Sejak sekolah dasar, Paul mulai merekam momentum Semana Santa. Ia punya sekitar 250 kaset dan lebih dari 300 gigabyte memori tentang Semana Santa. Ia janji akan terus merekam hingga jari tangannya tak sanggup lagi.
Oleh
FRANSISKUS PATI HERIN
·5 menit baca
Selama 25 tahun terakhir, Paul Goran (37) mengabadikan prosesi Semana Santa, sebuah tradisi lokal yang diikuti belasan ribu orang setiap tahun. Merekam perjalanan spiritual para peziarah hingga menyaksikan berbagai mukjizat menjadi bonus bagi dirinya yang bekerja tanpa pamrih. Ia berjanji akan terus mengabadikan momen sakral tersebut.
Sejak masih duduk di bangku sekolah dasar, Paul sering diajak sang ayah untuk memotret dan merekam video dalam berbagai momen penting diLarantuka, Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur. Ayahnya, Carles Ola Doni, adalah fotografer terkenal di kota itu, yang mulai menyukai dunia fotografi dan videografi sejak tahun 1970-an.
Salah satu momen yang digelar setiap tahun di Larantuka adalah Semana Santa. Tahun ini, acara ituberlangsung dari 2 hingga 8 Maret lalu. Tradisi warisan Portugis yang dipertahankan masyarakat lokal tersebut sudah berusia lebih dari lima abad.
Semana Santa digelar oleh suku-suku di bawah Kerajaan Larantuka yang merupakan satu-satunya kerajaan bercorak Katolik di Nusantara. Semana Santa digelar dalam rangka menyongsong Paskah. Ketika mengikuti Semana Santa, peziarah mengenang Yesus yang disiksa, wafat di kayu salib, kemudian bangkit dari kubur pada hari ketiga.
Merekam upacara Semana Santa yang berlangsung selama satu pekansangat menguras energi. Banyak momen penting yang tidak boleh dilewatkan, seperti penciuman patung sebagai simbol kehadiran Tuhan di beberapa kapel, perarakan di laut pada siang hari, dan prosesi mengelilingi pusat kota Larantuka mulai dari petang hingga tengah malam. Naluri Paul sebagai kamerawan perlu diasah.
Pada awalnya, Paul diberi kebebasan oleh ayahnya untuk mengambil gambar menurut keinginannya. Panduan yang diberikan pun seadanya. ”Setelah selesai kegiatan, saya lalu bandingkan hasil yang saya rekam dan hasil dari bapak. Bapak kemudian memberi penjelasan. Dari situ saya menyerap ilmunya,” ujar Paul saat ditemui di perkampungan Sarotari, Kecamatan Larantuka, Kabupaten Flores Timur, Minggu (9/4/2023).
Tak hanya dari bapaknya, Paul juga belajarsecara otodidak mengenai videografi dari sebuah majalah langganan. Melihat keinginan Paul yang tinggi terhadap dunia fotografi dan videografi, selepas tamat sekolah menengah atas, sang ayah mengizinkan Paul merantau ke Jawa untuk kursus ilmu tersebut. Kemampuan Paul pun semakin meningkat.
Menyimpan dokumentasi
Sejak 1998, Paul tidak melewatkan sekali pun momen Semana Santa. Bahkan, ketika pandemi Covid-19, Semana Santa digelar secara terbatas oleh kalangan keluarga suku, Paul hadir merekam seluruh peristiwa.Selama tiga tahun, 2020, 2021, dan 2022, pemerintah menerapkan pembatasan sosial berskala besar. Akibatnya, kegiatan yang melibatkan massa ditiadakan.
Paul yang bukanjurnalis juga belajar tentang etika pengambilan gambar. Dalam ritual Semana Santa, videografer dan fotografer wajib memperhatikan titik-titik tertentu yang tidak boleh disorot secara detail. Selain itu, penempatan diri kamerawan agar jangan terlalu mencolok. Keberadaan kamerawan jangan sampai merusak suasana sakral itu.
Semakin ke sini, Paul melihat banyak kamerawan tak lagi memperhatikan etika dalam pengambilan gambar. Kondisi itu semakin kacau dengan perilaku para peziarah yang merekam dengan telepon pintar. Bahkan, ada yang menyiarkan secara langsung melalui akun media sosial mereka.
Paul sempat mengalami masa di mana proses perekaman video kala itu menggunakan kaset. Kamera berikut kaset yang pernah ia gunakan dulu, kini masih tersimpan rapi di ruang kerjanya. Lebih kurang 250 kaset yang menyimpan video Semana Santa kini dalam kondisi baik.
Tahun 2014, Paul mulai menggunakan kamera digital. Ia mencatat antara 300 dan 400 gigabyte memori tentang Semana Santa yang tersimpan secara digital. Hingga kini, ia masih menyimpan semua filedengan konsekuensi harus menambah memori eksternal setiap tahun.
Rekaman kaset dan digital selama 25 tahun terakhirkini tersimpan. Kekayaan koleksi ini membuat Paul menjadi pemilik dokumen paling lengkap terkait Semana Santa. Bagi siapa saja yang membutuhkan dokumen itu, termasuk media, Paul dengan senang hati memberikannya tanpa meminta imbalan. Iabahkan memberi file mentah agar dapat diolah sesuai kebutuhan.
Karya Paul kini tersebar di mana-mana. Jika mencari foto ataupun video terkait Semana Santa di internet, banyak muncul hasil jepretan dan rekaman dia. Hasil rekaman Paul banyak digunakan untuk promosi wisata budaya bernuansa agama Katolik di Larantuka. Terlebih lagi, saat ini pemerintah daerah setempat tengah mendorong Semana Santa dijadikan sebagai ikon Katolik nasional.Ia bersyukur, karyanya bisa dinikmati banyak orang.
Pengalaman merekam Semana Santa selama lebih dari dua dekade membuat Paul menjadi saksi perjalanan spiritual para peziarah. ”Saya pernah menyaksikan ada orang lumpuh yang akhirnya bisa berjalan kembali setelah selesai berdoa di salah satu kapel. Mukjizat itu nyata terjadi selama peziarah sungguh mengimani,” ujar Paul.
Selesai merekam Semana Santa, Paul kembali ke aktivitas kesehariannya, yakni mengelola rumah produksi milik keluarga yang bernama Cisil Ina Gelekat. Rumah produksi yang banyak menghasilkan karya di Kabupaten Flores Timur. Mereka telah memproduksi 1.412 lagu, kebanyakan lagu daerah setempat dan beberapa kabupaten sekitar.
Di rumah produksi itu pula Paul membuka kesempatan bagi siapa saja, terutama anak muda, yang ingin belajar mengenai fotografi dan videografi. Sudah ratusan orang belajar dari dirinya. Banyak didikan Paul yang kini sudah terjun ke lapangan, termasuk mengambil gambar dalam momen Semana Santa.
Paul adalah sosok yang bekerja dengan tulus tanpa pamrih. Ketika banyak orang melihat Semana Santa sebagai peluang untuk mendapatkan uang, Paul tidak terpengaruh. Ia selalu di posisinya yang dulu. Ia pun berjanji akan terus merekam perjalanan Semana Santa hingga tahun-tahun yang akan datang. Ia terus merekam hingga jari tangannya tak sanggup lagi merekam.
Paul Goran
Lahir: Larantuka, 25 Januari 1986
Pendidikan terakhir: SMA Negeri 4 Yogyakarta (lulus 2004)