Nunung WS, Pergulatan Tak Henti Menemukan Bentuk Baru
Karya-karya baru dalam pameran bertema Jiwa dalam Manunggal (”The Spirit Within”) lahir antara tahun 2020 dan tahun 2023. Tampak pengulangan garis-garis geometris dan bentuk-bentuk abstrak bergaya gestural.
Oleh
Ninuk Mardiana Pambudy
·5 menit baca
Tiga kanvas ukuran 30 x 30 sentimeter berada di lantairuang tamu. Ada coretan garis-garis lebar pada dua kanvas, sementara pada satu kanvas sebuah bujur sangkar berwarna kuning memenuhi hampir seluruh bidang. Sang perupa, Nunung Wahid Saad, yang lebih dikenal sebagai Nunung WS (74), sedang menyelesaikan lukisan abstrak dengan garis-garis geometris dalam beberapa warna.
Dia ditemui di rumah anak tunggalnya, Seno, di Perumahan Alvita, Pondok Sawah Indah, Tangerang Selatan, Rabu (14/6/2023) sore. Di dinding ruang tengah tersandar satu kanvas putih berukuran 1,5 x 2 meter, menunggu Nunung menorehkan cat akriliknya.
Sudah tiga hari Nunung memikirkan kelanjutan coretan yang dia bubuhkan di atas tiga kanvas tersebut. Ketiganya tidak terhubung, tetapi Nunung memikirkan secara bersamaan.
Pada usianya yang tidak muda lagi, Nunung terus mencipta. Baginya, sebutan seniman memikul kewajiban terus menghasilkan karya, lebih baik lagi apabila lahir hal-hal baru.Itu sebabnya dia tetap melukis meski sedang jauh dari rumahnya di Yogyakarta.
Kebaruan itu yang dia sampaikan melalui pameran tunggal di Galeri Nasional Indonesia, Jakarta, 7-27 Juni 2023, bekerja sama dengan D Gallerie Jakarta. Nunung berucap, tidak akan melakukan pameran tunggal apabila tidak menghadirkan suatu kebaruan.
Karya-karya baru dalam pameran bertema Jiwa dalam Manunggal (The Spirit Within) lahir antara tahun 2020 dan tahun 2023. Mengamati puluhan karya Nunung yang membentang selama lebih dari 50 tahun, tidak pelak tampak pengulangan garis-garis geometris. Namun, juga ada bentuk-bentuk abstrak yang dalam istilah kurator pameran, Chabib Duta Hapsoro, bergaya gestural; suatu cara komunikasi nonverbal melibatkan gerakan tubuh.
Tenun menjadi obyek amatan Nunung dalam karya-karya barunya. Meski sudah pernah dikerjakan pada 2000, karena belum menemukan akhir perjalanan, Nunung menggarap kembali tenun pada 2013 dan kemudian tahun 2015.
Ide visual dan pewarnaan dari tenun kembali dia geluti pada 2020 sebab ada perasaan belum selesai. Dia menemukan ketemaraman yang dibentuk benang tenun. ”Dalam ketemaraman itu, ada ruang subtil,” kata Nunung mengenai hal baru yang dia temukan. Kini, dia merasa dapat mengeksekusi pergulatan di pikirannya. Ruang subtil itu adalah hubungan transenden dengan Sang Maha Pencipta, hal yang mewarnai perjalanan seni rupa Nunung.
Salah satu wujudnya, lukisan An Nisa (2022). Lukisan lima panel ini berukuran 180 x 500 sentimeter. Garis tegak lurus berwarna hitam, kuning, dan merah di sisi kanan dapat dimaknai sebagai alif, mengawali kata An-Nisa’. Selebihnya adalah garis dan bidang persegi hitam, coklat, putih, kuning. Itulah ruang subtil, temaram Nunung.
Perupa abstrak
Dalam rilis, Chabib menyebut Nunung adalah perempuan perupa aliran abstrak yang konsisten, memiliki daya tahan dan energi untuk terus menggeluti kesenimanannya.
Situs Galeri Nasional dan ArtJog yang pernah memamerkan karya-karya Nunung menyebut Nunung sebagai satu-satunya perempuan pelukis Indonesia yang konsisten menjadi pelaku seni abstrak. Dia bahkan disebut sebagai artis perempuan penting untuk seni abstrak geometris.
