manis dari Ciamis
Berbagi
Keberhasilannya membudidayakan tanaman buah naga tidak ia nikmati seorang diri. Ia bermurah hati memberikan buah naga kepada para tetangga saat panen melimpah.
”Alhamdulillah sampai saat ini tidak pernah ada yang mencuri buah naga di sini. Lingkungan saling menjaga,” kata Sutrisno.
Ia juga mempekerjakan tiga tetangganya sebagai penggarap di kebunnya. Upahnya Rp 60.000, termasuk makan siang dan rokok, per hari. Mereka bekerja di kebun buah naga itu pukul 07.00-13.00.
Selain itu, ia juga dengan senang hati berbagi pengalaman dan pengetahuannya dalam budidaya buah naga kepada orang lain, terutama generasi muda. Ia ingin generasi muda mencintai pertanian demi keberlanjutan ketahanan pangan di Indonesia.
”Petani itu pejuang pangan. Kalau tidak ada generasi muda atau penerus pertanian, 10 tahun ke depan Indonesia mau jadi apa. Jangan sampai kita ini jadi negara konsumen,” kata Sutrisno yang pernah tujuh tahun menjadi ketua RT di desa itu.
Petani itu pejuang pangan. Kalau tidak ada generasi muda atau penerus pertanian, 10 tahun ke depan Indonesia mau jadi apa. Jangan sampai kita ini jadi negara konsumen.
Desa wisata
Langkah Sutrisno terus berlanjut. Sejak tiga tahun terakhir, ia membuka kebunnya untuk kunjungan wisata yang bisa menopang program desa wisata. Pengunjung bisa berwisata petik buah naga di kebun Sutrisno sekaligus melihat pembuatan makanan ringan khas Banyumas di desa ini.
Dalam sebulan tidak kurang dari 500 orang berkunjung ke kebun buah naga ini. Pengunjungnya mulai anak-anak hingga orang dewasa. Tiket per orang dipatok Rp 5.000 untuk kunjungan edukasi wisata. Dari tiket itu, Rp 3.000 merupakan pemasukan kebun dan Rp 2.000 untuk kelompok sadar wisata.
Di kebun Sutrisno terdapat kandang ayam yang berisi 10 ayam petelur dan di bawahnya terdapat sebuah kolam ikan nila. ”Itu juga masih uji coba. Kalau umumnya ada mina padi, saya sedang mau mencoba mina buah naga,” kata Ketua Kelompok Kerja Kebun Buah Naga Desa Wisata Pekunden, Banyumas, ini.
Baca juga: Fajar Mulia, Mengubah Sampah Jadi Berkah
Di tangan Sutrisno, tidak ada yang mustahil dikembangkan asalkan ada usaha dan tekad yang bulat. Meski pernah gagal saat penyilangan buah naga sehingga hasilnya adalah buah naga dengan ukuran mini, dia tidak menyerah.
Dia tidak malu bertanya kepada petani lain yang sudah lebih berpengalaman. Cibiran dan keraguan yang dulu ditujukan kepadanya justru ia jadikan sebagai pemompa semangat untuk fokus membudidayakan buah naga.
Kini, ranum dan merah meronanya buah naga yang bergelantungan di kebun ini jadi salah satu magnet baru pengungkit wisata di wilayah Banyumas. Bahkan, setelah penataan infrastruktur Kota Lama Banyumas di sekitar alun-alun Banyumas, potensi pengunjung ke kebun buah naga itu diyakini akan terus meningkat.
Sutrisno
Lahir : Banyumas, 19-2-1967
Istri : Parwati (50)
Pendidikan: Sekolah Teknik Negeri Banyumas (setera SMP) lulus 1985, SD N 1 Pekunden Banyumas (1982).
Kegiatan:
-Anggota Kelompok Tani Sriwijaya Desa Pekunden
-Ketua Pokja Kebun Buah Naga Desa Wisata Pekunden
-Ketua RT 003 RW 001 (2016-2023)