Berawal dari hobi membaca sejak kecil, Budi Susila tergerak mendirikan taman bacaan di desanya. Selain untuk menularkan kegemaran membaca, taman bacaan itu juga menjadi sarana pembentukan karakter untuk anak-anak.
Oleh
WILIBRORDUS MEGANDIKA WICAKSONO
·4 menit baca
Bangunan mungil bercat biru itu tampak semarak dengan kehadiran sejumlah anak, Selasa (24/10/2023). Beberapa di antara mereka terlihat asyik menggambar dan mewarnai. Sementara itu, sebagian lainnya bermain bongkar pasang balok untuk dirangkai menjadi rumah-rumahan.
Di dalam ruangan berukuran 3 meter x 10 meter itu terdapat sekitar 5.000 buku yang tersusun rapi di sejumlah rak. Ada buku dongeng dan cerita rakyat, buku pengembangan diri, buku pelatihan keterampilan, hingga buku braille untuk penyandang tunanetra. Di sana juga dipajang lukisan anak-anak, aneka wayang, gambar pahlawan nasional, dan hasil kerajinan tangan.
Bangunan bercat biru itu merupakan markas Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Omah Buku yang berlokasi di Desa Blondo, Kecamatan Mungkid, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Taman bacaan itu didirikan oleh Budi Susila (52), warga Desa Blondo, yang sehari-hari bekerja sebagai guru Sekolah Luar Biasa (SLB) Negeri Kota Magelang.
Taman bacaan itu bermula saat Budi menaruh buku dan majalah koleksinya di pos kamling dekat rumah pada tahun 2015-2016. Tak disangka, buku itu ternyata dibaca oleh warga saat ronda pada malam hari dan anak-anak pada siang atau sore hari. Pos kamling itu pun menjadi pos baca warga setempat.
Seiring berjalannya waktu, jumlah buku di pos kamling itu kian bertambah. Pada tahun 2017, pemerintah desa setempat memberikan fasilitas berupa ruangan bekas pondok bersalin desa (polindes) untuk taman bacaan.
Sejak saat itu, TBM Omah Buku pun eksis dan aktif mengadakan beragam kegiatan. Saat ini, Budi dibantu lima sukarelawan untuk mengelola taman bacaan tersebut.
Selain aktivitas membaca buku, Budi menuturkan, ada beragam kegiatan yang digelar di TBM Omah Buku, misalnya mendongeng, bedah buku, lomba menggambar dan mewarnai, serta beragam pelatihan, misalnya membatik dan membuat wayang. TBM Omah Buku juga rutin menggelar jelajah sejarah dengan mengajak anak-anak mengunjungi situs dan candi-candi kecil di Magelang.
”Kami sadar Magelang itu daerah yang sangat kaya dengan cerita dan peninggalan sejarah. Di sini ada candi-candi, situs, dan sebagainya. Kita tahunya hanya Candi Borobudur, padahal tidak hanya itu,” kata Budi.
Budi menyebut, TBM Omah Buku pernah menggelar kunjungan ke belasan candi kecil, misalnya Candi Ngawen, Gunung Wukir, Selogriyo, Losari, Lumbung, dan Candi Pendem. Biaya transportasi dan konsumsi untuk kunjungan itu diambil dari bantuan dana desa yang diterima TBM Omah Buku sejak 2018. Besaran bantuan itu Rp 8 juta hingga Rp 13 juta per tahun.
Hingga saat ini, TBM Omah Buku tercatat memiliki 885 orang anggota. Mereka berasal dari Desa Blondo dan desa sekitar. Selain membaca, Budi juga mendorong para anggota taman bacaan itu untuk menulis. Hasilnya, sudah ada beberapa buku kumpulan cerita anak dan puisi yang diterbitkan. ”Menulis itu adalah saudara kembar dari membaca,” ujar Budi.
Gemar membaca
Dedikasi Budi mewujudkan taman bacaan berawal dari kesukaannya membaca sejak kecil. Saat diajak pergi ke kota oleh ayahnya, Budi selalu minta dibelikan buku, majalah, atau koran bekas. Selain itu, dia rajin menyambangi rumah tetangganya yang berlangganan koran. ”Pertama kali yang dibaca adalah bagian puisi, cerpen, lalu komik. Baru kemudian baca beritanya,” kenang Budi.
Saat Budi masih kecil, almarhum ayahnya pernah bercerita bahwa di desanya akan dibangun perpustakaan. Budi pun menyambut antusias kabar itu. Namun, hingga ia dewasa, kisah itu tak terwujud. ”Ini seperti penantian tak berujung. Sewaktu sekolah, saya lampiaskan dengan sering berkunjung ke perpustakaan,” katanya.
Setelah dewasa dan bekerja sebagai guru SLB, Budi rutin menyisihkan gajinya untuk membeli buku serta majalah. Buku dan majalah itulah yang kemudian diletakkannya di pos kamling untuk menularkan minat baca kepada warga sekitarnya. ”Sejak awal saya sadar dan siap jika buku-buku itu rusak atau sobek atau mungkin juga hilang. Tidak apa-apa, itu risiko,” ujarnya.
Budi menuturkan, setelah TBM Omah Buku eksis, banyak warga dan anak-anak di Desa Blondo yang lebih akrab dengan buku. Selain menularkan minat baca, Budi dan para sukarelawan juga berupaya menanamkan budi pekerti kepada anak-anak di desanya dengan hal-hal sederhana. Salah satu contohnya, Budi selalu mengajak anak-anak membersihkan sampah di dekatnya meski sampah itu bukan milik mereka.
Budi juga berupaya mengajak anak-anak untuk mengembangkan sikap toleransi serta berani berpendapat atau berbicara. Sebagai upaya pendekatan, Budi tidak menerapkan peraturan yang ketat di TBM Omah Buku. ”Tempat ini berantakan sedikit tidak apa-apa. Anak-anak jangan banyak diomelin,” ujarnya.
Sejak awal saya sadar dan siap jika buku-buku itu rusak atau sobek atau mungkin juga hilang.
Atas kiprahnya selama ini, TBM Omah Buku meraih sejumlah penghargaan, misalnya Juara 1 Lomba TBM Tingkat Kabupaten Magelang pada 2019 dan TBM Kreatif-Rekreatif dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi pada 2021.
Budi mengatakan, ke depan, ia terus ingin memberi manfaat, terutama kepada generasi muda. Oleh karena itu, dia pun ikut terlibat saat Desa Blondo berencana mengembangkan perpustakaan desa.
”Saya sering menyemangati teman-teman sukarelawan, mari kita terus memberi manfaat untuk lingkungan terdekat. Kami tidak pernah bicara literasi dalam skala Indonesia atau Magelang, tetapi ini untuk tetangga dan anak-anak sekitar,” ucapnya.
Budi Susila
Lahir: Magelang, 4 Maret 1971
Istri: Sri Lestari Budiningsih
Anak: Sri Kurniawati dan M Chandra Kurniawan
Pendidikan: S-2 Pendidikan Luar Biasa Universitas Negeri Yogyakarta
Pekerjaan: Guru SLB
Aktivitas: Pengelola Taman Bacaan Masyarakat Omah Buku
Penghargaan:
Peringkat II Guru SLB Berdedikasi Provinsi Jawa Tengah (2018)
Peringkat II Inovasi Pembelajaran Guru Pendidikan Khusus Provinsi Jateng (2019)
Juara 1 Lomba TBM Tingkat Kabupaten Magelang (2019)