Sopia Herawati berjuang untuk pendidikan gratis bagi anak-anak usia dini. Sopia juga mengurusi surat kependudukan warga pemulung untuk memudahkan mereka mendapat akses pelayanan masyarakat.
Oleh
MARIA SUSY BERINDRA
·5 menit baca
KOMPAS/PRIYOMBODO
Sopia Herawati, penggagas kelas kejar paket ABC dan TK gratis untuk anak-anak pemulung di Tangerang Selatan, Banten.
Sopia Herawati mengabdikan diri untuk pendidikan anak usia dini selama lebih dari 20 tahun. Harapannya, anak-anak memiliki pendidikan yang berkualitas secara gratis. Segala upaya dia lakukan agar kaum papa dapat mendusin asanya untuk memiliki ijazah ujian persamaan sebagai modal menggapai cita-cita.
Dengan penuh kesabaran, Sopia mengajar anak-anak pemulung di TK Ibunda pada Jumat (10/2/2023) siang. Sekolah itu menempati sebuah rumah di pojok gang yang berada di kawasan perumahan Puri Bintaro Hijau, Pondok Aren, Tangerang Selatan. Pada pagi hari, gedung itu dipakai untuk TK Mutiara Hati yang berbayar, sedangkan siang hari dipakai untuk TK Ibunda yang merupakan sekolah gratis. Di sekolah gratis terdaftar 60 anak-anak yang rajin mengikuti kegiatan pembelajaran.
”Ayo, anak-anak duduk yang rapi. Sekarang, ibu mau bertanya, sehari mandi berapa kali? Siapa yang bisa menjawab?” ujar Sopia kepada anak-anak berusia 4 hingga 5 tahun itu. Anak-anak duduk lesehan di ruang kelas berukuran 3 x 6 meter. Dinding kelas dicat warna hijau muda dengan beragam hiasan hasil karya anak-anak.
KOMPAS/PRIYOMBODO
Sopia Herawati Penggagas kelas kejar paket ABC dan TK gratis untuk anak-anak pemulung di Tangerang Selatan, Banten.
Mereka langsung berebut menjawab pertanyaan. Banyak anak yang salah menjawab. Sebagian menjawab satu kali pada sore hari. Hingga akhirnya, seorang anak laki-laki yang memakai baju koko berwarna abu-abu mengacungkan tangan sambil menjawab, ”Dua kali. Pagi dan sore.”
Setelah itu, anak-anak menyanyi sambil bergoyang. Di salah satu pojok ruangan, dua guru lain, Sumarni Apriliani dan Betti Widianingsih, sedang menyiapkan lembar kerja tentang garis dan bentuk yang akan dikerjakan anak-anak.
”Kami mengajari mereka sesuai dengan kurikulum PAUD (pendidikan anak usia dini). Selain itu juga belajar etika, sopan santun, dan berdoa. Untuk mengajak mereka belajar, harus sabar karena kadang-kadang mereka lebih memilih ikut orangtua memulung, apalagi kalau dapat uang,” tutur Sopia.
Saat anak-anak belajar di depan sekolah, ketiga guru tersebut juga mengawasi mereka bermain. Anak-anak berebut bermain ayunan dan komidi putar. Keceriaan menghiasi wajah mereka. Sementara beberapa orangtua menunggui mereka di depan sekolah. Mereka merupakan pemulung di Iwapi/Sarmili di Jurangmangu Timur, Tangerang Selatan.
Sebelum pandemi, Sopia dan guru lainnya datang ke lapak untuk mengajar anak-anak PAUD. Selain itu, ada juga pusat kegiatan belajar masyarakat untuk warga yang ingin mendapat ijazah kejar paket A, B, dan C. ”Kalau pas hujan, di sana becek sekali, tetapi kami tetap berusaha hadir untuk mengajar. Lalu, mulai akhir tahun lalu, kegiatan belajar dipindah ke sekolah ini,” ujar Sopia.
Sopia juga mengurusi surat kependudukan warga pemulung. ”Banyak dari mereka yang menikah siri sehingga anak-anak tidak punya akta kelahiran. Kasus lainnya, mereka sudah memiliki KTP di tempat asal, lalu sulit mendapat KTP di Tangsel,” kata Sopia.
