Gatot Sudariyono, Berlari untuk Berbagi
Sebenarnya banyak lembaga dana, perusahaan, ataupun perorangan yang bersedia menyumbang. Yang diperlukan adalah pelaku penggalangan dana yang berintegritas serta penerima sumbangan yang jelas rekam jejaknya.
Belum pulih kepenatan dari lomba lari Binloop Ultra 120, Gatot Sudariyono sudah berlari di CC64K. Beda lokasi, beda waktu, beda jarak tempuh. Namun, ada kesamaan cara dan tujuan: berlari sambil menggalang dana bagi yang membutuhkan.
Binloop Ultra sebenarnya murni lomba lari di atas 42 kilometer dengan jarak terjauh 200 km. Maka, Gatot meminta izin kepada Eka Yulianda sebagai ketua panitia agar bisa menjalankan misinya mencari dana untuk Sekolah Hijau Lestari.
Sekolah tersebut didirikan oleh Prapti Wahyuningsih dan dinarasikan di rubrik Sosok ini (Kompas, 1/3/2023). Kisah itu rupanya menggerakkan hatinya.
”Saya menjual kilometer yang saya jalani kepada donatur. Hasilnya saya serahkan kepada Ibu Prapti,” kata Gatot.
Maka, menjelang penutupan Binloop Ultra 120 2023, Minggu (7/5/2023), disisipkan upacara penyerahan dana Rp 100 juta dari Royston Advisory Indonesia, suatu perusahaan konsultan di bidang komunikasi. Didampingi Gatot dan Eka, CEO Royston Advisory Indonesia Affan Alamudi menyerahkan donasi langsung kepada Prapti yang datang dari Bandung.
Selain itu, masih ada tambahan Rp 25 juta dari teman-teman Gatot via crowd funding. Artinya mengumpulkan dana secara digital lewat aplikasi, salah satunya Kitabisa.
Gatot ditemani Carla Felany, juga pelari run for charity, mengikuti kategori 200 km. Akan tetapi, setelah menempuh 123,5 km hingga loop ke-10, Gatot memutuskan berhenti. ”Saya batuk berdahak habis-habisan. Jadi capek dua kali, lari sambil batuk. Kekurangan kilometer saya bayar dengan berlari di seputar apartemen saya, Epicentrum Rasuna Loops.”
Carla juga terpaksa berhenti setelah ia muntah. Dokter yang berjaga tidak mengizinkan ia lari lagi. Carla pun ”membayar” kekurangan kilometernya dengan lari personal.
Baca juga: Prapti Wahyuningsih Mengubah Derita Jadi Kebaikan
Mereka memang berupaya menepati janji kepada donatur yang sudah membeli ”kilometer”. Semua bisa dipertanggungjawabkan karena jarak, rute, dan waktu tempuh tercatat di program aplikasi Strava.
Selesai 64 km
Untungnya, di CC64K semua berlangsung lancar. Lengkapnya CC64K Charity Run, acara ini berbeda dengan Binloop Ultra 120 karena tujuannya memang untuk menggalang dana. Penyelenggaranya para alumnus Kolese Kanisius (CC), dengan titik awal dan titik akhir di SMA Kanisius, Menteng, Jakarta Pusat.
Dana yang terkumpul disumbangkan ke tiga lembaga: Sekolah vokasi Don Bosco, Pelayanan pengungsi Jesuit, dan beasiswa Ursulin. Hingga pengumpulan dana ditutup seminggu kemudian, total uang yang terkumpul mencapai Rp 826.432.828. Dari jumlah itu, kontribusi Gatot Rp 6,7 juta.
Memilih kategori lari 64 km, Gatot mulai berlari pukul 21.30. Sepanjang malam itu, ia menyusuri rute yang terbagi dalam empat loop, di antara keramaian lalu lintas Jakarta dan naik turun jembatan layang panjang. Sesekali beristirahat, ia berulang kali dibujuk naik ambulans di belakangnya dan terus berjuang untuk menjawab tidak.
”Saya ingat sambutan ketua panitia, perlarian adalah perjuangan iman. Antara menyerah, lanjut berlari, dan percakapan dengan diri sendiri untuk sampai ke garis akhir,” kisah Gatot.
Tiba kembali di SMA Kanisius Minggu (14/5/2023) pukul 06.00, Gatot menjadi pelari terakhir yang mencapai finish. Ditemani marshal—penjaga para pelari, biasanya naik sepeda—ia disambut meriah. ”Sengaja saya berhenti dulu merapikan baju, sepatu, sambil memikirkan bagaimana cara masuk ke garis finish dengan penuh gaya. Termasuk pose apa yang akan saya pilih ha-ha-ha,” ujar Gatot.
”Tetapi, mungkin ’perjuangan iman’ saya kurang kuat di Binloop Ultra 120 ketika memutuskan berhenti setelah 24 jam lari,’ tambahnya.
Semangat berlari
Saat bertugas ke Jepang tahun 2011, Gatot melihat banyak orang menikmati lari. Ternyata mereka sedang berlatih untuk Tokyo Marathon. Pulang ke Indonesia, dicarinya acara serupa. Semangatnya tumbuh, terutama untuk menurunkan berat badan yang mencapai 85 kg kala itu.
Ia mengincar Bali Marathon 42K. Selama enam bulan, ia memulai latihan dengan berjalan kaki mengelilingi Gelora Bung Karno. Makin lama, jumlah putaran makin bertambah. Ketika merasa tubuhnya siap, ia mulai berlari dan secara bertahap meningkatkan jumlah putaran.
Sukses menyelesaikan jarak 42 km dengan waktu 5 jam di Bali Marathon, ia seperti kecanduan. Berbagai lomba lari ia ikuti, makin lama makin jauh jaraknya. Ada Komando Run 64 km, Tambora 100, Sleman Ultra 100. ”Tetapi, saya mulai berpikir, ngapaincapek-capek cuma lari doang,” ucapnya.
Diilhami film Forest Gump, mulailah Gatot berlari sambil mengumpulkan dana. Tahun 2016, ia berlari di empat event—Borobudur Ultra Maraton 120, Jakarta Ultra 100, Penang Hill Ultra 100, dan Coast to Coast 230—untuk menggalang dana bagi SOS Children's Village Indonesia. Terkumpul dana Rp 334 juta.
Keberhasilan itu membuat pria yang saat ini masih menjadi Staf Khusus Menteri Perindustrian, makin bergairah menjalankan misinya. Kadang, ia menjadi peserta lomba lari dan menjual kilometer yang dicapainya. Kadang, ia lari dengan model crowd funding, atau membuat run for charity sendiri. Dengan pola itu, banyak lembaga bisa dibantunya.
Ketika ikut Kompas Lintas Sumbawa 320, tahun 2018, terkumpul dana Rp 200 juta untuk Yayasan Jantung Indonesia. Tahun 2022, ia ikut Nusantara Run Chapter 10 Blitar-Bromo untuk Yayasan Autis di Jawa Timur. Sebelum Binloop Ultra 120, awal 2023, Gatot berlari Virtual Chapter Jawa Tengah demi rumah singgah Yayasan Kanker Indonesia di Semarang.
Menurut Gatot, sebenarnya banyak lembaga dana, perusahaan, ataupun perorangan yang bersedia menyumbang. Yang diperlukan adalah pelaku penggalangan dana yang berintegritas serta penerima sumbangan yang jelas rekam jejaknya. Inilah yang ia coba pertemukan ketika usia terus bertambah dan tidak ada lagi ”beban” di pundak.
”Anak saya dua. Yang pertama sudah menikah sambil kuliah S-3 di Lancaster University, Inggris. Yang kedua sedang mengambil S-3 di Kyoto University, Jepang,” katanya.
Istrinya kini tengah mengurus cucu yang lahir pada Maret lalu di Inggris. Daripada sunyi sepi sendiri, Gatot pun semakin giat berlari dan berbagi.
Biodata
Nama: Ir Gatot Sudariyono
Tempat, tanggal lahir: Surabaya, 24 Desember 1961
Pendidikan: Teknik Mesin, ITB
Pekerjaan: Staf khusus Menteri Perindustrian
Keluarga: Istri (Ir Rachmi Syukriati) dan dua putri