Klemens Eka Hayon, Menghalau Sampah Menjaga Lingkungan
Namanya unik, Kios Laut Bukan Tempat Sampah. Ini adalah salah satu alat kampanye Kempi untuk peduli sampah di Larantuka.
Sehari-hari, Klemens Eka Hayon (35) adalah pegawai negeri sipil dan staf di bagian Poli Gizi Puskesmas Oka, Kecamatan Larantuka, Flores Timur, Nusa Tenggara Timur. Di luar itu, ia adalah pejuang lingkungan, penggerak anak muda lintas komunitas di Larantuka agar mau mengambil bagian menjaga lingkungan.
Dari jauh, kios kecil di Lorong Statistik, Kelurahan Sarotari Tengah, Larantuka, Flores Timur, Nusa Tenggara Timur, Rabu (1/11/2023), itu terlihat biasa saja. Tetapi saat berada lebih dekat, kios itu unik, mulai nama, ornamen-ornamen, hingga konsepnya jualannya.
Namanya Kios Laut Bukan Tempat Sampah. Nama itu menyambut dan pasti dibaca siapa saja yang datang berbelanja, termasuk mereka yang melintas. Pesannya menohok, mengingatkan orang bahwa laut bukanlah tempat sampah.
Di bagian depan kios, juga ada sketsa penyu dan pesan singkat lain. ”Terima kasih so belanja te pake kantong keresek” yang kira-kira berarti terima kasih sudah berbelanja tanpa kantong keresek. Pesan serupa juga tertulis di tembok kiri kios, ”Di pantai dan di laut, hewan tidak meninggalkan sampah. Manusia iya. Tolong berperilakulah seperti hewan”.
Kios Laut Bukan Tempat Sampah adalah salah upaya Klemens untuk membangun kesadaran masyarakat di Larantuka agar peduli terhadap lingkungan, khususnya penanganan sampah plastik. ”Kios ini dibangun pada November 2021. Awalnya bantu mama supaya punya aktivitas,” kata Klemens yang akrab disapa Kempi.
Dalam perjalanannya, Kios ini menjadi salah satu alat kampanye Kempi. Keunikan kios itu, tidak hanya nama kios dan pesan-pesan yang ditulis di sana, tetapi juga tawaran lain. Misalnya potongan harga jika belanja tanpa kantong plastik.
”Jika membeli enam butir telur dan tanpa kantong keresek atau pembeli memakai tas belanja kain, akan dapat potongan Rp 500. Begitu juga jika belanja barang kelipatan 50.000 tanpa keresek,” ujarnya.
Kiosnya menjual tumbler, sedotan nonplastik, dan juga dilengkapi dengan bak sampah. Ada juga isi ulang air gratis bagi yang membawa tumbler ke sana. ”Sudah ada yang datang isi ulang tumbler seperti anak SD dan SMP,” kata Kempi.
Komunitas
Sebelum membuka kios tersebut, Kempi lebih dulu bergabung dengan Komunitas Trash Hero di Larantuka pada 2019. Bersama komunitas itu, Kempi terlibat kegiatan bersih-bersih pantai rutin. Hal itu sekaligus menjadi awal gerakan yang ia lakukan hingga sekarang.
”Sampai sekarang, aksi bersih pantai sudah mencapai 106 kali. Total sampah di pantai yang sudah dibersihkan sekitar 6 ton dalam empat tahun terakhir,” kata Kempi.
Baca juga: Irfandi, berikan ruang belajar seni gratis di Menoreh
Meski terbilang indah dengan pasir putihnya, pantai-pantai di Larantuka cukup banyak yang kotor oleh sampah. Terutama sampah plastik. Sebagai tenaga kesehatan yang sering bicara tentang gizi, kondisi itu sangat mengkhawatirkan.
”Saya mengedukasi orangtua memberi anaknya makanan yang baik dan bergizi. Secara tidak sadar, makanan tersebut mungkin sudah terkontaminasi. Apalagi jika bicara Flores Timur yang hasil ikannya banyak karena warganya jadi nelayan. Jadi kalau pantai dan lautnya penuh sampah, ikan makan mikro plastik, dan itu dimakan oleh kita,” kata Kempi.
Sejalan dengan bersih-bersih pantai rutin, kemudian membangun kios pada 2021, Kempi juga menggerakkan lintas komunitas. Hal itu berawal dari keterlibatannya di kegiatan Koalisi Kopi atau Kelompok Orang Muda Peduli Iklim.
Koalisi Kopi adalah salah satu dari empat koalisi dalam Program Suara untuk Aksi Iklim Berkelanjutan (Voices for Just Climate Action atau VCA) di lingkup Nusa Tenggara Timur. Kegiatan itu dikoordinasi Yayasan Humanis dan Inovasi Nasional atau Hivos Indonesia. Koalisi Kopi fokus pada bagaimana anak-anak muda lintas komunitas, baik lingkungan maupun nonlingkungan, berkolaborasi menggarap isu lingkungan.
Kempi dan rekan-rekannya sadar bahwa program VCA terbatas oleh waktu. Namun, semangatnya harus dipertahankan. Oleh karena itu, mereka menggagas Mura Rame pada 2022.
