Drh Zulfi Arsan, Mengabdi demi Badak
Di balik kelahiran anak badak Sumatera ("Dicerorhinus sumatrensis") di Suaka Rhino Sumatera, Lampung, muncul nama Drh Zulfi Arsan sebagai salah satu sosok yang berjasa. Zulfi telah menolong kelahiran tiga anak badak.
Di balik kelahiran anak badak Sumatera (Dicerorhinus sumatrensis) di Suaka Rhino Sumatera, muncul nama Zulfi Arsan sebagai salah satu sosok yang berjasa. Sembilan tahun mengabdi di sana, Zulfi menolong kelahiran tiga anak badak yang membawa kabar gembira dan harapan bagi dunia konservasi.
Matahari mulai terik saat Zulfi memeriksa kondisi badak Ratu dan bayinya di kandang perawatan, Sabtu (7/10/2023). Di sana, sudah ada dua pawang dan seorang petugas paramedis yang berjaga.
Setiba di kandang, Zulfi mengecek data aktivitas badak hasil pengamatan petugas. Ia lalu memandu pawang badak dan paramedis untuk melakukan pemeriksaan kesehatan harian, yakni pengecekan suhu tubuh dan menimbang berat badan. ”Sini, uwak gendong,” ucap Zulfi sembari membelai lembut bayi badak yang baru berusia delapan hari itu.
Badak mungil itu lalu digiring menaiki papan kayu yang telah dihubungkan dengan alat timbang. Saat ditimbang, berat badan anak badak 32,5 kilogram atau naik 5,5 kg dari berat badan saat lahir. Adapun berat badak induknya Ratu tercatat 582 kilogram. Suhu tubuh kedua badak itu juga dalam kondisi normal, yakni berkisar 37-37,2 derakat celsius.
Satu pekan setelah Ratu melahirkan, tim dokter masih memperketat akses masuk ke lokasi Suaka Rhino Sumatera. Langkah ini untuk mencegah stres pada induk dan anak badak. Aktivitas induk dan anak badak dapat dilihat melalui siaran kamera pemantau (CCTV) dari layar monitor yang terpasang di kantor TNWK dan SRS.
Tim Kompas yang masuk atas izin Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan harus melakukan tes polymerase chain reaction test (PCR) Covid-19 untuk mencegah penyebaran virus. Tim dokter akhirnya memperbolehkan para jurnalis melihat kondisi badak secara langsung setelah hasil tes PCR Covid-19 menunjukkan hasil negatif.
Penjagaan yang ketat yang diterapkan di SRS bukan tanpa alasan. Untuk menghasilkan seekor anak badak saja, dokter hewan dan petugas harus berjuang dan bekerja keras mulai dari ”mencomblangkan” badak hingga mengawal proses kelahirannya.
Selama ini, hanya dokter hewan, paramedis, dan pawang badak yang boleh berinteraksi langsung dengan satwa langka itu. Setiap pagi, Zulfi dibantu paramedis bertugas memastikan kondisi kesehatan badak. Sementara pawang bertugas memandikan, memberi makan, dan menjaga badak.
Baca juga : Mengurai Tantangan Konservasi Badak Sumatera
Sejak mengabdi sebagai dokter hewan di SRS tahun 2014, Zulfi telah menolong kelahiran tiga anak badak di sana. Tiga anak badak tersebut adalah Delilah (2016), Sedah Mirah (2022), dan anak badak betina yang lahir pada 30 September 2023.
Menjelang kelahiran bayi badak, Zulfi rela begadang semalaman menunggui Ratu yang tengah hamil tua, 16 bulan. Ia mengesampingkan rasa rindu bertemu istri dan anak yang tinggal di Riau. ”Sudah satu bulan lebih saya tak pulang demi mempersiapkan kelahiran Ratu. Momen kelahiran badak ini penting karena harapan publik begitu besar,” kata Zulfi.
Darurat
Zulfi mengatakan, ia harus selalu siaga karena kondisi darurat bisa saja terjadi saat proses persalinan. Pengalaman itu pernah terjadi saat kelahiran badak Sedah Mirah pada 24 Maret 2022. Sedah Mirah adalah badak betina, anak dari pasangan badak Rosa dan Andatu.
Saat itu, ia harus turun tangan membantu proses persalinan Rosa karena posisi bayi menyangkut saat hendak dilahirkan. Kantong ketuban yang sudah pecah sejak dalam kandungan sangat membahayakan ”sang bayi”. ”Proses persalinannya cukup lama, lebih dari satu jam. Induk badak juga sudah lemas dan tidak kuat mengejan. Jika tidak ditolong, nyawa bayi dan induk badak bisa terancam,” kata Zulfi mengenang.