Ketika ditanya tentang sebutan tersebut, Nunung tidak spontan mengiyakan. Dia justru bertanya balik, apakah benar dia pelaku seni abstrak.
Pengakuan terakhir datang dari kurator pameran di Museum Mori, Tokyo, Jepang, tahun 2020 saat berpameran Energi bersama 16 perempuan perupa berbagai bangsa berusia 60-100 tahun. Dia diundang sebagai perupa seni abstrak. Empat karyanya berukuran 4-5 meter terjual dan dikoleksi museum-museum di sana, termasuk Mori.
Memulai kariernya sejak tahun 1970-an, karya Nunung melalui berbagai fase pencarian bentuk dan kedalaman gagasan. Chabib menyebutkan, Nunung melalui tiga periode bentuk.
Goresannya tidak selalu berbentuk geometris. Bagi Nunung, ini dunia dalam lebih penting dari yang kasatmata dan dunia dalam dia bersifat spriritual. Pada awalnya ruang, alam, hanyalah fisik, yang tampak mata. Dia bahkan pernah melukis sandal seperti apa adanya. Pada 1990-an sampai 2000, cara Nunung melihat alam berubah. Dia menemukan dirinya di balik yang tampak kasatmata.
Dia tidak membatasi penjelahannya hanya pada ikon-ikon agamanya, Islam. Baginya hubungan transenden antara manusia dan penciptanya adalah universal. Karena itu, dia mengambil Candi Borobudur sebagai ide kreatifnya, sama seperti dia mengambil inspirasi dari huruf Arab surat An-Nisa’.
”Ketika saya melihat ke dalam (diri), muncul perasaan bebas, merdeka,” katanya. Maka, dia tidak lagi dibatasi bentuk dan warna yang tampak. Bentuk-bentuk persegi, segitiga, bukan hal baru dalam karyanya, tetapi sekarang dia isi dengan sesuatu yang transenden antara dirinya dan Sang Maha Pencipta.
Perempuan perupa
Nunung belajar melukis abstrak dari Nashar, tetapi yang menjadi panutannya adalah Kartika Affandi.Dia nyantrik pada Kartika untuk tahu bagaimana seorang perempuan dapat menjadi perupa di dunia seni yang sebagian besar diisi dan ditentukan laki-laki.
Meski mengaku tidak pernah mendapat halangan dari ayahnya, Wahid Saad, seorang pengasuh pesantren, dan bahkan mendapat dorongan dari suaminya, M Sulebar Soekarman. yang juga perupa bergaya abstrak, dia terusik pernyataan seorang pejabat kebudayaan. Perempuan dianggap kurang berani sebagai seniman.
Pernyataan itu mendorong Nunung memunculkan perkumpulan Nuansa Indonesia bersama Titis Jabarudin dan Farida Srihadi. Perkumpulan ini beranggotakan perempuan perupa. Sempat beberapa kali mengadakan pameran, perkumpulan ini akhirnya hibernasi ketika Nunung diundang menjadi dosen tamu di Academie Minerva Groningen, Belanda.
Ini adalah pameran tunggal kesembilannya. Karena selalu ada karyanya yang terjual, dia terpaksa menolak beberapa kali tawaran pameran tunggal sebab tak terkumpul cukup lukisan baru.
Sekarang dia bersiap mengikuti pameran 78 perempuan perupa Indonesia yang menurut rencana berlangsung pada Oktober 2023 di Jakarta. Dia sungguh ingin melihat teman-temannya sesama perupa juga dapat mengembangkan diri dari waktu ke waktu, mengatasi segala hambatan.
Biodata
Nama Lengkap: Nunung WS
Lahir: Lawang, Jawa Timur, 9 Juli 1948
Pendidikan: Akademi Seni Rupa Surabaya (1969) dan perupa abstrak Nashar Pencapaian (antara lain):
2021 - Lifetime Achievement Award Biennale Jogja XVI Jogja
-1994 - Penghargaan karya seni terbaik Krida Wanodya dari Kementerian Peranan Perempuan
-1993 - Dosen tamu di Academie Minerva, Groningen, Belanda
-1991 - Indonesia Women Artist’s Programme in USA, Ford Foundation
-1978 - Karya seni terbaik Biennale Pelukis Indonesia, Dewan Kesenian Jakarta