Christian Wueck menciptakan sejarah sepak bola Jerman. Tim Jerman U-17 merebut gelar ganda, Piala Eropa dan Piala Dunia.
Oleh
MUHAMMAD IKHSAN MAHAR
·5 menit baca
Semua pemain tim Jerman U-17 gaduh di ruang konferensi pers Stadion Manahan, Surakarta, Jawa Tengah, setelah mereka memastikan gelar juara Piala Dunia U-17 2023, Sabtu (2/12/2023) malam. Sang pelatih, Christian Wueck (50), yang tengah memberikan keterangan kepada puluhan wartawan, menjadi sasaran siraman sampanye.
Para pemain, di antaranya Noah Darvich, Paris Brunner, dan Max Moerstedt, berdiri di belakang Wueck sembari melompat dan berteriak, ”Deutschland, Deutschland.” Itu cara ke-21 pemain terbaik Jerman kelahiran Januari 2006 hingga Desember 2007 meluapkan kebahagiaan sekaligus apresiasi kepada juru taktik mereka.
Wueck telah menahbiskan dirinya sebagai pelatih muda terbaik yang pernah dimiliki Federasi Sepak Bola Jerman (DFB). Dua gelar dalam satu tahun, yaitu Piala Eropa U-17 dan Piala Dunia U-17, adalah bukti tangan dingin pelatih kelahiran kota kecil, Werneck, itu.
Keberhasilan Wueck itu bukan sekadar karena ia memiliki skuad remaja terbaik, melainkan juga keberhasilannya melahirkan kembali ”mental panser” yang menjadi resep kedigdayaan tim nasional Jerman di Eropa dan dunia pada periode 1980-an hingga 1990-an. Tidak main-main, sosok yang memulai karier sebagai pelatih dengan menangani tim Bundesliga 3, Rot Weiss Ahlen, pada 2007 itu memberi tempaan khusus kepada anak asuhannya.
Ia mendukung tim dengan menghadirkan pakar psikologi sejak tim Jerman U-17 dibentuk pada 2021. Tak ketinggalan, Wueck juga membentuk staf pelatih dan ofisial tim yang bisa mengayomi 21 pemain remaja Jerman. Mereka menjadi kakak, orangtua, sekaligus pelatih bagi skuad muda ”Die Mannschaft”.
Perhatian Wueck kepada pemainnya juga terus ia berikan ketika mereka berada di timnya masing-masing. Setelah menjadi juara Piala Eropa U-17 2023, Juni lalu, Wueck mencermati perkembangan setiap pemainnya dengan intens hingga ia mengumpulkan kembali pemainnya untuk Piala Dunia U-17 2023, Oktober lalu.
”Kami memang fokus untuk membentuk kekuatan mental tim ini. Setelah mental, kami memastikan semua pemain adalah pemain terbaik di posisi mereka,” ucap Wueck, Sabtu lalu, di Surakarta.
Kekuatan mental ditampilkan skuad asuhan Wueck sejak memasuki fase gugur. Mereka bisa menumbangkan Amerika Serikat, 3-2, di babak 16 besar setelah dua kali disamakan kedudukan.
Pada babak semifinal, Jerman yunior tampil luar biasa untuk mengalahkan Argentina, 4-2, melalui drama adu penalti. Mereka bisa bangkit setelah mengalami sengatan psikologis akibat gol penyama kedudukan Argentina di waktu tambahan babak kedua.
Saat itu, semua pemain Jerman di bangku cadangan sudah berdiri untuk merayakan lolosnya mereka ke final. Perayaan itu tertunda karena laga berakhir, 3-3, dalam waktu normal. Jerman akhirnya mengunci kemenangan dalam drama adu penalti berkat performa apik Konstatin Heide, sang kiper.
Menunggu hingga adu penalti juga dialami Jerman dalam laga final kontra Perancis. Sempat unggul dua gol, Jerman harus menerima keunggulan itu lenyap setelah bermain dengan 10 orang sejak menit ke-69. Seperti tak mengalami kendala meskipun mengalami kenyataan pahit gelar juara lepas dalam waktu normal, Jerman menang adu penalti, 4-3, atas Perancis.
”Semua pemain dan tim pelatih telah bekerja keras untuk membawa kami meraih prestasi ini. Tanpa persiapan matang yang disiapkan pelatih dan ofisial, kami tentu tidak akan bisa melewati tantangan di setiap pertandingan,” tutur Heide.
Fokus pembinaan
Wueck telah berkecimpung di tim remaja Jerman sejak 2012. Ia berpengalaman memegang tim Jerman U-15, U-16, dan U-17 selama lebih dari satu dekade.
Kepiawaiannya membina pemain remaja itu tidak lepas dari pengalamannya ketika masih menjadi pemain. Wueck telah menjalani debut di tim utama FC Nuernberg ketika usianya masih 17 tahun. Ia pun mencatatkan diri sebagai salah satu pemain muda yang bermain untuk Nuernberg, yang kini berkompetisi di Bundesliga 2.
Ia juga berpengalaman membela tim Jerman U-21 pada periode 1992-1994. Kemampuannya tampil di berbagai posisi, seperti gelandang serang dan penyerang sayap, membantu Wueck mencatatkan tiga gol bersama tim Jerman U-21.
Meskipun memiliki karier yang baik selama 12 tahun bermain di empat klub Jerman, seperti Nuernberg, Karlsruher, VfL Wolfsurg, dan Arminia Bielefeld, Wueck tidak pernah membela tim senior Jerman.
Fokus mengelola tim muda membuat Wueck dikenal sebagai salah satu instruktur pelatih di DFB yang fasih memanfaatkan teknologi. Kemampuannya itu digunakan untuk menganalisis pertandingan dan pemain.
Penciumannya yang tajam terhadap bakat pemain remaja diperkuat dengan kecermatannya mengolah data demi membantu peningkatan performa anak asuhannya. Tak heran, Wueck mampu memaksimalkan pemain-pemain penting di tim Jerman U-17.
Selain itu, ia juga berhasil mengeluarkan kemampuan terbaik 20 pemain yang diturunkannya pada Piala Dunia U-17 2023 di Indonesia.
Badai cedera yang menghantui Jerman sejak semifinal, yang membuat hanya 16 pemain yang tersedia bermain, tidak mengurangi sedikit pun kekuatan Die Mannchaft.
Wueck mengungkapkan, Jerman memiliki pemain-pemain yang baik. Oleh karena itu, semua pihak perlu memberikan kepercayaan kepada mereka untuk tampil. Seiring gelar ganda tim Jerman U-17, ia berharap 21 pemainnya itu mendapat kesempatan yang layak dari tim-tim mereka untuk menembus tim utama.
”Kami sudah membuktikan kekurangan dan kesalahan pemain bisa diredam apabila kita memberikan mereka kepercayaan. Saya berharap federasi dan klub-klub memberikan jaminan kepada talenta muda ini waktu bermain yang cukup. Sebab, itu satu-satunya cara mereka bisa melanjutkan perkembangan mereka,” ujar Wueck yang gemar mengenakan kaus dan celana panjang olahraga selama memimpin timnya di Indonesia 2023.
Terkait kariernya, Wueck belum memikirkan masa depannya. Ia enggan terburu-buru membicarakan potensi ketertarikan tim profesional merekrutnya.
”Saya ingin beristirahat dan menikmati dulu prestasi ini. Jika ada kesempatan, saya ingin kembali ke Indonesia,” ucap juru taktik berpostur 1,8 meter itu.