Mokhamad Mukhyi, Ketua Kelompok Masyarakat Pengawas/Kelompok Usaha Bersama Pantai Rejo, sejak 2013 aktif dalam pelestarian penyu lekang untuk keberlangsungan sang kelana samudra di perairan Banyuwangi, Jawa Timur.
Oleh
AMBROSIUS HARTO MANUMOYOSO
·6 menit baca
Kalangan nelayan Banyuwangi, Jawa Timur, meyakini penyu merupakan sahabat keluarga. Mereka memahami peran penting satwa itu sebagai indikator kesehatan bahari. Untuk melestarikan penyu, Mokhamad Mukhyi bersama warga di pesisir Dusun Pantai Rejo menjaga kawasan pantai untuk pendaratan dan tempat penyu bertelur. Kesadaran melestarikan penyu, terutama penyu lekang, didorong oleh salah satu sisi kelam kehidupan nelayan. Mereka menghormati penyu dan anakan, tetapi tidak terhadap telur penyu yang dikonsumsi atau dijual. Sebagian nelayan mempunyai anggapan yang keliru bahwa telur penyu berkhasiat. ”Padahal, telur penyu cepat busuk sehingga jika dikonsumsi tidak akan bermanfaat atau malah membawa penyakit,” kata Mukhyi saat ditemui pada akhir Mei 2022.
Mukhyi adalah Ketua Kelompok Masyarakat Pengawas (Pokmaswas)/Kelompok Usaha Bersama (KUB) Pantai Rejo, Pakis, Banyuwangi. Sejak 2011, mereka giat dalam pelestarian penyu. Pantai Cemara, kini bernama pesisir Dusun Pantai Rejo, merupakan tempat pendaratan alami penyu lekang (Lepidochelys olivacea).
Mukhyi melanjutkan, secara umum nelayan memahami situasi perairan telah berubah semakin menyulitkan keberlangsungan hidup mereka. Mereka tahu populasi manusia meningkat sehingga mendorong pemanfaatan sumber daya alam besar-besaran, boros, dan tak lestari. Perilaku manusia juga merusak sehingga terjadi perubahan iklim, mencemari lingkungan dan perairan, serta seolah tidak ingin menyisakan apa-apa untuk generasi mendatang.
Sejak tahun 1989, ketika Mukhyi datang dan menetap di Pantai Rejo dirasakan panen bahari dari laut tak sejaya masa lalu. Penyu yang banyak terlihat berenang di pantai dan mendarat untuk bertelur berkurang. Pantai Rejo sekadar dusun nelayan tradisional yang ketinggalan, kumuh, dan tak sedap dipandang.
Saat itu, Mukhyi bekerja sebagai satuan pengamanan tambak di Pantai Rejo. Sebelumnya, selama lima tahun, bapak dua anak dan tiga cucu ini bekerja dengan sang kakak di Kabupaten Malang. Entah mengapa, kehidupan di Pantai Rejo membuat lelaki kelahiran Kalibaru, Banyuwangi, 10 Oktober 1965, betah. Mukhyi, putra penjual sate dari Sampang, Pulau Madura, menambatkan hati dengan seorang perempuan Pantai Rejo yang memberinya dua anak.
Kehidupan berjalan biasa sampai awal 2010 ketika Pemerintah Kabupaten Banyuwangi mendorong program pariwisata. Warga Pantai Rejo memahami perubahan kehidupan dan lingkungan menjadi lebih baik bisa melalui pariwisata. Setahun kemudian, mereka dibantu menata lingkungan dengan penanaman cemara, terutama cemara udang (Casuarina equisetifolia). “Kami dibantu pengadaan bibitnya oleh warga Pantai Lombang di Sumenep, Pulau Madura,” ujar Mukhyi.
Penataan lingkungan dan penanam cemara membuat Pantai Rejo berubah menjadi lebih enak dipandang dan berpeluang sebagai obyek wisata. Mereka mereposisi nama pesisir dusun menjadi Pantai Cemara. Selanjutnya, mulai 2013, warga tertarik terlibat dalam pelestarian penyu. Nelayan ingin merawat keyakinan menghormati dan melestarikan penyu.
”Pelestarian penyu menjadi ikon wisata Pantai Cemara sampai sekarang,” kata Mukhyi.
Gotong royong
Pelestarian penyu di Banyuwangi di luar nelayan Pantai Rejo sudah berlangsung bertahun-tahun sebelumnya. Pelestarian oleh organisasi masyarakat misalnya di Pantai Boom atau Pantai Rajegwesi. Selain itu, instansi pemerintah misalnya di Sukamade, Taman Nasional Meru Betiri, dan di Ngagelan, TN Alas Purwo.
Pokmaswas Pantai Rejo bersama pemerintah daerah memulai pelestarian penyu melalui berbagai program, salah satunya Jumat Bersih dan Minggu Bersih. Tujuannya, Pantai Cemara tetap resik dan nyaman. Di Pantai Cemara, tahun 2014 didapatkan 100 telur yang kemudian menetas 90 butir. Sebanyak 80 tukik dilepaskan pada Agustus 2014.
