Ganjar membudidayakan durian unggul Banyumas varietas kromo secara organik. Ia pun kerap mengajak ngobrol duriannya.
Oleh
WILIBRORDUS MEGANDIKA WICAKSONO
·5 menit baca
Sudah 10 tahun Ganjar Budhi Setiaji (51) menekuni budidaya durian varietas kromo yang merupakan tanaman durian endemik untuk wilayah Banyumas dan sekitarnya. Pengalaman mengajarkan dia bahwa kunci sukses budidaya durian varietas ini adalah merawatnya dengan hati.
“Saya sering mengajak ngobrol tanaman durian di kebun. Biasanya pagi dan sore hari saat mulut daunnya membuka. Kadang kayak orang gila, ngomong sendiri,” ujar Ganjar saat ditemui di kebunnya yang seluas tiga hektar di Desa Plana, Kecamatan Somagede, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Jumat (19/1/2024).
Dia berprinsip tanaman juga makhluk hidup. Kalau kita memberi yang baik, mereka memberi yang baik pula. “Kadang saya ajak ngobrol: sing manut (yang taat) ya,” kata Ganjar.
Berjarak sekitar 28 kilometer arah tenggara dari Alun-alun Purwokerto, kebun milik Ganjar ini ditanami 300 pohon durian dan 90 persen merupakan durian jenis kromo. Dengan jarak tanam sembilan meter antarpohon, tanaman yang sudah berusia di 7-9 tahun bisa menghasilkan minimal 30-40 durian dengan bobot masing-masing 3-6 kilogram, bahkan ada yang mencapai 9 kilogram. Pohon yang berusia lebih tua bahkan bisa menghasilkan buah lebih dari 100 butir durian.
Menurut Ganjar, terapi memberi perhatian ataupun mengabaikan hasilnya akan berbeda. Dia pernah menanam bibit durian musang king asal Malaysia. Karena sejak awal Ganjar tidak suka bibit dari luar daerah atau luar negeri, tanaman itu tidak pernah berbuah sama sekali meski mendapatkan asupan pupuk dan perawatan yang sama dengan durian lokal lain yang lebih diperhatikan Ganjar.
“Saya tanam juga musang king. Tapi secara hati, saya tidak suka karena dia lokalnya Malaysia. Kenapa dia harus diunggulkan sementara kita punya durian lokal yang enak. Nanamnya sama, pupuknya sama, tapi tidak pernah berbuah. Itu karena memang hati saya tidak senang. Itu terbukti,” kata Ganjar.
Saat ada tamu atau pengunjung datang ke kebun duriannya, Ganjar mengingatkan untuk tidak menyentuh pohon, apalagi buahnya. “Saya bertani dari hati. Karena mereka makhluk hidup, itu ngefek. Kalau panjenengan (Anda) sedang pusing, ngefek juga (ke pohon). Itu yang saya jaga betul. Kadang petani tidak memperhatikan itu. Mereka makhluk hidup, hanya saja mereka tidak bisa bicara,” tutur Ganjar.
Selepas SMA di Purbalingga, Ganjar merantau ke sejumlah wilayah di Indonesia sebagai perantau. Pada 2012, dia memutuskan pulang kampung untuk bertani. Kebun yang ada sempat ditanami kelapa serta alba.
Namun lantaran hobi dan kesukaannya makan durian, dia lalu menanam durian pada 2014. “Semua durian sudah saya coba. Yang paling efektif di daerah Banyumas adalah durian kromo. Durian lain kurang bagus karena durian kromo adalah endemik sini. Durian ini buah yang eksklusif. Mudah dikembangkan tapi sulit juga dipelihara,” ujarnya.
Menurut Ganjar, usia durian yang rawan adalah pada saat usianya 90 hari atau sejak bunga mekar. “Kalau kalsium dan kaliumnya kurang, akan rontok dan gagal. Saya belajar otodidak dan menerima masukan dari tim penyuluh pertanian,” katanya.
Unggul
Ganjar memberdayakan lima orang warga setempat untuk menjaga dan merawat tanamannya. Kepada warga sekitar, Ganjar juga mempersilakan mereka untuk mencari rumput untuk pakan ternak asalkan tidak mengganggu atau mencuri buah duriannya.
Durian hasil panen kebunnya dijual dengan harga Rp 90.000 per kilogram dan Ganjar menjadi vendor bagi sebuah toko retail besar yang memiliki banyak cabang di Indonesia. “Keunggulan durian ini adalah buahnya besar, rasanya tidak hanya manis saja, ada pahit-pahitnya sedikit. Bijinya ada yang kecil. Karena ini pakai pupuk organik, maka rasanya juga seperti mentega, lebih lembut (teksturnya),” paparnya.
Tahun ini, sejumlah tanamannya terkena penyakit Phytopthora palmivora atau kanker batang pohon dan bisa diatasi dengan pupuk organik. “Semua pupuk organik dibuat sendiri. Untuk serangan jamur, lawannya pakai jamur. Untuk hama, kami pakai pestisida nabati dengan sulingan daun nimba, sulingan arang yang dicampur dengan sulingan cengkeh,” ujarnya.
Penggunaan pupuk organik dinilai Ganjar lebih murah dibandingkan pupuk kima. Pupuk organik juga membuat tanah di kebun pun tetap terjaga kesuburannya dan tanaman bisa lebih kuat atau tahan terhadap penyakit maupun hama.
Selain mengembangkan durian organik di kebunnya, Ganjar juga menjabat sebagai Ketua Kelompok Tegar Galur Farm yang merupakan komunitas petani buah dari Banyumas hingga Cilacap. Total ada 35 petani yang tergabung di kelompok ini dengan jumlah 3.500 pohon durian.
Ganjar mengatakan, di kalangan masyarakat durian kromo ini juga dikenal dengan durian bawor. Meski demikian, istilah bawor sebenarnya adalah singkatan dari batang bawah diwor (dijadikan satu). Batang induk durian kerap kali mengalami serangan hama dan untuk mengatasinya, ditambah dua batang penyangga sebagai kanal pencari makan atau nutrisi bagi tanaman ini. Penyatuan batang-batang ini disebut diwor.
“Bawor adalah singkatan batang bawah diwor atau disatukan. Kaki tiga untuk membantu mereka cari makanan. Disambung saat tanaman sudah besar-besar,” katanya.
Penjabat Bupati Banyumas Hanung Cahyo Saputro mengapresiasi upaya budidaya durian kromo secara organik ini. “Karena ini organik, buahnya lebih sehat. Daging buahnya tebal, bijinya kecil, dan rasanya lebih legit. Kualitasnya istimewa,” kata Hanung saat berkunjung ke kebun Ganjar.
Pemerintah daerah, lanjut Hanung, tengah menyiapkan pengembangan proses hilirisasi produk durian ini untuk mendukung UMKM sebagai salah satu cara untuk mengentaskan rakyat dari kemiskinan. “Kalau durian ini kemudian dibuat dodol, es, donat dan lain sebagainya, akan memberikan nilai lebih,” ujarnya.
Ganjar Budhi Setiaji
Lahir: Purbalingga, 15 Februari 1973
Pendidikan terakhir: SMAN 1 Purbalingga (1991)
Aktivitas: Pembudidaya Durian dan Ketua Kelompok Tegar Galur Farm