Ismi Ariniawati Mengajak Anak Muda Peduli Lingkungan
Ismi Ariniawati mendirikan Jepara Green Generation untuk mengajak anak muda peduli lingkungan. Kini, di mana pun berada, Ismi mengabdikan dirinya untuk masyarakat.
Oleh
MARIA SUSY BERINDRA
·5 menit baca
Ismi Ariniawati memutuskan untuk mengabdi di kampung halamannya, Jepara, Jawa Tengah. Sejak tahun 2018, Ismi mendirikan Jepara Green Generation yang bergerak di bidang pelestarian lingkungan. Kini, pengabdiannya berlanjut hingga ke tempat lain. Fokusnya hanya satu, membantu masyarakat sekaligus melestarikan lingkungan.
Sebagai pejuang pelestarian lingkungan, Ismi semangat berkarya di mana pun berada. Sejak pertengahan tahun 2022, Ismi pindah ke Ende, Flores, Nusa Tenggara Timur, karena mengikuti suaminya bekerja. Di Ende, dia bertemu dengan Pendiri Kampus Tanpa Dinding Maria Patricia WataBeribeyang sama-sama peduli dengan lingkungan.
”Biasanya banyak kegiatan, ini pindah Ende sampai bosan di rumah terus. Lalu, saya ketemu sama Kampus Tanpa dinding, aku merasa hidup setelah ketemu Kak Iis. Kami mendapat grant dari Women Earth Alliance untuk program pemberdayaan perempuan bidang konservasi kayu manis,” kata Ismi melalui wawancara daring, Selasa (20/6/2023).
Ismi yang menjadi Manajer Program Kampus Tanpa Dinding bertugas untuk menyusun program perempuan dan agroforestri, dari mulai perencanaan, anggaran, monitoring, dan evaluasi. Salah satu program yang sedang dikerjakan adalah penanaman kembali pohon kayu manis. ”Di sini parah banget, pohon kayu manis banyak ditebangi sehingga warga kesulitan air. Masih di bidang lingkungan seperti di Jegeg, tetapi ini agak berbeda,” kata Ismi.
Jepara Green Generations (Jegeg) merupakan komunitas yang didirikan Ismi. Meski tidak berada di Jepara, Ismi masih terlibat dalam berbagai kegiatan. Pada bulan Februari, saat mendapat kesempatan pulang ke Jepara, Ismi bertemu dengan ibu-ibu yang tergabung dalam Kelompok Wanita Tani Desa Menganti, Jepara. Sejak awal tahun ini, Jegeg mempunyai program Jegeg Goes To Village untuk melakukan kampanye lingkungan untuk ibu rumah tangga di desa.
Dalam program itu, anggota Jegeg yang sebagian besar anak muda mengajak ibu-ibu melestarikan lingkungan. Salah satunya ketika Ismi datang ke desa, membawakan tema sosialisasi pengelolaan sampah rumah tangga menjadi kompos. Selain itu, juga ada pelatihan membuat produk dari minyak jelantah dan kebunku dapurku yang mengajak ibu-ibu menanam sayuran di halaman rumah.
”Kami dapat dana dari Ausaid dan Plan International Indonesia untuk program pemberdayaan ibu-ibu petani. Kami lihat perempuan rentan dengan pencemaran linkungan, setiap hari mereka belanja, memasak yang menghasilkan limbah sampah. Nah, kami mencegah bagaimana sampahnya tidak mencemari lingkungan,” kata Ismi.
Dari lingkup yang kecil, yaitu rumah tangga, menurut Ismi, diharapkan bisa disebarkan ke lingkungan yang besar. Untuk itulah, untuk program tersebut Jegeg menggelar kegiatan secara rutin di Desa Menganti. Pelaksanaan program dipercayakan kepada pengurus Jegeg yang rata-rata berusia 18-24 tahun.
Setiap bulan, Ismi memantau kegiatan Jegeg dengan hadir dalam rapat secara daring. Biasanya, pertemuan daring itu juga dihadiri dua Co-Founder Jegeg, yaitu Kevin Alvianto dan Faris Nur Khulafa. ”Banyak hal yang dibahas, terutama tentang program kerja. Para pengurus yang lebih muda menjalankan program, sedangkan kami yang senior ini mencari dana supaya kegiatan Jegeg masih terus berjalan,” katanya.
Kegiatan sosial
Sejak lulus kuliah tahun 2015, Ismi baru berminat untuk mengikuti kegiatan sosial. ”Aku ingin mengambil jalan kesunyian dengan menjadi social entrepreneurship. Itu aku putuskan setelah mengikuti banyak kegiatan,” katanya.