”Keberhasilan dalam pelepasliaran tukik membuat kami bersemangat untuk tetap terlibat dalam pelestarian penyu,” kata Mukhyi.
Mereka mengamankan sejumlah lokasi di Pantai Cemara untuk pendaratan dan tempat penyu bertelur. Mereka menjaga dan memastikan agar telur-telur penyu tidak diambil dan dapat menetas. Didanai oleh perusahaan negara, swasta, dan lembaga lainnya, dibangunlah tempat penangkaran dan pemeliharaan penyu untuk pelepasliaran.
Baca juga:
Yusuf Ramli Jalan Berliku Jurangan Ikan
Mukhyi mengatakan, tanpa dukungan beragam pihak, termasuk instansi negara, program pelestarian penyu tidak akan berjalan dengan mulus. Masyarakat juga tetap bersemangat karena merasa tetap mendapat atensi. Selanjutnya, kurun 2015-2021, KUB Pantai Rejo mendapatkan sekitar 25.000 telur penyu. Yang menetas sekitar 24.000 telur dan nyaris seluruh tukik dilepaskan.Untuk pelepasan tukik, KUB Pantai Rejo membuka donasi Rp 20.000-Rp 25.000 per tukik. Donasi tidak mengikat sebab pelepasan tukik menjadi program rutin. Dana dari donasi untuk keberlangsungan program pelestarian penyu, misalnya pengamanan, perawatan penangkaran, dan menambah berbagai kelengkapan penangkaran. Meski mereka menerima donasi, tidak boleh ada tukik yang diserahkan untuk dipelihara seseorang. Tukik tetap dilepaskan di Pantai Cemara, menyongsong air laut, berenang, dan berserah pada alam untuk proses keberlangsungan hidupnya.
”Kami berharap, puluhan tahun sejak dilepaskan, semoga ada penyu lekang yang kembali bertelur di sini dan tidak punah,” kata Mukhyi. Dari 1.000 tukik yang dilepaskan, mungkin tak sampai lima penyu betina yang bertahan, kawin di alam, dan kembali ke tempat pelepasan untuk bertelur. Sekali bertelur, penyu betina dapat mengeluarkan 400-500 telur dari pembuahan 4-5 penyu jantan.
Apresiasi
Meski bukan sesuatu yang baru dan wah, program pelestarian penyu dan Pantai Cemara oleh Pokmaswas/KUB Pantai Rejo menarik perhatian publik. Mereka diganjar sejumlah apresiasi yang membanggakan.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana memberikan penghargaan kepada pokmaswas sebagai pendukung pembekalan fasilitator sekolah laut gerakan pengurangan risiko bencana 2018. Selanjutnya, 2019, mereka merebut status Juara penilaian pokmaswas tingkat kabupaten yang diadakan oleh Dinas Perikanan dan Pangan Kabupaten Banyuwangi.
Pada 2020, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Abubakar menganugerahi KUB Pantai Rejo penghargaan nominasi Kalpataru kategori Penyelamat Lingkungan. Di tahun yang sama, Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa menganugerahkan penghargaan Pelestari Lingkungan Hidup Jawa Timur kategori Penyelamat Lingkungan.
Setahun berikutnya, Bupati Banyuwangi Ipuk Fiestiandani menganugerahkan penghargaan bidang Lingkungan Hidup kepada Pokmaswas Pantai Rejo/Pantai Cemara dalam peringatan Hari Jadi Ke-250 Kabupaten Banyuwangi.
Mukhyi mengatakan, keberlangsungan dan apresiasi program di Pantai Cemara bukanlah peran dirinya, melainkan KUB atau segenap warga Pantai Rejo. Mukhyi merasa hanya dipercaya menjadi koordinator atau ketua dengan harapan program pelestarian dapat berjalan. ”Semua kemajuan yang telah dicapai oleh Pokmaswas Pantai Rejo adalah hasil ikhtiar semua anggota dan warga serta dukungan luas,” ujarnya.
Jika berwisata ke Pantai Cemara di pesisir timur Banyuwangi, sempatkanlah menyapa Mukhyi atau warga dan anggota pokmaswas. Tengoklah penangkaran penyu dan dukunglah sekecil apa pun yang bisa diberikan untuk menjaga keberlangsungan hidup sang kelana samudra. Semoga di masa depan, penyu tidak sekadar dikenal dari gambar atau dongeng, tetapi masih hidup dan mendapat tempat di hati dan dihormati oleh umat manusia.
Mokhamad Mukhyi
Lahir: Kalibaru, Banyuwangi, 10 Oktober 1965
Pendidikan: SMA
Istri: Dartin
Anak: 2
Aktivitas:
- Ketua Pokmaswas/KUB Pantai Rejo
- Pengurus Divisi Konservasi Asosiasi Pokdarwis BanyuwangiPrestasi, antara lain: