Erin Sumarsini mengabdikan dirinya lewat literasi. Pengalaman baca-tulis serta hidup sebagai buruh migran di Taiwan kian mengasahnya sebagai penulis. Selain membuka perpustakaan, Erin juga kampanyekan internet sehat.
Oleh
WILIBRORDUS MEGANDIKA WICAKSONO
·5 menit baca
WILIBRORDUS MEGANDIKA WICAKSONO
Erin Sumarsini, pemilik nama pena Erin Cipta, saat ditemui di salah satu kafe di Cilacap, Jawa Tengah, Rabu (22/3/2023).
Membaca dan menulis membuat hidup Erin Sumarsini (44) kian bermakna. Mantan buruh migran di Taiwan ini mencoba menularkan kegandrungannya membaca dan menulis kepada orang lain. Bersama rekan-rekanmigran, Erin merintis Gemas alias Gerakan Masyarakat Sadar Baca dan Sastra serta perpustakaan untuk ibu.
Sejak 2015, Erin bersama Nanik Riayati, buruh migran asal Kroya (Cilacap), beserta 23 buruh migran di Taiwan telah mendirikan lima perpustakaan yang disebut Library for Mom di beberapa daerah. Awalnya, di desa asal Erin diKarangjati, Kecamatan Sampang, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah. Dari sini, mereka membangun perpustakaan serupa di Kediri (Jawa Timur),Lampung, Kroya, dan Solo (Jateng).
”Ada ide, siapa yang pulang duluan ke Indonesia akan buka perpustakaan pertama. Ternyata saya pulang duluan. Lalu saya membuat perpustakaan pertama di rumah saya di Karangjati, sedangkan mereka mengumpulkan sumber dana, mengumpulkan buku, dan sumber daya,” kata Erin saat ditemui di Cilacap, Rabu (22/3/2023).
Di perpustakaan itu, Erin telah memiliki sekitar 500 buku. Kemudian, teman-teman buruh migran lainnya menambahsekitar 1.000 buku tentang memasak, perawatan diri atau kecantikan, dan cerita anak. ”Sasarannya memang untuk ibu dan anak karena buku yang ada atau sumber bacaan memang untuk segmen ibu-anak,” kata ibu dua anak ini.
Seiring berjalannya waktu dan kembalinya teman-teman buruh migran ke kampung halaman masing-masing, perpustakaan yang dibangun komunitas buruh migran ini pun bertambah. Dengan modal sekitar 1.000 buku per perpustakaan, gerakan initelah mendistribusikan setidaknya 5.000 buku ke lima perpustakaan yang ada.
Untuk mengembangkan komunitasnya, Erinbergabung dengan jaringanPustaka Bergerak Indonesia danmengikuti kelas menulis yang digelar Diva Press Yogyakarta. Berkat jaringan yang lebih luas, Erin mendapat kiriman satu truk buku atau sekitar 10.000 buku dari pendiri Diva Press Edi Mulyono.
Buku yang melimpah mendorong Erin membuat bank buku. Lewat layanan Free Cargo Literacy (FCL), iamengirimkan ribuan buku ke seluruh pelosok Indonesia. ”Sekitar 50 persen buku dikirim ke Pegunungan Bintang (Papua),” ujar Erin.
Setelah program FCL itu terhenti, upaya pengiriman buku tetap dilakukan Erin lewat jaringan mahasiswa-mahasiswi yang sedang menggelar kuliah kerja nyata (KKN) di desa-desa. Buku-buku yang dikirim Erin jadi perintis dibukanya perpustakaan di sejumlah desa.
Kini di sela-sela kesibukannya menjual aneka camilan dan kudapan, Erin tetap mengabdikan diri kepada literasi. Sembari mengikuti perkembangan zaman, Erin memberikan literasi digital kepada para pelajar. Lewat program Smartfren Community, Erin, yang berperan sebagai koordinator di Cilacap,mengampanyekan penggunaan internet sehat.
Rabu siang, misalnya, di salah satu kafe di Kota Cilacap, bersama 25 pelajar,Erin mengajak Rakhmi Agustin sebagaikreator konten bidang makanan membagi pengalaman terkait pemanfaatan internet secara positif dan menghasilkan sesuatu.
WILIBRORDUS MEGANDIKA WICAKSONO
Erin Sumarsini, pemilik nama pena Erin Cipta, saat ditemui dalam acara Smartfren Community Cilacap di salah satu kafe di Cilacap, Jawa Tengah, Rabu (22/3/2023).
