David Singleton, Pahlawan Bola Basket Kota Bandung
Berkat ”tangan dingin” David Singleton, Kota Bandung kembali memiliki klub bola basket berprestasi dan para pebasket yang disegani.
Berkat ”tangan dingin” David Singleton, Kota Bandung kembali punya klub bola basket berprestasi dan para pebasket yang disegani. Sang pelatih merevolusi kultur Prawira Harum Bandung dengan prinsip Kaizen yang didapatkan dalam perjalanan panjang di dunia olahraga. Prinsip itu kini menjadi pegangan hidupnya dan seisi klub.
Sebelum kedatangan pelatih asing David Singleton, Prawira Harum Bandung hanyalah klub penggembira di liga tertinggi bola basket Indonesia. Mereka ikut berkompetisi setiap musim, tetapi tidak pernah berprestasi selama seperempat abad.
Kemarau panjang itu berlalu di C-Tra Arena, Bandung, Sabtu (22/7/2023), seusai gim 2 final Liga Bola Basket Indonesia (IBL). Prawira menjadi juara baru di IBL 2023 dengan menumbangkan tim raksasa, Pelita Jaya Bakrie Jakarta, dua gim langsung.
Setelah bel panjang, alih-alih berpesta, para pemain Prawira tertunduk. Mereka menangis sambil mengucap syukur. Di tribune, ribuan penonton meluapkan beragam emosi. Ada yang melompat-lompat, memegangi kepala, sampai menutup wajah.
Wajar jika seisi arena tampak kesulitan memilah mimpi dan realitas. Terakhir kali wakil Bandung menjuarai liga adalah Panasia Indosyntec, sekarang Prawira, di Kobatama 1998. Sudah terlalu lama. Kapten Prawira, Reza Guntara (27), saja baru belajar jalan di masa itu.
Di awal musim, nyaris tidak ada yang percaya Prawira akan juara. Bintang tim nasional sekaligus Most Valuable Player (MVP) IBL 2022, Abraham Damar Grahita, absen untuk musim 2023 karena masalah izin tampil. Mental tim pun diragukan karena tidak pernah lolos ke final sejak 2008.
”Orang-orang berkata, kami tidak punya peluang. Tetapi, kami terus melanjutkan dan percaya. Saya bangga itu (juara) terwujud. Saya, juga kota ini, tidak akan pernah melupakannya. Kami membangun kekuatan besar di Bandung. Semua bukan tentang Jakarta lagi,” kata Dave, sapaannya.
Prawira sekaligus mengakhiri monopoli tim-tim Ibu Kota yang mengoleksi 18 dari 19 gelar sebelumnya, sejak era IBL dimulai pada 2003. Reza dan rekan-rekan mencatatkan rekor total 33 menang-3 kalah dengan tidak pernah kalah sekali pun sepanjang playoff (6-0).
Manajemen manusia
Kebangkitan Prawira bermula dari kejatuhan di musim lalu, musim pertama Dave. Mereka takluk di semifinal dari Satria Muda Pertamina Jakarta. Sang pelatih 35 tahun itu menyadari, para pemain masih jauh dari potensi terbaik. Penghambat terbesarnya adalah soal mentalitas.
Dave tidak gegabah merombak tim. Sejak datang ke Prawira pada akhir 2021, dia selalu percaya proses dengan menerapkan prinsip Kaizen. Prinsip hidup dari Jepang itu fokus terhadap bertumbuh persisten, dengan memperbaiki hal kecil setiap hari hingga membentuk pola dan menjadi sempurna.
Dia menoleransi kesalahan, tetapi jangan sampai berulang. ”Jika Anda salah terus, dan kalah, Anda akan tetap seperti itu selamanya. Saya selalu ingin mereka melihat kesalahan itu, dan meresponsnya. Semua tentang apa selanjutnya,” ujarnya.
Dave kembali memercayai pemain yang sama. Bedanya, intensitas latihan yang sudah tinggi ditingkatkan lagi. Reza adalah saksi, betapa kejam revolusi Dave selama pramusim. Dia digembleng habis-habisan. Tidak hanya fisik dan permainan yang dibenahi, ”kepalanya” juga.
”Bisa dibilang kena mental saya. Kami setiap malam sampai meeting berdua. Dia juga manggil psikolog. Di awal musim gila (latihannya). Kalau bisa dibilang, dia kaya psikopatlah. Tapi, ya, itu yang membuat trofi juara akhirnya balik ke Kota Bandung,” ujar Reza.
Penderitaan berlalu, peningkatan performa terjadi. Para pemain medioker disulap jadi papan atas. Reza, misalnya, dipanggil ke timnas untuk pertama kali seusai final. Dia juga menyabet penghargaan Defensive Player of The Year dan MVP Final yang biasa diraih pemain asing.
Salah satu kelebihan terbesar Dave adalah soal manajemen manusia. Dengan karisma dan kalimat motivasi, dia bisa membuat para pemain sangat hormat kepadanya. Reza dan rekan-rekan seolah bertekad mempertaruhkan nyawa di lapangan demi sang pelatih.