”Mura Rame menjadi ruang berkumpul dan belajar. Sekaligus berkegiatan dengan saling memanfaatkan kekuatan dan sumber daya masing-masing, termasuk bersih-bersih pantai sekali sebulan,” kata Kempi.
Saat ini, 22 komunitas tergabung dalam Mura Rame. Jika ditotal, ada sekitar 150 anggota. Selain lingkungan, komunitas yang tergabung dari bidang literasi, keagamaan, ekonomi kreatif, dan seni budaya.
Bersih-bersih pantai dilakukan dengan memilih pantai yang penuh sampah. Lalu mereka bersama-sama mengangkat semua sampah yang ada. Sebelum mengantar sampah itu ke dinas terkait, Kempi memimpin diskusi terkait lingkungan dan kegiatan mereka selanjutnya.
Di luar kegiatan rutin bersama Mura Rame, Kempi juga menggerakkan komunitas di lingkungan tempat tinggalnya, seperti Komunitas Orang Muda Katolik. ”Bersama anggota komunitas ini, kami berkeliling kompleks untuk angkat sampah dari rumah ke rumah. Lalu membuangnya ke TPS. Aksi langsung, menurut kami, adalah cara mengedukasi yang tepat daripada menegur, apalagi yang lebih tua dari kami,” kata Kempi.
Sejak Juni 2023, Kempi juga membentuk komunitas Rombongan Pesepeda Mengayuh dan Membersihkan. Setiap Sabtu, sore, sekali sebulan, mereka bersepeda bersama ke pantai dan bersih-bersih. ”Khusus komunitas ini, sudah jalan empat kali. Anggotanya memang masih sedikit, lima orang,” ujarnya.
Tidak hanya di tingkat komunitas, Kempi juga kerap menjadi pembicara di forum-forum lingkungan, termasuk dalam diskusi dengan pemerintah.
Baca juga: Mursida Rambe dan Ninawati, 29 tahun membersihkan jeratan rentenir
”Kaka Kempi paling kritis, terutama soal lingkungan. Ia yang paling getol mengingatkan pemerintah kalau adakan kegiatan, jangan sampai lupa urusan sampah,” tutur Magdalena Oa Eda Tukan, Koordinatar Simposio Institute, komunitas yang fokus pada arsip kajian dan pengembangan sosial budaya Flores Timur. Simposio adalah salah satu yang tergabung dalam Mura Rame.
Selain itu, Kempi juga aktif mengedukasi anak-anak di sekitar lingkungannya. Misalnya mengajak mereka membersihkan pantai dan memberikan hadiah kelapa muda. ”Saat sosialisasi ke sekolah-sekolah terkait gizi, saya selipkan juga kampanye tentang kepedulian terhadap lingkungan kepada siswanya. Misalnya dengan membawa kotak makanan dan botol minuman sendiri,” kata Kempi.
Dari diri sendiri
Kempi mengakui tidak mudah mengajak orang untuk peduli terhadap lingkungan. Oleh karena itu, saat satu orang saja di luar komunitas-komunitas mau ikut bergerak, Kempi merasa sangat senang. ”Misalnya ada satu saja orang baru yang mau datang isi ulang tumbler di kios, itu rasanya senang sekali.”
Oleh karena itu, ia terus berusaha menjadi contoh. Misalnya dengan ke mana-mana membawa botol air. ”Sekalipun masih makan dari makanan dengan kemasan plastik, sudah tidak buang sampah sembarangan lagi. Ada saku baju, saku celana, bisa simpan di situ dulu sampai ketemu bak sampah,” kata Kempi.
Pelan-pelan, ia juga berhasil mengajak orangtuanya. ”Mama sekarang ke pasar bawah tas belanja. Sudah mengurangi plastik,” tutur Kempi.
Di lingkungan kerjanya juga demikian. Ia misalnya merogoh uang sendiri untuk membeli galon air. ”Kalau sudah ada, saya kirim pesan ke grup WA kantor: yang butuh air, silakan asal bawa tumbler. Kalau habis, saya isi lagi. Sekarang, sudah hampir 90 persen rekan kerja pakai tumbler,” cerita Kempi.
Menurut dia, tidak serta-merta orang menyukai apa yang dia lakukan. Kadang, ada omongan miring dari orang lain. ”Dulu pernah dibilang, udah PNS kok ngurusin sampah. Mungkin itu kedengarannya kasar, tetapi justru pelecut buat saya. Tapi saya tidak tanggapi dan pusingkan. Karena emang niat saya baik untuk kepentingan lingkungan,” kata Kempi.
Kempi mengatakan, jalannya masih panjang. Ia belum mau puas dengan apa yang sudah dilakukannya sejak beberapa tahun terakhir, termasuk dampaknya. Ia ingin semakin banyak orang yang terlibat dan menjadi gerakan yang lebih besar, termasuk pengarus utamanya pada program-program pemerintah.
Bagi Kempi, kesadaran bersama itu sangat penting. Kepedulian terhadap lingkungan mungkin tidak akan bisa langsung atau serta-merta terlihat dan dirasakan saat ini, tetapi akan menjadi warisan berharga untuk anak cucu di masa mendatang.
Klemens Eka Hayon
Lahir: Menanga, Solor, Flores Timur, 16 Novemebr 1989
Pendikan Terakhir: D3 Gizi di Poltekes Kupang