Di Balik Kabar Baik Kelahiran Badak Sumatera
Kelahiran anak badak sumatera (Dicerorhinus sumatrensis) di Suaka Rhino Sumatera, Taman Nasional Way Kambas, Lampung Timur, memberi harapan bagi dunia konservasi.
Di tengah kabar sedih tentang kebakaran hutan dan perusahaan ekosistem di Tanah Air, kelahiran anak badak sumatera (Dicerorhinus sumatrensis) di Suaka Rhino Sumatera, Taman Nasional Way Kambas, Kabupaten Lampung Timur, Lampung memberi harapan bagi dunia konservasi. Di balik kabar baik itu, ada kerja keras para dokter hewan dan dukungan banyak pihak.
Ketegangan di Suaka Rhino Sumatera atau SRS mulai mencair saat seekor anak badak lahir dari rahim badak Ratu, pada Sabtu (30/9/2023) dini hari. Semua orang yang ada di kandang mengucap syukur atas kelahiran anak ketiga dari pasangan badak Ratu dan Andalas tepat pukul 01.44 WIB.
Bayi badak mulai menggerak-gerakkan kepalanya saat kantong ketuban yang menghangatkan tubuhnya selama berada di dalam rahim pecah. Badak mungil itu lalu berdiri dan melangkah gontai, lalu terjatuh di atas tanah.
Sementara badak Ratu terlihat menjilati tubuh anaknya beberapa kali. Ia mendekatkan wajahnya pada sang anak, seolah memberikan ciuman hangat untuk bayinya. Ratu lalu merebahkan tubuhnya di atas tanah berpasir dan membiarkan anaknya menyusu.
Tim dokter dan pawang yang sudah siaga sejak satu hari sebelumnya lega karena kelahiran anak badak terjadi secara alami dan lancar. ”Proses kelahirannya cukup cepat, kurang dari 15 menit,” ujar Koordinator Tim Dokter Hewan SRS di Taman Nasional Way Kambas (TNWK) Zulfi Arsan kepada Kompas, Sabtu (7/10/2023).
Baca juga : Bayi Badak Sumatera Tumbuh Sehat di SRS Way Kambas
Menurut dia, para petugas telah menyiapkan berbagai peralatan dan obat-obatan yang dibutuhkan. Tabung oksigen hingga alat kejut jantung disiapkan untuk mengantisipasi kondisi gawat darurat. Beruntung, alat-alat itu tidak digunakan karena bayi maupun induk badak dalam kondisi sehat pascakelahiran.
Pada Jumat-Sabtu (6-7/10/2023), tim Kompas mendapat izin dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk melihat langsung kondisi anak badak di kandang perawatan. Meski demikian, para jurnalis harus melakukan tes polymerase chain reaction (PCR) Covid-19 untuk mencegah penyebaran virus. Kami baru diperbolehkan masuk setelah menunjukkan hasil tes negatif Covid-19.
Di kandang, induk Ratu dan anaknya sedang berada di dalam boma (kandang semialami seluas 30 x 30 meter persegi di dalam SRS). Ini merupakan kandang kecil yang juga menjadi tempat Ratu melahirkan. Di samping boma, terdapat ”kandang” lebih besar yang berada di tengah hutan.
Anak badak yang baru menginjak usia delapan hari itu sibuk berkeliling kandang mengikuti induknya.
Anak badak yang baru menginjak usia delapan hari itu sibuk berkeliling kandang mengikuti induknya. Sesekali, ia ikut berkubang atau bermain adu kepala dengan sang induk. Anak badak juga tampak menyusu hampir setiap satu jam sekali.
Berdasarkan hasil pemeriksaan dokter dan paramedis pada Sabtu (7/10/2023), berat badan bayi badak tersebut sudah 32,5 kilogram atau naik 5,5 kg dari berat badan saat lahir. Tinggi anak badak 50 sentimeter dan panjang 115 sentimeter. Suhu tubuhnya juga normal di angka 37 derajat celsius.
Saat induknya makan dedaunan, ”si kecil” ikut menciumi aroma daun yang dimakan Ratu. Gigi geraham bawah bayi badak juga mulai tumbuh. Badak mungil itu juga sudah mau makan pisang yang diberikan pawang badak.
Darurat
Zulfi mengatakan, tim dokter harus siaga karena kondisi darurat bisa saja terjadi saat proses persalinan. Pengalaman itu pernah terjadi saat kelahiran badak Sedah Mirah pada 24 Maret 2022. Sedah Mirah adalah badak betina, anak dari pasangan badak Rosa dan Andatu.
Saat itu, tim dokter harus turun tangan membantu proses persalinan Rosa karena posisi bayi menyangkut saat hendak dilahirkan. Kantong ketuban yang sudah pecah sejak dalam kandungan sangat membahayakan ”sang bayi”.
