Kendati tak punya latar belakang pendidikan di bidang perpustakaan, ia mampu membawa Perpustakaan Hatukau menjadi salah satu yang terbaik di level lokal hingga nasional.
Oleh
FRANSISKUS PATI HERIN
·5 menit baca
Suasana Ambon masih tegang, kerusuhan belum juga reda. Suatu petang pada medio 2002, Arita Muhlisa nekat menembus jalanan demi mencapai toko buku di dekat zona pertempuran kelompok yang bertikai. Arita yang ketika itu masih siswa sekolah menengah pertama, ingin sekali membeli buku dengan uang dari beasiswa.
Di toko, matanya tertuju pada sebuah buku bersampul biru dengan tulisan putih. Buku itu berjudul Dasar-dasar Politik. Ia merasa tertarik dengan buku yang serasa belum pas di usianya kala itu. Ia lupa nama pengarang dan tahun terbitan. ”Itu buku pertama yang saya beli,” ujar Arita (33) di Ambon, Maluku, Senin (10/7/2023).
Arita tumbuh dalam keluarga dengan budaya literasi tinggi. Orangtuanya yang bekerja wiraswasta selalu menghadirkan bahan bacaan di rumah. Sejak kecil, majalah anak-anak Bobo menjadi santapan Arita. Itu belum termasuk koran harian lokal yang selalu ada di ruang tamu setiap saat.
Setiap hari, Arita selalu mendengar diskusi orangtua dengan tamu. Isu politik tak lepas dari perbincangan, termasuk konflik sosial yang tengah berkecamuk kala itu. Konflik tak lain adalah permainan kepentingan. Kepentingan bagian dari politik. Kira-kira begitu awal mula gadis kecil itu tertarik membaca buku politik.
Kebiasaan membeli buku berlanjut hingga dewasa. Tidak heran jika koleksi bukunya banyak. Tahun 2008 saat masih kuliah, ia memanfaatkan ruang kosong untuk pojok baca di rumahnya. Ia memberi nama Rumah Baku Mangente. Awalnya, ia sengaja membuka ruang baca itu untuk menghimpun anak-anak di lingkungan sekitar rumahnya.
Tak hanya membaca, Arita juga menggelar banyak kegiatan, mulai dari latihan karate, mengaji, hingga nonton bareng film bertema edukasi. Mendengar aksi Arita yang berjalan konsisten, banyak sukarelawan datang untuk bergabung dalam komunitas itu. Mereka menyamakan frekuensi terkait visi tersebut.
Arita bersama tim lalu membuat jadwal kunjungan ke sejumlah tempat umum seperti lapangan setiap akhir pekan. Kegiatan yang juga menghadirkan kelas inspirasi itu melibatkan puluhan anak. Sebagai bentuk dukungan, banyak orangtua datang menyaksikan.
Tahun 2017, Pemerintah Desa Batumerah, tempat Arita tinggal, mempersilakan Arita menggunakan salah satu ruangan balai desa untuk perpustakaan. Tujuannya agar bisa dijangkau semakin banyak orang. Arita menyetujuinya. Maka, beroperasilah perpustakaan bernama Perpustakaan Hatukau.
Ia bersama ibunya, Nini Kusniati, memindahkan buku dari rumah ke balai desa Batumerah. Mereka menyewa kendaraan. Karena terbatasnya tempat penyimpanan buku di sana, mereka berinisiatif membuat lemari pajangan. ”Mama saya mendukung penuh. Dia yang menguatkan saya kala banyak cemoohan dan hinaan ketika saya mulai bergerak di awal. Kami punya mimpi yang sama, mau berbagi pengetahuan untuk orang lain,” tuturnya.
Menjembatani UMKM
Bagi Arita, literasi tak sebatas membaca dan menulis. Gerakan literasi juga tidak terbatas pada anak sekolah. Ia lalu mencari cara untuk mengakomodasi harapan banyak pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di Batumerah. Batumerah merupakan desa di Maluku dengan jumlah penduduk terbanyak, yakni 23.000 jiwa per Juli 2023.
Berkat bantuan sukarelawan yang paham tentang keuangan dan bisnis dalam jaringan atau online, mereka menggelar literasi keuangan dan pelatihan jual beli online. Kegiatan itu melibatkan pihak perbankan, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, dan BPJS Ketenagakerjaan. Total peserta 476 orang.
”Selesai kegiatan, pelaku UMKM mendapatkan nomor rekening, kartu BPJS Kesehatan, kartu BPJS Ketenagakerjaan, dan diberi akses untuk jualan online. Mereka punya pengetahuan mengelola bisnis dan keuangan. Saya senang, sekarang banyak yang punya usaha cukup maju,” kata Arita dengan suara tersengau menahan haru.
Kini, para pelaku UMKM berbalik mendukung aktivitas di Perpustakaan Hatukau. Jika ada hajatan yang digelar di sana, mereka secara gotong royong dan sukarela mengantar makanan. Mereka menyadari keterbatasan sumber daya di Perpustakaan Hatukau. Mereka ingin semangat para pengelola yang kebanyakan anak muda itu jangan sampai padam.
Berbagai inovasi yang dilakukan membuat Perpustakaan Hatukau diganjar berbagai penghargaan. Untuk level nasional, di antaranya, juara harapan 2 kluster C lomba perpustakaan umum terbaik desa/kelurahan tingkat nasional tahun 2018. Pada tahun yang sama, Perpustakaan Hatukau di Desa Batumerah masuk dalam 10 karya inovasi desa terbaik di seluruh Indonesia.
Di level lokal, Perpustakaan Hatukau meraih penghargaan juara 1 lomba perpustakaan umum desa/kelurahan tingkat Provinsi Maluku tahun 2018. Ada juga penghargaan perpustakaan desa terbaik di Kota Ambon selama beberapa tahun terakhir. Penghargaan dari PerpusSeru, lembaga swasta yang berkecimpung di bidang perpustakaan, pun diperoleh.
Arita selaku pengelola juga meraih sejumlah penghargaan, seperti pegiat literasi berprestasi tahun 2018 di Kota Ambon. ”Pada tahun 2017 akhir itu Perpustakaan Hatukau juga dikunjungi perwakilan dari Bill Gates Foundation. Kami senang dengan semua itu. Bagi kami, penghargaan adalah bonus dari proses ini,” ujar Arita.
Perpustakaan Hatukau yang memiliki lebih kurang 3.000 eksemplar buku itu kini menjelma menjadi ruang pertukaran ide dan memulai gagasan untuk kegiatan sosial, seperti kegiatan pentas seni, diskusi isu pendidikan, dan penanggulangan bencana. Arita menjadi sosok penting dari simpul pergerakan itu.
M Arlis Lisaholet, Sekretaris Negeri (Desa) Batumerah, mengatakan, Arita membanggakan mereka. Arita dinilai memilih jalan yang berbeda. Jalan yang tidak menjanjikan kesejahteraan secara ekonomi bagi Arita. ”Ia lebih banyak berkorban untuk investasi sumber daya manusia bagi anak-anak di kampung,” ujar Arlis.
Arita menginspirasi banyak orang untuk belajar dan berbuat lebih bagi orang sekitar. Kendati tak punya latar belakang pendidikan di bidang perpustakaan, ia mampu membawa Perpustakaan Hatukau menjadi salah satu yang terbaik di level lokal hingga nasional.
Arita Muhlisa
Lahir: Ambon, 8 Juni 1990
Pendidikan: Fakultas Ekonomi Universitas Pattimura, Ambon, tamat 2013