Kala itu, tim dokter hewan dibantu pawang dengan sigap membantu mengeluarkan bayi Badak. Setelah berhasil dilahirkan, kondisi bayi badak ternyata lemas dan tak bergerak. ”Bayi badak sempat tidak bisa bernapas dan detak jantung tidak terdeteksi,” kata Zulfi.
Zulfi dibantu dua dokter hewan dari luar negeri bertindak cepat memberikan pertolongan, mulai dari memberikan napas buatan, oksigen, hingga memompa tubuh badak agar bisa bernapas. Dokter juga membersihkan lendir yang menghalangi jalur napas dan mengupayakan agar detak jantung bayi badak itu terdeteksi kembali dengan alat khusus.
Tangis Zulfi serta para dokter hewan dan petugas yang ada di kandang pecah saat badak mungil itu mulai membuka matanya. Rasa lelah dan cemas yang dia rasakan sirna saat menyaksikan bayi badak itu akhirnya selamat dari maut.
Bahaya
Ketertarikan Zulfi pada konservasi satwa liar muncul sejak dia masih berkuliah di Institut Pertanian Bogor. Tahun 1999, ia pernah menjadi sukarelawan di SRS dan membantu sensus badak di Taman Nasional Ujung Kulon pada tahun 2006.
Namun, saat lulus dan menyandang gelar dokter hewan pada 2004, Zulfi tidak langsung berkiprah pada konservasi badak. Pada awal kariernya, ia pernah menangani satwa liar primata dan burung liar.
Zulfi pernah bekerja di sejumlah lembaga, di antaranya Center for Indonesian Veterinary Analytical Studies (CIVAS), Animal Sanctuary Trust Indonesia, Wildlife Conservation Society, dan The Aspinall Foundation Indonesia Programme.
Ia lalu pindah dan bekerja di SRS Taman Nasional Way Kambas, Lampung Timur, pada 2014 dan memilih untuk mengabdi bagi upaya konservasi badak sumatera. Di lokasi terpencil seluas 250 hektar di kawasan inti TNWK, Zulfi hidup jauh dari keramaian dengan fasilitas terbatas.
Ia kadang tidur di kandang atau rerimbunan pepohonan demi memantau perkembangan kesehatan dan proses perkawinan badak sumatera. Beberapa kali, ia juga sempat menyerempet bahaya demi melakukan pekerjaannya. ”Kaki saya pernah terluka karena terinjak badak. Suatu hari, saya juga pernah dikejar badak sampai harus naik di atas pohon seharian,” ucap Zulfi mengenang.
Namun, segala kesulitan itu tak membuatnya menyerah. ”Di sini saya merasa mempunyai tantangan besar untuk bisa melakukan breeding badak sumatera. Tantangan ini yang membuat saya bertahan di sini. Kalau hidup tak ada tantangan, ya untuk apa?” ucapnya.
Saat ini, total sudah ada empat badak yang lahir di SRS. Adapun jumlah badak yang dirawat di SRS sebanyak sembilan ekor. Selain Ratu dan anaknya, badak betina lain ialah Bina, Rosa, Delilah, dan Sedah Mirah. Sementara badak jantan ada Andalas, Andatu, dan Harapan.
Semua itu badak lakukan tanpa manusia harus membayar. Kita hanya harus menjaga agar badak tidak punah
Berkat pengabdian Zulfi, SRS Way Kambas dijadikan model penangkaran semi-insitu untuk badak langka. Fasilitas serupa rencananya akan dibangun di Aceh untuk penyelamatan badak sumatera yang juga terancam punah.
Menurut Zulfi, manusia dan teknologinya harus berupaya nyata mendorong kelahiran badak guna menyelamatkan spesies yang terancam punah itu. Sebagai herbivora, badak berperan besar dalam menjaga ekosistem dengan cara menyebarkan benih tumbuhan.
Badak yang suka memakan pucuk daun juga berperan merangsang tumbuhnya pucuk-pucuk baru yang dapat menyerap karbon dioksida dan menghasilkan oksigen. ”Semua itu badak lakukan tanpa manusia harus membayar. Kita hanya harus menjaga agar badak tidak punah,” ucapnya.
Baca juga : Di Balik Kabar Baik Kelahiran Badak Sumatera
Zulfi Arsan
Lahir: Jakarta, 16 September 1975
Pendidikan: dokter Hewan Institut Pertanian Bogor (2004)
Pekerjaan: dokter hewan di Suaka Rhino Sumatera