Pengabdian
Sejak kuliah di Universitas Islam Nusantara, Bandung, pada 1988, Sopia sudah berniat menjadi guru. Berbekal ijazah sarjana pendidikan, dia mengajar siswa SD di Cimahi. Lalu, pada 1992, Sopia pindah ke Jakarta dan mengajar di SMA Ar-Rahmaniyah Depok.
”Setelah menikah, suami saya juga guru. Kami ingin membantu anak-anak yang tidak bisa sekolah karena biaya pendidikan, kan, mahal. Orang kecil jadi terpinggirkan. Saya juga ingin anak kami terbiasa dengan kegiatan belajar,” cerita Sopia.
Dengan niat yang baik itulah, pada 1998 dia mendirikan TK Ibunda. Bersama sang suami, mereka menyiapkan sendiri alat-alat sekolah, seperti meja kursi, buku, dan alat tulis. Siswa yang mereka ajari merupakan anak-anak buruh yang tinggal di sekitar rumah Sopia. Saat itu, keduanya masih menjadi guru honorer. Begitu langkah awal mereka membangun kesadaran atau mendusin harapan kepada kaum papa.
KOMPAS/PRIYOMBODO
Sopia Herawati mengajar siswa TK Ibunda yang merupakan anak-anak pemulung, di kawasan Puri Bintaro Hijau, Tangerang Selatan, Banten, Jumat (10/2/2023),
Sekolah itu masih bertahan meski Sopia harus menjalankan sendiri setelah suaminya, Imansyah, meninggal sekitar 10 tahun yang lalu. Sopia juga mengajar calon guru TK di Pendidikan Guru TK Polaris Jakarta. Setelah menempuh pendidikan selama setahun, para guru yang lulus dia minta mengajar di sekolah yang didirikan Sopia.
Di sela-sela perjuangannya menyediakan pendidikan bagi anak kurang mampu, Sopia gigih menimba ilmu demi mendapat status sebagai pegawai negeri sipil. Meski sudah menyandang gelar sarjana, dia harus kuliah S-1 lagi. Dia memilih kuliah di Universitas Terbuka lalu melanjutkan S-2 di Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) Arrahmaniyah. Sopia mendalami ilmu pendidikan untuk mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan.
”Saya kuliah lagi supaya bisa diangkat menjadi PNS. Setelah diangkat PNS tahun 2015, lumayan juga saya dapat tunjangan kesejahteraan daerah Rp 7 juta, tambahan tunjangan sertifikasi Rp 3 juta bisa untuk biaya operasional sekolah. Selain itu, TK Ibunda mendapat dana biaya operasional pendidikan,” katanya.
Keinginan Sopia memajukan pendidikan anak-anak Indonesia masih terus berlanjut. ”Mereka punya semangat yang tinggi. Indonesia punya mereka yang bisa memajukan bangsa ini. Semoga mereka juga bisa mendapat beasiswa pendidikan untuk meraih cita-citanya,” ujar Sopia.
KOMPAS/PRIYOMBODO
Sopia Herawati
Sopia Herawati
Lahir: Bandung, 21 Agustus 1962
Pendidikan
- SPG Karya Pembangunan Cimahi (1982)
- S-1 di Universitas Islam Nusantara, Bandung (1988)
- S-1 di Universitas Terbuka, Pondok Cabe (2015)
- S-2 di STKIP Arrahmaniyah, Depok (2015)
Pengalaman kerja, antara lain:
- Guru SDN Cimahi (1982)
- Mengajar di Pendidikan Guru TK Polaris Jakarta (1990)
- Guru SMA Ar-Rahmaniyah Depok (1992)
- Kepala Sekolah TK An Nur Pesanggarahan
- Kepala Sekolah TK Ibunda (1998-2015)
- Kepala Sekolah TK Mutiara Hati
- Guru SDN 03 Petojo Utara Jakarta (2016-2022)
- Ketua Yayasan Salman Al-Farizi, Pondok Aren (2012-sekarang)