Hermandari Kartowisastro, Tetap Bertualang di Usia Senja
Usia Hermandari Kartowisastro sudah 80 tahun. Lewat petualangan dan fotografi, ia menemukan kebahagiaan.
Bagi kebanyakan orang, menapak usia 80 tahun bisa berarti tiba waktunya untuk membatasi gerak dan kegiatan. Bahkan, mungkin pada usia kepala enam pun, orang sudah banyak yang membatasi gerak kehidupan. Usia tersebut merupakan usia patokan pensiun, yang berarti saatnya untuk beristirahat.
Namun, batas gerak kehidupan itu tak berlaku bagi Hermandari Kartowisastro (80), seorang pehobi perjalanan dan fotografi. Pada usia ini, perempuan yang di keluarganya biasa dipanggil Ndari itu, masih menyimpan obsesi untuk bisa keliling ke berbagai tempat di dunia sambil mengabadikan apa pun yang ditemui dengan kameranya.
Ditemui di sela pameran foto tunggal yang digelarnya di Jakarta pada pertengahan November lalu, Ndari menceritakan obsesinya pada fotografi.
Pameran bertajuk Matur Nuwun yang digelar untuk menyambut ulang tahun Ndari ke-80 itu menampilkan koleksi foto hasil jepretannya selama melakukan perjalanan ke berbagai belahan dunia. Ini merupakan pameran tunggal keduanya setelah pameran tunggal dan peluncuran buku fotografi bertajuk Mangapa Tidak, sepuluh tahun yang lalu untuk menandai usianya ke-70 tahun.
”Saya suka banget dengan alam. Dulu kerjanya motret pohon. Ada daun jatuh saya potret. Suatu kebahagiaan bisa menikmati ciptaan-Nya. Enggak kebayang yang kecil-kecil di alam, cantik-cantik, bagus-bagus. Untuk saya itu sesuatu yang luar biasa dan dengan foto saya bisa membawa keindahan itu pulang,” ujar perempuan yang mempunyai usaha kontraktor interior ini.
Ndari termasuk produktif dalam berkarya dan aktif terlibat dalam berbagai pameran bersama seni dan fotografi di berbagai kota. Pada usianya yang sudah sepuh, ia masih terus melakukan perjalanan keliling sambil menenteng kamera dan peralatan lain yang beratnya bisa mencapai 5-7 kilogram. Terkadang dia dibantu orang lain membawakan peralatan. Namun, dalam tiap perjalanan dia selalu mengalungkan sebuah kamera digital mirrorless medium format di lehernya sehingga bisa sigap memotret apa pun yang dianggap menarik yang ditemui. Kamera medium format secara ukuran rata-rata lebih besar dibandingkan kamera profesional lain.
Memulai Perjalanan
Perjalanan Ndari untuk berkeliling dunia dimulai 2002 ketika dia diajak temannya untuk melakukan perjalanan ke tempat yang eksotik. India dan Nepal menjadi pilihan Ndari dan tiga teman perempuannya untuk memulai mengeksplorasi dunia. Saat itu ia membawa kamera saku digital hanya sekadar untuk mendokumentasikan perjalanan seadanya.
Sukses di perjalanan pertama, mereka kemudian melakukan perjalanan lagi ke Tibet. Berangkat dari Kathmandu, Nepal, mereka naik mobil menempuh tujuh hari perjalanan darat menuju Tibet. Pada tahun-tahun berikutnya, perjalanan Ndari berlanjut ke Bhutan. Pada 2007, ia ikut trip menyusuri Sungai Mahakam di Kalimantan Timur.
Dari situ Ndari seolah tak bisa berhenti untuk terus melakukan perjalanan baik di dalam negeri maupun keliling berbagai negara di dunia. Saat ini sudah sekitar 75 negara pernah dikunjunginya. Sebagian negara tersebut pernah didatanginya berulang kali. Untuk di Indonesia, hanya kurang tiga provinsi yang belum dijelajahinya, yakni Bengkulu, Gorontalo, dan Kalimantan Utara.
Aktivitas Ndari kini tak lepas dari perjalanan dan fotografi. Dua minggu sebelum menggelar pameran, ia masih ikut perjalanan menyusuri wilayah pegunungan bersalju di daerah utara Pakistan. Di sela pamerannya yang berlangsung hampir sebulan, ia juga harus terbang ke Singapura untuk berbagi pengalaman memotret perjalanan atas undangan sebuah merek kamera premium. Ndari diundang atas kapasitasnya sebagai duta produk dan fotografer perjalanan perempuan yang aktif hingga kini.
