Dion Dani, Mimpi Anak-anak Pulau Solor
Dulu anak-anak Pulau Solor, Nusa Tenggara Timur, takut bermimpi. Berkat kehadiran komunitas Teras Baca Ile Napo yang diiniasi Dion Dani, pengetahuan mereka tentang pendidikan dan karier semakin luas.
Kehidupan Pulau Solor, Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur, boleh jauh dari ingar-bingar kota. Namun, Dion Dani (39) ingin supaya anak-anak di sana berpengetahuan dengan bebas merdeka. Berkat kegiatan literasi komunitas Teras Baca Ile Napo, mereka berani bermimpi besar.
Ingatan membawa kembali Dion ke tahun 2008. Waktu itu, putra Ende ini lulus sebagai pegawai negeri sipil dengan penempatan di Pulau Solor. Petualangannya demi kehidupan pun dimulai.
Kaget adalah kata yang tepat setelah kapal yang membawanya bersandar di Pelabuhan Menanga. Tidak ada sinyal untuk ponsel pada waktu itu, tidak ada bank tersedia. Listrik pun hanya menyala mulai dari pukul 18.00 hingga 06.00. Hanya ada kantor pos di sana.
”Mau tidak mau saya berusaha survive. Puji Tuhan, kondisi sekarang membaik, sudah ada listrik 24 jam, sinyal telepon sudah bagus, dan air minum galon sudah bisa titip di kapal,” kata Dion yang akrab dipanggil Padhe dalam wawancara virtual dari Pulau Solor, Selasa (28/3/2023).
Dion menunaikan tugas sebagai guru Matematika di SMPN 1 Solor Timur. Seiring waktu, dia mengenal dengan anak-anak, kehidupan, dan dunia pendidikan di sana. Solor Timur adalah satu dari tiga kecamatan di Pulau Solor. Wilayah ini memiliki curah hujan terbatas sehingga ladang cenderung tandus. Kebanyakan warga bekerja sebagai petani ladang dan nelayan.
Satu temuan tentang anak-anak sekolah cukup mengejutkan Dion. Saat ia menanyakan soal cita-cita mereka, mereka kebanyakan menjawab ingin menjadi bidan, guru, polisi, atau tentara.
”Banyak yang menjawab bidan untuk semua profesi tenaga kesehatan, entah itu dokter atau perawat. Mereka hanya terpapar profesi yang itu-itu saja karena memang dibentuk di lingkungan yang seperti itu. Padahal, ada banyak profesi lain,” tutur Dion, prihatin.
Pada 2016, Dion bertemu dengan teman-teman dari Jawa yang datang untuk meriset. Sebagai sesama pendatang, mereka mencoba membuat kelas inspirasi di mana mereka mendatangkan relawan dari berbagai bidang berkunjung ke sekolah. Hal ini agar para sukarelawan menceritakan profesi yang jarang diketahui anak-anak. Kegiatan serupa berlangsung pada 2018.
Kemudian, kebetulan pemilik rumah kosan Dion, Awaludin Gara, memiliki perpustakaan keluarga. Dion berinisiatif untuk mengembangkan tempat baca itu sebagai komunitas yang lebih berdampak. Upaya Dion dibantu oleh beberapa pendiri bersama lainnya, yakni Khairani Indah Lamen, Dewiyanti Wujon, dan Eduard Sogen.
Berdirilah Teras Baca Ile Napo pada 11 Desember 2018. Komunitas ini mengambil filosofi dari kata teras di mana ini adalah menjadi tempat andalan untuk bertemu, berdiskusi, dan bercerita bagi orang NTT. Lalu, Ile Napo merupakan gunung tertinggi di Pulau Solor. Mudah untuk menebak makna nama komunitas ini, yakni menjadi tempat anak-anak bertemu dan menggantungkan cita-cita setinggi mungkin.
Visi Teras Baca Ile Napo adalah membentuk anak yang bertakwa, beriman, berilmu, dan berjiwa sosial. Pintar saja tidak cukup, anak-anak juga harus berjiwa sosial dengan peka terhadap lingkungan sekitar. Pada awalnya, menurut Dion, komunitas hanya fokus pada kegiatan membaca.
