Bagi Haris Kusdinar berjuang untuk menyediakan air bagi korban bencana berarti membawa kehidupan bagi manusia.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·4 menit baca
Menyediakan air bagi korban bencana adalah pekerjaan yang sudah Haris Kusdinar (46) geluti sejak 20 tahun lalu. Dimulai dari bencana tsunami Aceh pada tahun 2004 hingga bencana kekeringan di Kabupaten Bekasi, ia terus dipercaya untuk mencari sumber air dan menyalurkannya kepada masyarakat terdampak bencana.
Dengan teliti, Haris memeriksa instalasi air bersih di posko Palang Merah Indonesia (PMI) di Kecamatan Serang Baru, Kabupaten Bekasi, Senin (9/10/2023). Posko itu bersebelahan dengan danau buatan Telaga Hejo yang dijadikan sumber air bersih bagi warga yang tinggal di delapan kecamatan di Kabupaten Bekasi.
Sekitar satu bulan yang lalu, Haris memasang semua peralatan instalasi air bersih sesuai permintaan dari Pemerintah Kabupaten Bekasi yang sudah menetapkan status tanggap darurat bencana kekeringan.
Alat yang didatangkan dari gudang PMI yang berada di Jatinangor, Sukabumi, Jawa Barat, itu antara lain tempat penampungan air (union) berkapasitas 10.000 liter, penyaring air dengan kapasitas 4.000 liter per jam, dan lima tempat penyimpanan air dengan kapasitas total 25.000 liter.
Sejak dioperasikan, posko ini sudah menghasilkan sekitar 1 juta liter air yang didistribusikan kepada warga yang terdampak kekeringan di delapan kecamatan di Kabupaten Bekasi, Jawa Barat.
Kemampuan Haris mencari sumber air dan menyalurkannya kepada masyarakat itu diperoleh dari berbagai pelatihan di dalam dan luar negeri. Namun, pelajaran perdana yang ia peroleh adalah ketika menjadi sukarelawan pada bencana tsunami Aceh tahun 2004.
Saat itu, Haris menjadi satu dari puluhan sukarelawan yang dipercaya untuk mengoperasikan alat penyaring air yang dibawa oleh Palang Merah Internasional. ”Kala itu, kami hanya punya waktu beberapa jam untuk belajar mengoperasikan alat. Karena memang kondisi saat itu sedang darurat,” ungkapnya.
Di sana, Haris bersama tim bertugas untuk mencari sumber air untuk kemudian disalurkan kepada warga yang terdampak di sejumlah kamp pengungsian. Setelah itu, Haris pun ikut dalam pembangunan sarana sanitasi.
Tergabung dalam tim water sanitation and hygiene (WASH) dan ilmu yang diperoleh dari beragam pelatihan di dalam dan luar negeri membuat Haris terus dipercaya untuk terjun ke sejumlah lokasi bencana. Ia pernah menyalurkan air bersih untuk warga yang terdampak bencana erupsi Gunung Merapi pada tahun 2010, gempa di Palu 2018, dan gempa Cianjur pada 2022 lalu.
Tidak hanya itu, bersama Palang Merah Internasional, Haris juga pernah terjun memberikan air bersih untuk warga Filipina yang terkena bencana topan Haiyan pada 2013. Berkat dedikasinya itu, Haris memperoleh penghargaan dari Ketua Umum Palang Merah Indonesia Jusuf Kalla pada 2014.
Baginya, membantu warga memperoleh air bersih itu berarti memberi mereka kehidupan. ”Karena air adalah kebutuhan dasar manusia. Tanpa air, manusia tidak bisa bertahan,” ujar Haris.
Memetakan lokasi
Sumber air yang memadai adalah yang memiliki kadar asam yang baik, yakni pH sekitar 6,5 sampai 8,5 dan tidak mengandung unsur kimia berbahaya maupun limbah domestik.
”Karena itu, ketika akan ditugaskan di lokasi bencana, tim segera memetakan lokasi dan mencari sumber air terdekat, seperti sungai, danau, atau sumber mata air yang lain,” ungkapnya.
Tak jarang sumber air dekat dengan lokasi yang tidak terduga, seperti tempat pemakaman massal. ”Meski ngeri, harus kami jalani untuk kemanusiaan,” ungkapnya.
Oleh karena peran dari tim WASH sangat penting, Haris terkadang harus berada di lokasi bencana sejak awal kejadian sampai akhir. ”Bahkan, kami masih di lokasi bencana sampai dengan proses pemulihan,” katanya. Karena itu, tidak jarang ia harus bertugas sampai berbulan-bulan.
Karena harus masuk ke lokasi bencana, Haris juga terus dihantui ancaman bencana susulan. Teringat ketika Bencana Gempa di Bantul pada 2006 lalu, dirinya juga dihantui gempa susulan yang bisa saja datang. Atau ketika erupsi Gunung Merapi pada 2010, dirinya harus mengevakuasi diri dari kejaran wedhus gembel atau awan panas.
Ketika kita datang untuk menolong korban, jangan sampai kita yang menjadi korban. Oleh karena itu, kewaspadaan menjadi penting.
”Tak jarang, kami harus tidur di luar dengan udara yang dingin bersama dengan para pengungsi. Sering masuk angin, meriang, tetapi tetap kami nikmati,” ungkapnya.
Oleh karena itu, selain memiliki kemampuan mencari air dan mendistribusikannya, Haris juga dibekali kemampuan untuk memberikan pertolongan pertama yang penting bagi dirinya dan orang lain. ”Ketika kita datang untuk menolong korban, jangan sampai kita yang menjadi korban. Oleh karena itu, kewaspadaan menjadi penting,” kata Haris.
Segala daya upaya ia dan tim lakukan untuk mencari sumber air. Seperti ketika di Lombok, Nusa Tenggara Barat, 2018, tim harus membangun pipa air dari sumber air ke lokasi penampungan sejauh 4 kilometer.
Walau rasa lelah menghadang, semua terbayarkan ketika ada senyuman dari warga yang mendapatkan air bersih. ”Kami sangat senang ketika ada warga yang menggunakan air dari sarana yang kami buat. Bahkan ada saluran (pipa) air yang masih digunakan warga sampai sekarang walau status bencana sudah terlewati,” ucap Haris.
Dia berkomitmen akan terus melakukan pelayanan ini selama masih diberi kekuatan. Bahkan kini, ia kerap diminta untuk memberikan pelatihan bagi para sukarelawan sebagai bentuk regenerasi. ”Saya berharap program mulia ini terus berjalan, jangan sampai berhenti karena memang sangat bermanfaat bagi masyarakat banyak,” ucap Haris
Biodata
Nama: Haris Kusdinar
Lahir: Karawang, 27 April 1977
Pendidikan
SDN 1 Linggarsari Karawang
SMP Negeri 1 Telaga Satu Karawang
SMA PGRI Rengasdengklok, Karawang
Jurusan pertanian Universitas Singaperbangsa Karawang
Penghargaan:
Sertifikat dari Ketua Umum Palang Merah Indonesia Jusuf Kalla karena kontribusi membantu warga terdampak bencana di Filipina (2014)