”Tukang” baca
Erin yang lahir di Cilacap adalah anak kelima dari tujuh bersaudara. Sejak kecil ia akrab dengan aneka bacaan, seperti Panjebar Semangat, koran Suara Merdeka, Intisari, Jakarta Jakarta, buku-buku sastra AA Navis dan Marah Rusli. Buku-buku itu adalah koleksi ayahnya, Cipto Susilo, yang berprofesi sebagai dalang di wilayah Banyumas-Cilacap.
Saking senangnya membaca, Erin menyortir kertas bekas yang ada di rumah. Kertas yang ada bacaan menariknya ia simpan. Sisanya dipisahkan untuk didaur ulang oleh sang kakak. Kebetulan saat itu kakaknya bekerja sebagai pedagang suvenir dari daur ulang kertas.
”Secara tidak langsung, saya sudah membaca dan belajar bahasa Inggris dari kertas-kertas bekas yang dikumpulkan kakak,” tutur pemilik nama pena Erin Cipta. Nama Cipta diambil dari nama almarhum sang ayah.
Erin kecil juga suka menulis puisi dan cerita pendek untuk dikirimkan ke sejumlah majalah serta perlombaan. Hingga akhirnya, cerpennya berjudul ”Titip Cinta buat Destria” menyabet cerpen terbaik di tingkat provinsi saat Erin duduk di bangku SMA Negeri 1 Ajibarang.
”Saat itu, menulisbukan sesuatu yang saya seriusi betul-betul karena saat itu memang menulis hanya seperti katarsis, apa ya, karena kepala saya ramai sekali begitu, biar keluar, saya menulis,” katanya.
WILIBRORDUS MEGANDIKA WICAKSONO
Erin Sumarsini, pemilik nama pena Erin Cipta, saat ditemui di salah satu kafe di Cilacap, Jawa Tengah, Rabu (22/3/2023).
Merantau ke Taiwan
Karena kebutuhan ekonomi keluarga, Erin memutuskan untuk merantau ke Taiwan sebagai pengasuh lansia. Dua tahun dilaluinya dengan bekerja tanpa libur. Di sela-sela waktu bekerja atau istirahat yang sangat terbatas, Erin memanfaatkannya untukmenulis. ”Bagi saya waktu itu, menulis adalah untuk menjaga kewarasan,” kata Erin.
Dalam keterbatasan itu, Erin berhasil menuliscerpen”Yen Feng dan Carlos”. Cerpen itu meraih penghargaan cerpen terbaik dalam ajang Taiwan Literature Award for Migrant pada 2014 dan menyabet Merit Award. Tahun berikutnya, cerpennya berjudul ”Lelaki Pemberani di Jiangzicui” juga mendapatkan penghargaan serupa.
Di Indonesia, pada 2017, Erinmengembangkan cerpen ”Yen Feng dan Carlos” menjadi novel Carlos yang berkisah tentang seekor anjing serta anak dengan down syndrome.
Lewat membaca dan menulis, Erin mencoba terus mengaktualisasikan dirinya. Ia tumbuh dan berkembang menjadi penggerak literasi di Cilacap dengan membuka pintu rumahnya bagi siapapun yang mau membaca di perpustakaannya.
Kepada para ibu atau orangtua secara umumnya, Erin berpesan supaya terus mengikuti perkembangan zaman supaya dapat menjadi teman bagi anak-anaknya.
”Anak-anak begitu cepat belajar. Untuk orangtua, jangan ketinggalan dengan pengetahuan anak. Pastikan orangtua ada,” kata Erin yang mencoba menerapkan jaringan keluarga (family link) supaya akun-akun anaknya terkoneksi dengan akun dirinya. Dengan begitu, dia bisa memantau apa saja yang dilihat dan dibaca oleh anak-anaknya di dunia maya.
WILIBRORDUS MEGANDIKA WICAKSONO
Erin Sumarsini, pemilik nama pena Erin Cipta, saat ditemui di salah satu kafe di Cilacap, Jawa Tengah, Rabu (22/3/2023).
Erin Sumarsini
Lahir: Cilacap, 16 April 1979
Suami: Edi Prayitno (46)
Anak: Dua
Pendidikan: SMA N 1 Ajibarang (1994)
Kegiatan:
- Salah satu perintis Gerakan Masyarakat Sadar Baca dan Sastra