”Proses persalinannya cukup lama, lebih dari satu jam. Induk badak juga sudah lemas dan tidak kuat mengejan. Jika tidak ditolong, nyawa bayi dan induk badak bisa terancam,” kata Zulfi mengenang.
Kala itu, tim dokter dibantu pawang dengan sigap membantu mengeluarkan bayi Badak. Setelah berhasil dilahirkan, kondisi bayi badak ternyata lemas dan tak bergerak. ”Bayi badak sempat tidak bisa bernapas dan detak jantung tidak terdeteksi,” kata Zulfi.
Zulfi dibantu dua dokter hewan dari luar negeri bertindak cepat memberikan pertolongan, mulai dari memberikan napas buatan, oksigen, hingga memompa tubuh badak agar bisa bernapas.
Zulfi dibantu dua dokter hewan dari luar negeri bertindak cepat memberikan pertolongan, mulai dari memberikan napas buatan, oksigen, hingga memompa tubuh badak agar bisa bernapas. Dokter juga membersihkan lendir yang menghalangi jalur napas dan mengupayakan agar detak jantung bayi badak itu terdeteksi kembali dengan alat khusus.
Tangis Zulfi serta para dokter dan petugas yang ada di kandang pecah saat badak mungil itu mulai membuka matanya. Bayi badak itu lalu ditidurkan di dekat induknya agar Rosa bisa menjilati tubuh sang anak dan menyusuinya.
Baca juga : Satu Ekor Badak Sumatera Lahir di Way Kambas
Zulfi menerangkan, Rosa mengidap tumor pada saluran reproduksinya. Sebelum akhirnya bisa hamil, ia sudah delapan kali keguguran. Kondisi inilah yang diperkirakan membuat proses persalinannya berjalan sulit.
Manager Lapangan SRS TNWK Sumadi Hasmaran menuturkan, SRS Way Kambas yang dibangun tahun 1996 dan dikelola di bawah Yayasan Badak Indonesia. Lembaga nirlaba ini berkonsentrasi pada upaya penangkaran dan pengembangbiakan badak secara alamiah dipadu dengan campur tangan manusia. Penangkaran ini dibangun sebagai ikhtiar menyelamatkan satwa endemik yang populasinya diperkirakan kurang dari 100 ekor di dunia.
SRS berada di zona inti Taman Nasional Way Kambas yang dikelilingi pagar berlistrik. Untuk sampai sana, tim harus masuk ke dalam hutan sejauh 10 kilometer. Kawasan seluas 250 hektar itu dibangun di zona inti agar badak tetap merasakan hidup di habitat aslinya.
Saat ini, total sudah ada empat ekor badak yang lahir di SRS. Adapun jumlah badak yang dirawat di SRS sebanyak sembilan ekor.
Saat ini, total sudah ada empat ekor badak yang lahir di SRS. Adapun jumlah badak yang dirawat di SRS sebanyak sembilan ekor. Selain Ratu dan anaknya, badak betina lain ialah Bina, Rosa, Delilah, dan Sedah Mirah. Sementara badak jantan ada Andalas, Andatu, dan Harapan.
Setiap badak menghuni kandang seluas 10 hektar. Setelah 6-7 tujuh bulan menetap di satu kandang, badak akan dipindah ke kandang di sebelahnya yang luasnya juga 10 hektar. Ini dilakukan agar badak mendapat ruang jelajah dan pakan yang optimal.
Menurut dia, komitmen dan ketekunan para petugas yang bekerja di SRS menjadi salah satu kunci keberhasilan konservasi badak di sana. Selama lebih dari dua dekade, tim dokter hewan SRS mempelajari seluk-beluk cara mengembangbiakkan badak secara alami. Para pawang juga merawat badak dengan penuh kasih sayang.
Pelaksana Tugas Kepala Balai TNWK Hermawan mengatakan, pihaknya turut mendukung upaya konservasi satwa liar di TNWK dengan menjalankan program patroli untuk mengamankan kawasan hutan. Hingga saat ini, aktivitas perburuan liar dan pembakaran hutan masih menjadi tantangan bagi upaya konservasi satwa liar di TNWK.
Saat ini, TNWK menjadi benteng pelestarian beberapa satwa langka, khususnya badak sumatera dan gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus). Selain badak dan gajah, di dalam hutan TNWK juga masih terdapat sejumlah satwa kunci lainnya, seperti harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae) dan tapir (Tapirus indicus).
Ketika mengumumkan kabar kelahiran badak di SRS beberapa waktu lalu, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya menyebut, kelahiran anak badak itu menjadi kabar gembira dari dunia konservasi Indonesia. ”Diharapkan kita dapat terus mendapat kabar bahagia dari kelahiran-kelahiran badak sumatera dan satwa dilindungi lainnya di masa depan,” kata Siti.