Guard timnas, Yudha Saputera, contohnya. ”Bermain sebaik apa pun enggak pernah dipuji. Tetapi, kalau buat kesalahan sedikit saja, langsung dimarah-marahin. Gua senang karena dia enggak pernah buat nyaman, seperti ngedorong ke jurang, biar gua bertahan sendiri,” katanya.
Dave sangat ramah ketika di luar lapangan, tetapi sebaliknya di dalam lapangan. Dia tidak pernah duduk tenang di bangku cadangan. Pelatih berjenggot tipis ini begitu ekspresif, selalu berdiri di tepi lapangan untuk berteriak ke anak asuhnya.
Dave, mantan atlet kampus, punya disiplin dan jiwa kompetitif amat tinggi. Dia sangat ngotot ketika ikut bermain di sesi latihan. Salah satu pelatih termuda di IBL itu tidak hanya berbicara, tetapi juga memberikan teladan langsung di dalam lapangan.
Peraih Coach of The Year IBL tiga musim beruntun itu punya segala yang diperlukan klub untuk berprestasi. Di genggamannya, batu tidak bernilai bisa menjadi berlian mahal. Sebelum ke IBL, dia sudah mengantar klub Vietnam, Saigon Heat, juara liga pada 2019.
Gulungan sushi
Bagi Dave, semua berawal dari rumah. Pria yang besar di Oakland, California, itu mendapatkan jiwa kompetitif dan cinta olahraga dari keluarga. Kakaknya, Steve, pernah bermain untuk klub Minnesota Twins di Liga Bisbol Mayor.
”Ayah saya pebasket saat kuliah. Ibu saya pelari saat SMA. Begitulah, saya tumbuh besar dengan olahraga. Jadi selalu di antara sepak bola (Amerika), bisbol, dan basket. Saya selalu berpikir dari kecil, olahraga akan menjadi hidup saya,” katanya.
Dave sempat menjadi atlet sepak bola Amerika di Universitas Tiffin, Ohio. Namun, dia pensiun dini seiring lulus pada 2011. Dia merasa tidak berkembang dan ingin kembali ke cinta pertamanya, yaitu bola basket. Olahraga yang diajarkan sang ayah sejak Dave berusia 8 tahun.
Bukan sebagai pemain, melainkan pelatih. Dia bergabung sebagai asisten pelatih di bekas sekolahnya, SMA Salesian College Preparatory, Richmond, California, pada 2014. Setahun berselang, Dave mendapat tawaran melatih di Liga Selandia Baru.
Tim Fanning, tetangga sekaligus rekan kakaknya, melatih Nelson Giants untuk musim 2015-2016. Diajak menjadi asisten pelatih, Dave menerima tantangan baru itu. Tanpa disadari, itu adalah momen awal kebangkitan kariernya. Dave mendapatkan prinsip Kaizen di Giants.
Dalam rapat tim, Fanning menunjukkan sebuah film dokumenter tentang seorang koki sushi di Jepang bernama Jiro. Sang koki berjualan di kereta bawah tanah sejak usia 20-an tahun, tetapi tidak laku karena kurang enak. Bukannya menyerah, dia terus belajar sampai menjadi koki paling terkenal di usia 70 tahun.
Baca juga: Di 2023, IBL ibarat Pohon yang Semakin Tinggi
”Dia bertanya mengapa tidak ada yang membeli sushi saya? Lalu menyempurnakannya sedikit demi sedikit, setiap hari. Keseluruhan proses itu dinamakan (prinsip) Kaizen. Saya seperti, wah, ini gila! Sejak itu, saya menjalani prinsip itu. Bagaimana Anda jadi lebih baik dari hari ke hari,” ujarnya.
Sisanya adalah sejarah. Dengan bantuan Fanning, Dave mendapatkan koneksi ke Vietnam. Kariernya melesat di Vietnam, lalu dilirik oleh klub-klub IBL. Siapa sangka? Pembasuh kemarau prestasi basket Kota Bandung adalah seorang mantan atlet sepak bola Amerika.
Setelah mengantar juara, Dave berterima kasih atas dukungan publik Bandung. Dia menegaskan, musim semi Prawira baru saja dimulai. ”Kami belum selesai. Tujuan kami saat ini adalah mengulang pencapaian ini (tahun depan),” pungkasnya.
David ”Dave” Singleton
Lahir: San Francisco, California, AS, 3 Januari 1988
Karier kepelatihan:
- Asisten Pelatih Nelson Giants (2015-2016)
- Pelatih Kepala Can Tho Catfish (2016)
- Pelatih Kepala Saigon Heat (2017-2019)
- Pelatih Kepala Pacific Caesar Surabaya (2020)
- Pelatih Kepala Bima Perkasa Jogja (2021)
- Pelatih Kepala Fraser Valley Bandits (2021)
- Pelatih Kepala Prawira Harum Bandung (2022-saat ini)
Prestasi:
- Juara Liga Vietnam (2019)
- Juara IBL (2023)
- Coach of The Year IBL (2021, 2022, dan 2023)