Surip, Pengajar ”String Art” Anak-anak Disabilitas
Perjalanan hidup Surip menjadi guru ”string art” untuk anak-anak disabilitas bermula ketika ia mengajari Chandra, anak laki-lakinya yang merupakan penyandang disabilitas.
Bagi Surip (45), seniman pegiat string art, paku dan benang tak bisa dipandang sebelah mata. Dengan dua benda itu, ia membantu anak-anak disabilitas menciptakan karya seni yang menakjubkan.
Surip, atau yang lebih dikenal dengan panggilan Mbah Surip, sehari-hari berkutat dengan paku dan benang. Di tangan pria itu, susunan paku dan kaitan benang dapat membentuk berbagai gambar yang indah.
Berbagai karya yang pernah ia buat, antara lain, lukisan berupa wajah sejumlah tokoh besar yang pernah menjabat presiden Republik Indonesia, seperti Soekarno, Megawati Soekarnoputri, dan Abdurrahman Wahid.
Tak ingin berkarya sendiri, Surip juga menjadi pengajar string art bagi anak-anak disabilitas sejak tiga tahun lalu. Saat ini, ia mempunyai 35 anak-anak binaan dari Lampung, Palembang, dan Kalimantan Tengah.
Baca juga: Baron Famousa Memberi Nyawa pada Batu
Di Lampung, surip merintis pendirian Rumah Kreatif Keluarga Disabilitas di rumahnya yang terletak di Desa Negeri Ulangan Jaya, Kecamatan Negeri Katon, Kabupaten Pesawaran. Rumah itu ia jadikan tempat belajar bagi anak-anak disabilitas yang ingin belajar karya seni string art dan seni kreatif lainnya.
Perjalanan hidup Surip menjadi guru string art untuk anak-anak disabilitas bermula ketika ia mengajari Chandra, anak laki-lakinya yang merupakan penyandang disabilitas. Hal itu dia lakukan untuk melatih motorik anaknya yang menderita lumpuh otak (celebral palsy). Kelainan saraf otak tersebut membuat Chandra kesulitan berjalan di usianya yang menginjak delapan tahun.
”Belajar membuat karya seni string art juga bisa meningkatkan fokus dan melatih mental anak-anak. Anak-anak disabilitas membuktikan bahwa mereka mampu membuat karya seni yang indah,” kata Surip saat ditemui, Jumat (3/11/2023).
Surip mengajak Chandra belajar string art sejak usianya lima tahun. Awalnya, Surip hanya mengajak Chandra mengaitkan benang pada paku mengikuti pola yang telah disusun. Setelah tiga tahun belatih, banyak perkembangan yang terlihat pada Chandra.
Menurut Surip, fokus Chandra sudah lebih baik. Saat ini, Chandra mulai belajar di sekolah negeri dekat rumahnya. Chandra juga lebih percaya diri dan berani membuat karya string art di depan banyak orang.
Terakhir, ia bersama Chandra dan Sumirah, istrinya, diundang ke Bengkulu untuk membuat karya string art Rumah Bung Karno. Chandra berkontribusi besar dalam membuat karya itu.
Pengalaman mendampingi Chandra membuat Surip ingin lebih banyak berbagi ilmu string art kepada anak-anak berkebutuhan khusus. Lewat jaringan Forum Keluarga Spesial Indonesia Wilayah Lampung, ia menawarkan diri sebagai guru sukarela bagi anak-anak disabilitas. Dia berharap akan banyak anak-anak penyandang disabilitas yang menghasilkan karya seni tersebut.
Tantangan
Di Lampung, Surip mendampingi sekitar 15 anak-anak disabilitas dari beberapa kabupaten di Lampung yang tertarik belajar string art. Mayoritas anak-anak tersebut merupakan penyintas disabilitas mental, disabilitas intelektual, tunarungu, dan beberapa anak yang menderita lumpuh otak.
Surip membuka pintu rumahnya kapan saja saat anak-anak itu datang bersama orangtuanya untuk belajar string art. Tak jarang pula Surip yang datang ke rumah anak-anak binaannya untuk mengajari mereka membuat karya seni dari benang dan paku tersebut.
Baca juga: Syamsul Sia, Penjaga Laut Kawa
Ia mengatakan, anak-anak binaan Surip yang berada di Sumatera Selatan difasilitasi oleh PT Pusri. Beberapa kali dia diundang ke Palembang untuk mengajari anak-anak disabilitas di sana.
Sementara itu, anak-anak binaannya dari Kalimantan Tengah difasilitasi oleh PT Sawit. Demi belajar string art, anak-anak disabilitas itu datang ke Lampung dan tinggal di rumah Surip.
Menurut Surip, setidaknya dibutuhkan waktu sekitar enam bulan untuk bisa mengajari seorang anak disabilitas membuat string art. Pelatihan juga harus dilakukan dalam jumlah terbatas. Surip mengaku untuk setiap pertemuan hanya bisa melatih maksimal dua anak dengan didampingi orangtuanya masing-masing.