Belajar dan bermain
Seiring waktu berlalu, Dion menyadari pentingnya membuat kegiatan yang mendukung literasi. ”Ini tentang bagaimana kami sekreatif mungkin mengemas kegiatan agar anak-anak tidak jenuh. Jadi, komunitas ini bisa menjadi wadah belajar dan bermain anak-anak,” tutur Dion yang menjabat sebagai ketua.
Oleh sebab itu, literasi dikaitkan ke kehidupan sehari-hari anak-anak, baik itu dalam bidang lingkungan, sosial, kesehatan, maupun toleransi beragama lantaran di sana banyak pemeluk Islam dan Katolik. Kegiatan literasi oleh Teras Baca Ile Napo kini meluas ke kunjungan ke sekolah-sekolah dasar yang tersebar di 17 desa dengan menggelar berbagai acara, seperti panggung ekspresi agar anak-anak bisa tampil.
Di bidang kesehatan, mereka terlibat dalam edukasi anak-anak tentang pola hidup sehat dalam bahasa daerah saat pandemi dan menunjukkan cara menyikat gigi yang benar. Komunitas ini juga membuka pojok baca di puskesmas.
Dion dan kawan-kawan di komunitas turut mengajarkan anak-anak peduli lingkungan seperti lewat kegiatan edukasi sampah dan daur ulang sampah. Di bidang toleransi, Teras Baca Ile Napo mengajak anak-anak beragama Katolik berkunjung ke pondok pesantren dan begitu pula sebaliknya.
Komunitas ini turut menggalang sukarelawan dalam kegiatan sosial, misalnya berkolaborasi dengan lembaga swadaya masyarakat atau donatur dalam membangun sekolah, membenahi perpustakaan, dan memberi bantuan beasiswa. Sukarelawan bisa berupa anak SD hingga mahasiswa sehingga terlibat dalam kegiatan ini bisa membantu portofolio mereka.
Fungsi Teras Baca Ile Napo bisa dibilang dinamis. Komunitas ini turut menjadi 'konsultan pendidikan' bagi warga Pulau Solor yang ingin melanjutkan pendidikan ke jenjang berikutnya. Komunitas ini juga menyalurkan beasiswa atau bantuan kepada para pelajar dari donatur.
Sudah ribuan pelajar di Pulau Solor yang terdampak kegiatan Teras Baca Ile Napo. Komunitas ini turut memiliki beberapa sekolah binaan, yaitu SD Inpres Lohayong, Madrasah Ibtidaiyah Swasta (MIS) Menanga, Madrasah Ibtidaiyah Negeri 2 Flores Timur, dan SD Inpres Liwo. Sekolah-sekolah ini mendapat kunjungan rutin, peminjaman buku, sekaligus dukungan kegiatan literasi yang diadakan sukarelawan setempat.
”Teras Baca Ile Napo tidak mempunyai struktur organisasi yang paten. Yang ada hanya ketua dan bendahara. Kami adanya sukarelawan, misalnya ada kunjungan ke sekolah A baru gelar perekrutan terbuka untuk membentuk panitia,” ujar anak kedua dari dua bersaudara ini.
Baca Juga: Lismah Rahmawati Menghidupi Perpustakaan Daerah Cirebon
Sukarelawan komunitas berasal dari Pulau Solor dan beberapa kota lainnya di Indonesia, seperti Kupang, Jakarta, dan Surabaya. Salah satu staf media sosial Teras Baca Ile Napo berasal dari Makassar. Ada juga sukarelawan yang berlokasi di Jerman. Tidak jarang mereka merogoh kocek sendiri demi kemulusan gelaran kegiatan.
Meskipun komunitas masih berjuang agar bisa bertahan, mulai ada perubahan sosial yang Dion rasakan. ”Pemikiran mereka mulai terbuka. Cita-cita mereka mulai bervariasi bahkan ada sukarelawan yang sudah lanjut kuliah S-2,” tuturnya.
Yohanes Dion Dani
Lahir: Ende, 8 April 1983
Pekerjaan: Guru Matematika SMPN 1 Solor Timur
Prestasi, antara lain:
- Nomine Teacher Literacy Awards (2020)
- Teacher Ambassador KOCO Schools (2021)
- Guru Inisiator Perubahan (2021)
- 10 Sosok Pahlawan Kemajuan Keluarga Indonesia, Kick Andy dan Frisian Flag (2022)