Irfandi Berikan Ruang Belajar Seni Gratis di Menoreh
Irfandi memiliki banyak talenta seni. Keterampilan seni itu diajarkannya kepada semua yang tertarik belajar.
Hanya berpendidikan terakhir setingkat SD, Irfandi (50) dikenal aktif mengajar dan berbagi ilmu tentang seni kepada siapa saja yang datang ke rumahnya di lereng perbukitan Menoreh di Desa Giritengah, Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Para ”murid” pun berdatangan dari berbagai kalangan, mulai dari warga sekitar, pelajar, mahasiswa, hingga dosen dari beragam universitas, seperti UGM dan ITB.
Pengetahuan itu pun dibagikannya lintas batas ke pelajar dan mahasiswa dari sejumlah negara, seperti Amerika Serikat, Thailand, dan Jepang. Mereka bersemangat menyerap ilmu dari Irfandi.
”Mereka senang mempelajari pengetahuan dan keterampilan tentang seni yang semuanya sebatas saya pelajari secara otodidak,” ujarnya sembari tersenyum saat ditemui di rumahnya di Desa Giritengah, Senin (4/12/2023).
Semua pengetahuan dan keterampilan tersebut diajarkannya secara gratis, tanpa syarat apa pun. Layanan pembelajaran seni tanpa biaya ini sudah biasa dilakukan di rumahnya sejak tahun 2014 hingga sekarang.
Sehari-hari Irfandi sebenarnya berprofesi sebagai petani. Namun, di luar itu, dia juga memiliki banyak keahlian di bidang seni. Memulai dengan menari jathilan di grup kesenian sejak tahun 2000, dia pun intens mengembangkan kemampuan dengan berusaha belajar sendiri. Dia kini ahli membuat aneka ragam topeng, menciptakan tari, membuat wayang, melukis, menyablon, dan menciptakan tari kreasi baru, termasuk gerak tari yang hanya sekedar dibuat dengan iringan musik tembang dolanan.
Dari aktivitas pengajaran yang dilakukannya, aktivitas berbayar hanyalah kegiatan ekstrakurikuler tari yang diberikannya seminggu sekali di salah satu MI di Desa Giritengah atau saat dia diundang menjadi pengajar penulisan aksara Jawa di salah satu hotel di Kecamatan Borobudur. Di luar itu, semuanya diberikannya dengan gratis, tanpa embel-embel bayaran dalam bentuk apa pun.
Nalurinya sebagai guru dan membagikan ilmu selalu ada setiap waktu. Bahkan, ketika kemudian tidak ada yang datang ke rumah, dia sering kali mengajak dan mengajari anak-anak yang bermain di sekitar rumahnya untuk belajar membuat benda tertentu dengan memanfaatkan barang-barang yang ada di sekitar. Seperti saat ditemui pada Senin (4/12/2023), Irfandi sedang sibuk mengajari anak-anak membuat wayang berbahan kulit bambu muda yang kemudian disebutnya sebagai wayang clumpring.
Meski begitu, dalam setiap aktivitas pengajaran yang dilangsungkannya, Irfandi selalu menolak untuk dipandang sebagai pakar atau yang paling ahli dalam bidang tersebut.
”Aktivitas pembelajaran bersama tamu-tamu di rumah sebenarnya adalah aktivitas belajar bersama. Saya bukanlah orang yang layak disebut sebagai orang yang paling pintar atau paling jago,” ujarnya merendah.
Baca juga: Tino Mariam, Napas Hidup Maestro Tale
Belajar dari melihat
Irfandi menyukai berbagai ragam kesenian. Sekitar tahun 2001, dia mulai bergabung dengan salah satu grup kesenian dan aktif menari sejumlah tarian, seperti jathilan butho gedruk.
Ketika itu, dia terusik karena melihat sebagian topeng yang dipakai untuk menari rusak. Di satu sisi, kebutuhan topeng tidak bisa serta-merta dengan cepat dipenuhi.
”Untuk membeli topeng, biasanya kami harus mencari hingga luar kecamatan. Kadang kala topeng yang tersedia pun belum tentu cocok, sesuai dengan kebutuhan,” ujarnya.
