Yenny Wahid tersentuh dengan ”Serat Sastra Gendhing” ciptaan Sultan Agung Hanyokrokusumo. Isi gending itu penting diresapi sebagai bahan refleksi kehidupan.
Oleh
REGINA RUKMORINI
·2 menit baca
Politikus dan aktivitis Nadhlatul Ulama (NU) Yenny Wahid mengaku bukan pencinta gendhing dan tidak mahir melantunkan gending. Namun, ketika diminta untuk memberikan kata sambutan dalam pembukaan pameran ”Mata Air Bangsa-Persembahan untuk Gus Dur dan Buya Syafii Maarif” di OHD Museum, Magelang, Sabtu (30/7/2022), putri kedua Gus Dur tersebut justru membuka kata dengan nggendhing.
Dia melantungkan larik-larik kalimat dari Serat Sastra Gendhing karya Sultan Agung Hanyokrokusumo yang digubah menjadi sebuah lagu dengan fasih dan lancar. Yenny menyukai gending tersebut karena kata-katanya di dalamnya penting untuk diresapi, dan sangat relevan dengan kondisi sekarang.
”Bagi saya, kata-kata dalam gending ini terasa mak nyos di hati,” ujarnya, saat ditemui seusai secara pembukaan pameran, Sabtu (30/7/2022) malam.
Mak nyos yang dimaksudkan adalah sangat mengena di hati.
Serat Sastra Gendhing, menurut dia, bertutur tentang pentingnya menjaga rasa dan perasaan. Hal ini sungguh layak untuk direfleksikan di masa sekarang karena banyak orang saat ini lebih terfokus pada masalah kebendaan, materialistis, dan mulai mengesampingkan rasa.
Padahal, semestinya hal itu tidak terjadi karena rasa adalah jendela nurani. ”Dengan menjaga rasa, kita sebenarnya bisa membantu meredam aneka bentuk kezaliman, dan kesewenang-wenangan yang sekarang banyak terjadi,” ujarnya.
Sambutan dalam pameran sebenarnya semula direncanakan disampaikan oleh kakak Yenny, Alissa Wahid. Namun, karena yang bersangkutan tidak bisa hadir, Yenny pun berperan untuk menggantikannya.
Karena tidak siap memberikan kata-kata sambutan, Yenny pun mengaku terpaksa melakukan improvisasi, termasuk dengan melantunkan gending.
”Melantunkan gending adalah bentuk improvisasi saya yang malam ini menjadi ganjel (pengganti), kakak saya,” ujarnya sembari tertawa.