Belajar di usia senja
Perkenalan Ndari dengan dunia kegiatan alam bebas baru dimulai saat dia berusia di atas 60 tahun. Saat menginjak usia 65 tahun, ia melihat foto-foto keponakannya yang suka menyelam di berbagai perairan di Indonesia. Foto keindahan bawah laut tersebut membuat Ndari termotivasi untuk bisa melihat sendiri keindahannya.
Gayung bersambut saat teman yang dulu mengajaknya mulai perjalanan keliling juga mengajaknya untuk belajar menyelam. Mereka kemudian mengambil kursus menyelam dengan belajar awal di kolam renang di salah satu hotel di Jakarta. Teman yang mengajak justru gagal belajar menyelam karena mengalami klaustrofobia dan Ndari berhasil lulus kursus menyelam.
Berbekal sertifikat menyelam, ia mulai menjelajahi perairan di Indonesia sambil memotret dengan kamera prosumer. ”Indonesia kan kepulauan tempat orang asing pada datang menyelam, masak kita sendiri yang tinggal di sini enggak menikmati itu,” ujarnya beralasan.
Pada 2010, menjelang usianya yang ke 68 tahun, Ndari tertarik belajar fotografi saat ia melihat sebuah poster pelatihan fotografi yang dipasang di salah satu toko kamera di Jakarta. Pelatihan dua hari itu diberikan oleh seorang fotografer asal Inggris yang tinggal di Indonesia. Saat datang ke kursus Ndari yang bermodalkan kamera prosumer sempat minder melihat peserta lain yang masih muda-muda dengan membawa kamera digital SLR. Niatnya untuk belajar tak mengurangi semangat ikut pelatihan. Selain kursus singkat itu, Ndari juga ikut perjalanan berburu foto yang dipandu sang fotografer ke sejumlah daerah di Indonesia serta ke Myanmar dan Laos.
Setahun kemudian, Ndari mengikuti kursus di sekolah fotografi Canon yang diasuh fotografer kawakan Kumara Prasetya. Mendapat guru yang berpengalaman mengajar fotografi dan sangat tegas membuatnya termotivasi untuk serius belajar dan menyelesaikan semua tugas hingga dinyatakan lulus dan mendapat sertifikat lulus sekolah foto.
Selama mengikuti pelatihan dan kursus baik menyelam dan fotografi, Ndari selalu menjadi peserta tertua. Dari yang awalnya dia merasa minder harus bergaul dengan orang yang lebih muda, akhirnya ia bersemangat karena keberadaannya justru menjadi inspirasi bagi peserta lain yang lebih muda.
Semangatnya untuk terus belajar dan mengeksplorasi di usia senja itu juga yang membuatnya mudah bergaul dengan berbagai kalangan yang usianya jauh lebih muda. Hingga akhirnya di kalangan fotografi di Indonesia, Ndari dikenal dengan panggilan Bude, penyebutan orang Jawa untuk perempuan yang lebih tua dari orangtua kita.
Keluarga petualang
Jiwa petualang Ndari tidak datang tiba-tiba. Berasal dari keluarga berada, Ndari kecil sudah ikut bertualang ke berbagai kota karena mengikuti penugasan ayahnya yang menjadi abdi negara. Ayah Ndari, Hermen Kartowisastro, merupakan sahabat dan teman sekolah Bung Karno saat sekolah setingkat SD di Mojokerto. Persahabatan mereka terus berlanjut hingga masing-masing menjadi tokoh dan pejabat negara.
Ndari merupakan anak ketujuh dari delapan bersaudara. Mereka lahir di berbagai kota sesuai tempat tugas sang ayah. Ndari sendiri lahir di Banjarnegara tahun 1943.
Tahun 1952, Ndari memulai ”petualangan” ke luar negeri saat ikut ayahnya yang mendapat mandat sebagai diplomat bagian ekonomi Eropa barat yang berkedudukan di Belanda. Di sana ia masuk sekolah Belanda. Dua tahun berselang, ayahnya dipindahkan tugas sebagai Konsul Jenderal di Singapura yang saat itu masih menjadi bagian negara Malaysia. Ndari pun mengikuti pindah dan masuk sekolah Belanda di Singapura hingga lulus setingkat SD.
