Ade Dwi Cahyo Putra, Menebar Cahaya lewat Al Quran Braille
Dalam kebutaan, melalui program Gerakan Tunanetra Mengaji dan Khataman Al Quran Braille, Ade Dwi Cahyo Putra, penerima Ashoka Young Changemakers 2023, seolah ”melihat” terang masa depan kehidupan yang inspiratif.
Oleh
AMBROSIUS HARTO MANUMOYOSO
·5 menit baca
Menjadi qari dan hafiz merupakan impian dan cita-cita Ade Dwi Cahyo Putra sejak belia ketika kehidupan masih diterangi cahaya. Namun, kecelakaan memutus saraf penglihatannya sehingga ia menjalani kehidupan dalam kebutaan sejak usia 10 tahun. Melalui Al Quran Braille, akhirnya kehidupannya kembali bercahaya sekaligus menjadi inspirasi sesama tunanetra.
Masih cukup jelas dalam ingatan Ade Dwi Cahyo Putra (17) akan peristiwa tujun tahun lalu. Ia terjatuh dari sepeda dan kepala membentur tambak yang membuatnya kehilangan penglihatan. Kecelakaan itu sempat memupus asa kehidupan dan cita-cita. Namun, hidup tetap harus berjalan. Dalam usia belia, ia berdamai dengan keadaan, bangkit dan menjadi kuat sebagai sukarelawan Gerakan Tunanetra Mengaji dari Yayasan Urunan Kebaikan.
”Saya menjadi sukarelawan sejak di SMP,” kata Ade saat ditemui di Homesantren Kebaikan, Sekretariat Yayasan Urunan Kebaikan di Surabaya, Jawa Timur, Sabtu (3/6/2023). Ade berada di kelas X SMA Negeri 10 Surabaya. Sebelumnya, remaja kelahiran Surabaya itu lulus dari SMP Luar Biasa-A YPAB (Yayasan Pendidikan Anak-anak Buta) Surabaya. Sejak di SMP itulah Ade dekat dengan aktivitas Kawan Netra yang diinisiasi oleh Yayasan Urunan Kebaikan.
Ade menceritakan, ia masih berangan menjadi qari dan hafiz. Meski tidak bisa lagi melihat, Ade terus memelihara mimpi dengan belajar kitab suci Al Quran Braille. Di sisi lain, Ade mendapati kenyataan bahwa 95 persen sesamanya yang tunanetra dan beragama Islam ternyata kurang mendapat pengetahuan dan kesulitan membaca Al Quran. ”Situasi inilah yang mendorong saya berusaha bersama sukarelawan untuk membantu sesama yang tunanetra bisa mengaji,” ujar pengidola klub sepak bola Manchester City ini.
Ade kemudian terlibat dalam Khataman Al Quran sejak 2019. Aktivitas itu sempat terkendala ketika serangan pandemi Covid-19 sejak Maret 2020. Pandemi mengakibatkan kemerosotan penghasilan tunanetra yang mayoritas dari pesanan pemijatan. Yayasan mendorong kampanye ”ayo pijat ke tunanetra” sekaligus mencoba meneruskan Khataman Al Quran. Dari khataman itu, muncul ”masalah”, yakni kekurangan guru-guru mengaji Al Quran Braille. Khataman akan tercapai di kalangan tunanetra jika diajari penguasaan Al Quran Braille.
Selain itu, kalangan tunanetra tidak dapat membaca dan menulis huruf Hijaiyah Braille karena, misalnya, keterlambatan kebutaan dan minim pengajaran. Keterlambatan ketika kehilangan penglihatan di usia dewasa, sedangkan sebelumnya tidak diajari membaca dan menulis Braille. Tunanetra sejak belia juga tak menguasai Al Quran Braille karena tidak pernah atau kurang pendampingan dan pengajaran, misalnya akibat ketiadaan guru.