Oleh karena itu, Irfandi berinisiatif membuat topeng sendiri. Bahan baku kayu didapatkannya dari lingkungan sekitar rumah. Topeng akhirnya dibuat hanya dengan menggunakan alat pertukangan kayu milik orangtuanya. Tidak ada yang mengajari, topeng pun dapat dibuat hanya berdasarkan ingatan pada topeng yang pernah dilihat, termasuk topeng rusak milik grup kesenian.
Berawal dari itu, Irfandi justru gemar membuat topeng. Tahun 2004, dia kemudian membuat sanggar seni pahat yang diberinya nama Sang Prabu Yekso, yang kemudian diganti menjadi Sanggar Jalartwara. Nama ini terinspirasi dari jaladwara, sistem drainase lama di Candi Borobudur, sekaligus dipadukan dengan makna art yang dalam bahasa Inggris berarti seni dan wara dalam bahasa Jawa yang bermakna informasi atau pengumuman.
Sesuai dengan arti nama sanggarnya, Irfandi juga bisa dan terbiasa membuat topeng sesuai dengan informasi atau ”pengumuman” yang disampaikan secara lisan oleh pelanggan.
”Cukup sampaikan saja, misalnya, berkeinginan membuat topeng naga dengan gigi taring di bagian samping, depan, dan cula di kepala. Pak Irfandi akan langsung bisa membuatnya tanpa cela,” puji Achmad Solikhan (34), salah seorang warga Desa Giritengah, yang pernah memesan topeng dari Irfandi.
Kesaksian Solikhan tidak diragukan karena banyak orang kemudian juga memesannya. Tidak hanya topeng untuk menari, dia pun kemudian terlatih membuat karya pahatan kepala sosok ataupun binatang tertentu dalam ukuran bervariasi. Mulai dari ukuran mungil, yang dibuat sebagai gantungan kunci, hingga patung besar setinggi setengah meter.
Seiring ramainya pesanan, Irfandi makin gemar memahat dan mencoba bereksperimen dengan beragam kayu. ”Saya pernah bereksperimen memakai kayu dari pohon mangga dan akhirnya justru terkejut karena bahan kayu itu ternyata memang bisa digunakan untuk membuat topeng,” ujarnya.
Kebiasaan bereksperimen dan mencoba-coba sendiri itu juga diterapkan di berbagai hal lain dan akhirnya membuat Irfandi bisa menciptakan karya di berbagai ragam seni lainnya.
Mengajari anak-anak
Irfandi senang mengajari siapa pun. Namun, dia jauh lebih bersemangat memberikan pengajaran kepada anak-anak. Bagi dia, pengajaran untuk anak adalah agenda yang ”wajib” dilakukan sebagai bekal keterampilan bagi mereka di masa mendatang.
”Sekalipun nanti anak-anak bekerja, jadi orang kantoran, setidaknya keterampilan yang dimiliki bisa menjadi bekal bagi mereka untuk memiliki pekerjaan sampingan atau mungkin bekal keterampilan yang bisa dikerjakan setelah pensiun,” ujarnya.
Baca juga: Jon Fosse, Suara yang Tidak Terungkapkan
Anak-anak menjadi kelompok yang harus diperhatikan dan diberdayakan. Oleh karena itu, melihat anak-anak banyak berdiam di rumah selama masa pandemi, dia pun tergerak mengajari mereka menari.
Tahun 2019, Irfandi membentuk kelompok tari Abhinaya, yang kini telah memiliki 70 anak sebagai anggota. Sebagian di antaranya bahkan berasal dari kecamatan lain. Untuk latihan tari mereka, Irfandi menciptakan 13 tari kreasi baru dan sedikitnya lima tarian yang diiringi tembang dolanan.
Hingga kini, Irfandi tetap terbuka menerima siapa saja yang ingin belajar seni, termasuk anak-anak. Bagi dia, segala ilmu, pengetahuan, dan keterampilan yang dimiliki tidak sepantasnya disimpan sendiri, tetapi harus dibagikan kepada banyak orang di berbagai penjuru negeri.
Irfandi
Lahir: Magelang, 9 Maret 1973
Pendidikan: MI Ma’arif Giritengah, Borobudur
Profesi: Seniman, pemilik Sanggar Jalartwara, dan pimpinan kelompok tari Abhinaya