Pada awal latihan, Surip mengajari anak-anak itu merajut benang pada paku yang telah disusun mengikuti pola gambar. Bulan berikutnya, anak-anak akan diajarkan memasang paku pada media lukis. Sejumlah barang bekas, seperti ban dan tripleks, bisa dipakai sebagai media lukisan yang diletakkan di atas kain yang telah dipola.
Menurut dia, waktu yang dibutuhkan untuk membuat satu karya bergantung pada kerumitan gambar dan besar atau kecilnya ukuran bingkai. Untuk karya sederhana, dibutuhkan waktu sekitar dua minggu. Namun, untuk karya yang rumit, dia bisa membutuhkan waktu hingga berbulan-bulan.
Berbagai tantangan juga dihadapi Surip saat menjadi guru untuk anak-anak disabilitas. ”Tantangan terbesarnya adalah bagaimana bisa membimbing mereka untuk bisa fokus dan sabar dalam mengerjakan karya string art ini,” kata Surip.
Ketekunan dan kesabaran Surip mendampingi anak-anak disabilitas berbuah manis. Dalam dua tahun terakhir, karya-karya string art anak-anak disabilitas binaan Surip telah ditampilkan di berbagai acara besar.
Pada 6 Oktober 2021, ia mendapat dukungan dari Elkana A Riswan, pemilik El’s Coffee Roastery, untuk membuat pameran di kafe tersebut. Karya string art anak-anak disabilitas dengan tema ”Kabinet Indonesia Maju” ini menampilkan gambar Presiden Joko Widodo beserta wakil presiden dan para menteri.
Dari situ, karya string art serupa juga ditampilkan di Sarinah pada Juli 2022. Bahkan, kala itu, Presiden Joko Widodo berkesempatan melihat langsung karya string art yang dibuat anak-anak disabilitas binaan Surip. Pada November 2022, karya anak-anak disabilitas itu juga dipamerkan pada perhelatan Presidensi KTT G20 di Bali.
Tak sengaja
Ketertarikan Surip pada seni yang terbuat dari benang dan paku (string art) berawal dari ketidaksengajaan. Kala itu, dia melihat karya string art yang dibuat Debbie Smyth, seniman asal Inggris di Youtube.
Takjub dengan karya seni itu, Surip meneruskan pencariannya tentang Smyth melalui Facebook. Dia pun menemukan bagaimana perempuan seniman itu menciptakan lukisan dari media paku dan benang dari akun media sosialnya.
Tak berhenti sampai di situ, dia juga memberanikan diri untuk menyapa Smyth melalui pesan pada Facebook. Keterbatasan berkomunikasi menggunakan bahasa Inggris tak menyurutkan langkahnya belajar pada seniman string art dunia itu.
Dia pun memanfaatkan aplikasi Google Translate untuk menerjemahkan kalimat bahasa Indonesia ke dalam bahasa Inggiris. Dengan bantuan teknologi, komunikasi antara Surip dan Smyth berjalan lancar. ”Saya sangat senang karena ternyata direspons. Komunikasi awal terjadi sekitar tahun 2016,” ujar Surip.
Dari percakapan melalui Facebook dan tutorial di Youtube, Surip mempelajari string art secara otodidak dari sudut kampung di Lampung. Untuk memperdalam pengetahuannya dengan karya seni itu, dia juga bergabung dengan komunitas string art dunia secara daring.
Para pencinta string art itu terhubung melalui grup Facebook bernama String Art Fun yang memiliki anggota sekitar 12.000 akun. Selain itu, ada pula grup String Art Patterns yang beranggotakan sekitar 31.000 akun Facebook.
Menurut dia, para seniman dan pegiat string art dari sejumlah negara itu amat terbuka dan senang berbagi ilmu. Dari mereka, Surip mendapat perangkat lunak yang bisa dipakai untuk membuat pola gambar melalui komputer. Setelah itu, paku disusun mengikuti pola dan benang dikaitkan pada susunan paku.
Hingga saat ini, sudah puluhan karya seni string art yang dia ciptakan. Karya string art terbesarnya adalah lukisan tentang proses pengolahan biji kopi pada bingkai berukuran 5 meter x 2 meter dan laku dengan harga puluhan juta rupiah.
Namun, bagi Surip, kebanggaan terbesarnya sebagai seniman adalah bisa mendampingi anak-anak disabilitas menghasilkan karya string art. Ia ingin membuktikan, anak-anak disabilitas juga mampu menciptakan karya seni yang indah dan menakjubkan.
Surip
Lahir: Kedaton, 07 Maret 1976
Pekerjaan: Seniman
Pendidikan:
1. SD 01 Labuhan Ratu, Bandar Lampung
2. STN Bandar Lampung (saat ini bernama SMP Negeri 22 Bandar Lampung)
3. STM 2 MEI Bandar Lampung
Istri: Sumirah
Anak: Chandra