Perjalanan dimulai ketika dia pindah ke Karanganyar dan memulai usaha katering makanan sehat. Usaha katering tersebut memberi peluang pekerjaan untuk ibu-ibu rumah tangga di sekitar tempat tinggalnya, di Wonorejo, Karanganyar. Dia memilih makanan sehat sesuai dengan ilmu yang didapatkannya saat kuliah.
”Waktu itu, aku tinggal bersama tanteku. Saat memberi honor ke ibu-ibu, rasanya priceless banget. Aku bisa memberi kebahagiaan kepada orang lain,” ujarnya.
Sayangnya, usaha itu tak bertahan lama. Salah satu alasannya, partner usahanya tidak bisa fokus menjalankan kateringtersebut karena memiliki usaha lainnya.
Meski tak lagi menjalankan usaha katering, tahun 2017, Ismi melamar program Young Southeast Asian Leaders Initiative dengan mengirim tulisan mengenai usaha katering makanan sehat yang pernah dijalankannya. Hasilnya, dia diterima mengikuti Social Entrepreneurship and Economic Development Short Course di University of Connecticut, AS, selama lima bulan.
Setelah selesai, dia pulang ke Jepara dengan tekad memberi sesuatu yang berguna bagi masyarakat. ”Semua inspirasi yang saya dapatkan di sana harus diteruskan di Jepara,” ujarnya.
Ismi menyusuri pantai Teluk Awur yang kotor, tetapi belum tahu apa yang akan dikerjakan. Hingga dia bertemu dengan Tracy Webster, asal Australia, yang sudah lama tinggal di Jepara dan berkegiatan di bidang lingkungan. Dari Tracy, Ismi merasa mendapat pencerahan terutama untuk segala hal terkait lingkungan.
Lalu, muncullah ide untuk membuat kedai makanan sebagai sarana mengampanyekan gaya hidup hijau. Kedai IsMe tidak menggunakan wadah plastik dan sedotan plastik. ”Saya terinspirasi Anita Roddick yang mengatakan ’the bussines is not about money, its about responsibility’. Setiap pengunjung yang datang, saya sering mengobrol tentang bagaimana mengurangi sampah plastik. Kami juga menyediakan sedotan stainless steel,” ujar Ismi.
Secara tak sengaja, di kedai itu, Ismi bertemu dengan Kevin Alvianto dan Faris Nur Khulafa yang memiliki misi yang sama. Mereka mengajukan proposal ke program Ship for Southeast Asian and Japanese Youth Program (SSEAYP), organisasi kepemudaan Indonesia dan Jepang. Dengan bantuan dana sebesar Rp 2,5 juta, mereka membuat pelatihan untuk kader-kader lingkungan di Jepara.
”Dengan grant itu, saya maunya bikin sesuatu yang besar, ingin menyebarluaskan edukasi lingkungan. Kami merekrut anak muda berusia 18-24 tahun, dikasih pelatihan dengan pembicara dari Jakarta. Saya benar-benar mengandalkan relasi, tidak ada yang dibiayain. Koneksi itu saya dapat dari ikut YSEALI,” katanya.
Dari situlah lahir Jegeg. Mereka membuat program Jegeg Goes to School untuk mengajak siswa SMA di Jepara ikut kegiatan pelestarian lingkungan. Untuk mengikuti program itu, mereka harus lolos seleksi. Hingga kini, program itulah yang meregenerasi anggota Jegeg.
”Satu hal yang saya syukuri, ingin hidup saya membawa kebermanfaatan. Dengan ilmu yang sudah saya dapatkan, semoga bisa bermanfaat dan berdampak untuk orang lain,” ujar Ismi.
Ismi Ariniawati
Lahir: Jepara, 16 Februari 1996
Pendidikan:
- S-1 Kesehatan Masyarakat, Universitas Diponegoro Semarang (Lulus 2015)
- Social Entrepreneurship and Economic Development Short Course, University of Connecticut (2017)
Pengalaman, antara lain:
- Pendiri Jepara Green Generation (2018-sekarang)
- Pendiri Kedai IsMe (2017-2022)
- Ketua Proyek TrashTalks Indonesia (Agustus 2017-Januari 2018)
- Ketua YSEALI Women’s Alumnae Network Indonesia (2021-2022)
- Manajer Program Kampus Tanpa Dinding (2022-sekarang)