Tahun 1957, Ndari pulang ke Indonesia untuk meneruskan SMP dan SMA di sekolah Santa Ursula. Di sekolah khusus perempuan ini dikenal dengan pendidikan karakter dan disiplin tinggi. Itu semua membentuk Ndari sebagai pribadi yang mandiri dan disiplin. Selepas SMA, ia kemudian mengambil pendidikan tinggi di Institut Teknologi Tekstil jurusan Kimia di Bandung.
Herudi Kartowisastro dan Hertriono Kartowisastro adalah kakak dan adik Ndari yang dikenal sebagai tokoh dan pelopor berbagai olahraga dirgantara di Indonesia. Menurut Ndari, sejak muda ia sudah sering melihat kakak dan adiknya melakukan olah raga petualang di alam bebas yang berisiko tinggi.
Baca juga: Buku Ruta 77, Sebuah Cerita Visual dari Perjalanan Bahagia
Kalaupun sekarang ia melakoni petualangan di usia yang sudah tidak muda lagi, hal itu menjadi salah satu penyesalannya karena tidak melakukannya sejak dulu. Meskipun demikian, keluarganya terutama anak dan cucunya tidak menghalangi Ndari menjalani hobi berpetualang. “Kalau saya pamit mau pergi paling mereka cuma ngomong, 'ingat umur',” katanya sambil tertawa.
Wajar jika anak dan cucu berpesan demikian, sebab Ndari kadang terlalu bersemangat dan tidak mengingat umur jika bepergian. Kebandelan Ndari dalam berpetualang seolah tak bisa dicegah. Pada akhir tahun 2020 saat pandemi Covid-19 masih tinggi, misalnya, ia ikut perjalanan ke Pulau Sumba. Padahal, sebagai orang dengan penyakit autoimun, Ndari tidak boleh divaksin anticovid-19.
Contoh lain, pada 2018 saat berburu foto bersama teman-temannya di kawasan lautan pasir Gunung Bromo, Ndari mengalami kecelakaan. Seusai memanjat bongkahan batu setinggi dua meter untuk memotret, ia tanpa sadar terguling saat mau turun. Hasilnya, tangan kanannya retak dan dia harus segera kembali ke Jakarta untuk perawatan.
Baca Juga: Suster Margaretha, pengabdian di Bukit Pada
Sebulan kemudian, dengan tangan yang belum sembuh total, ia pergi ke Kuala Lumpur Malaysia, untuk menjadi pembicara di forum aktivis perempuan atas undangan Marina Mahathir, putri Mahathir Muhammad.
Selain aktif di dunia fotografi, Ndari juga dikenal aktif di bidang sosial. Dia pernah menjabat sebagai Ketua Gerakan Pemberdayaan Suara Perempuan yang bergerak di bidang kesetaraan dan pendidikan politik untuk perempuan. Ia juga pernah menjadi Koordinator Aliansi Nasional Bhinneka Tunggal Ika II yang aktif menyuarakan demokrasi di Indonesia.
Kini dunia Bude Ndari hanyalah fotografi. Ia menemukan kebahagiaan saat menyusuri jalan-jalan sunyi di berbagai pelosok dunia. Di sana ia menikmati ketenteraman dari suasana hening alam yang indah. Dengan fotografi ia bisa mencuplik keindahan itu untuk di bawa pulang. Dan ketika pulang ke rumah, ia bersyukur bisa terus menikmati
”
keheningan” bingkai-bingkai fotonya.
Hermandari Kartowisastro
Lahir: Banjarnegara, November 1943
Keluarga: anak 2, cucu 4, cicit 1
Pendidikan: Institut Teknologi Tekstil jurusan Kimia di Bandung
Pekerjaan: Co-owner PT Caturgriya Naradipa
Karya:
- Buku fotografi Mengapa Tidak (2013)
- Buku fotografi Ruta 77 (2020)
- Pameran tunggal fotografi Mengapa Tidak di Jakarta (2013)
- Pameran tunggal fotografi Matur Nuwun di Jakarta (2023)
Organisasi:
- Ketua Gerakan Pemberdayaan Suara Perempuan
- Koordinator Aliansi Nasional Bhinneka Tunggal Ika II