”Itulah mengapa kemudian kami mendorong training for trainers Al Quran Braille,” ujar Ade, yang ngefans dengan lagu-lagu band Kerispatih. Dengan pelatihan untuk pelatih, khataman yang awalnya dilaksanakan di suatu tempat dapat diselenggarakan di beberapa lokasi. Ini membantu tunanetra yang ingin khatam dengan mengaji di guru terdekat. Di Surabaya terdapat tujuh lokasi untuk khataman dan berkembang ke berbagai lokasi di Jatim, misalnya Sidoarjo, Mojokerto, Malang, dan Banyuwangi.
Lokasi belajar Al Quran Braille sudah bertambah dan menimbulkan tantangan baru. Meski Surabaya adalah metropolitan terkemuka kedua setelah Jakarta, kalangan warganya yang disabilitas, terutama tunanetra, belum percaya diri untuk bepergian dengan angkutan umum. Yayasan mengajak lembaga donor untuk membantu dalam mobilitas tunanetra ke pelatihan Al Quran Braille.
Antar-jemput
Melalui sedekah rombongan, ada yang meminjamkan ambulans atau membiayai perjalanan tunanetra memakai angkutan umum. Di Banyuwangi, yayasan menggandeng aplikasi dalam jaringan (online) Gojek untuk antar-jemput tunanetra ke lokasi pelatihan. ”Terkadang kami masih takut ke tempat baru naik angkutan, khawatir jadi korban kejahatan, diturunkan tidak di tempatnya,” kata Ade yang mengagumi penulis Wira Setianegara dan Fiersa Besari.
Kekuatan jejaring dengan lembaga dan donor amat membantu Kawan Netra mengadakan beragam program. Mereka kemudian menginisiasi Festival Tunanetra Mengaji sejak 2021 untuk menguatkan Khataman Al Quran. Program ini terus berkembang dan dipertahankan seiring situasi sosial dan ekonomi pulih dari serangan pandemi. Gerakan Tunanetra Mengaji telah menjangkau lebih dari 300 tunanetra di Jatim dan akan diperluas hingga Lombok, Nusa Tenggara Barat.
Ade mengatakan, Gerakan Tunanetra Mengaji itulah yang mengantarnya ke nominasi Ashoka Young Changemakers 2023. Ade melalui lima tahap sejak seleksi administrasi sampai panel atau presentasi di hadapan dewan juri di Jakarta. Proses seleksi dijalani hampir setengah tahun dan berbuah manis pengakuan dan penghargaan. Dia mendambakan kuliah ilmu budaya atau ilmu ekonomi di Universitas Gadjah Mada.
Ade membuktikan bahwa kebutaan bukan akhir dari perjalanan mencapai cita-cita. Pada akhirnya justru dia mampu menebar cahaya setelah cita-citanya tercapai.
Inisiator Yayasan Urunan Kebaikan, Gusti Muhammad Hamdan Firmanta, menyebutkan, program Khataman Al Quran, Kawan Netra, bahkan Gerakan Tunanetra Mengaji lahir dari pemikiran dan kegelisahan rekan-rekan tunanetra yang didampingi. ”Ini bukan program yang dilahirkan secara top down atau dari atas, melainkan dari diskusi dan pemikiran teman-teman yang kemudian difasilitasi dan didukung lembaga dan donor,” ujarnya.
Gusti melanjutkan, peran lembaga dan donor amat penting dalam menunjang keberhasilan teman-teman tunanetra, termasuk Ade, menjalankan program yang luar biasa. Penghargaan dari Ashoka akan memperkuat citra Ade dan yayasan untuk mendorong program Gerakan Tunanetra Mengaji menjangkau lebih luas sesama tunanetra.
”Generasi Ade menolak bahwa tunanetra menjadi pemijat. Mereka punya ambisi dan mimpi lebih tinggi dalam ilmu pengetahuan dan kehidupan sosial,” katanya.
BIODATA
Nama : Ade Dwi Cahyo Putra
Lahir : Surabaya, 22 Juli 2005
Pendidikan : SMP Luar Biasa-A YPAB Surabaya
SMA Negeri 10 Surabaya
Aktivitas : Kawan Netra – Gerakan Tunanetra Mengaji