Peranti Edukasi David
Evo & Co turut memberdayakan penyandang disabilitas dan penghuni panti asuhan. Mereka mendapatkan honor dengan membuat masker dan kantong belanja dari baju.
Sampah yang berserakan, terutama plastik, menggelisahkan David Christian (28). Produk-produk ramah lingkungan lantas diedarkan dan meraih beragam penghargaan dalam waktu singkat. Ia merilis kantong belanja, peranti makan, hingga kemasan yang mudah terurai, bahkan bisa dimakan.
David menjelaskan dengan antusias produk yang tertata rapi. Penuturan awal Chief Executive Officer Evo & Co itu saja sudah bikin takjub. ”Sedotan ini boleh dikunyah, lho. Terbuat dari tepung beras dan tapioka,” ucapnya di Jakarta, Rabu (24/3/2021).
Ia beranjak menunjuk stirofoam. Boks burger, wadah katering, dan kotak makan menyusulkan persepsi tentang perangkat berkelanjutan. ”Bukan plastik. Saya bikin dari ampas tebu. Piring, mangkuk, dan nampan juga begitu. Gelas malah bisa beraroma jeruk, leci, dan teh hijau,” ujarnya.
Kantong belanja pun berbahan baku singkong. Lembaran-lembaran itu bertuliskan dekomposisi tas selama 90 hari tanpa meninggalkan racun seperti mikroplastik. ”Malah bisa jadi pupuk sesudah terurai. Ini pellet singkongnya buat diolah,” ucap David seraya menunjuk butiran coklat.
Penjelasan itu tak sekadar menggantang asap. Sedotan yang basah dan dibiarkan terjemur, umpamanya, terlihat meleot setelah dua hari. Kertas pengemas juga sobek dengan sendirinya. Rongga tangkai tersebut dari ukuran kecil hingga besar yang biasa digunakan untuk menyedot minuman boba.
Meski menggunakan pati tanaman, tak berarti sedotan tersebut getas. Bilah bertekstur mirip pasta itu tertancap dengan mantap dan melubangi lapisan penutup gelas. Aneka peralatan bersantap yang terbuat dari kayu birch pun terlihat kokoh.
”Saya pun menyediakan bungkus mi instan dari rumput laut, seaweed packaging. Semua tahan dua tahun kalau suhunya memadai dan enggak lembab. Kena air panas juga lumer,” katanya. David ingin komoditasnya mengedukasi masyarakat. Sementara sebagian besar perkakas serupa masih dibuat dari plastik.
”Mikroplastik ditemukan dalam ikan sampai garam sehingga ditemukan dalam hampir setiap manusia. Sudah sangat merisaukan,” ucapnya. Di kantor yang berlokasi di Tebet, Jakarta, itu tampak etalase berisi gelas, sedotan, dan botol plastik hingga sesak.
Poster yang memuat uraian tentang buangan 20.000 kilogram sampah per detik di Indonesia terpampang di kaca tersebut. Ikhtiar David membangun Evo & Co memang berangkat dari kemasygulan. Ia mengamati banyak sampah berserakan di laut, gunung, dan sungai.
”Plastik termasuk paling bahaya karena ratusan tahun baru terurai. Ngeri sekali kalau terdegradasi jadi mikroplastik. Bisa memicu macam-macam penyakit,” ujarnya. David menghadapi gegar budaya sepulangnya dari Vancouver, Kanada.
Semasa kuliah, mahasiswa Jurusan Perdagangan Internasional Canadian College itu menikmati kehidupan teratur. ”Saya paling suka ke pantai. Pasti stres berkurang. Hampir enggak ada polusi. Begitu pulang, waduh. Lihat sampah malah bikin pusing,” ucapnya.
David kembali ke Tanah Air pada tahun 2015. Ia memperhatikan sosialisasi mengenai bahaya plastik yang masih sangat minim. Pada tahun 2016, PT Evo Gaia Karya Indonesia didirikan dengan meluncurkan Ello Jello, gelas dari rumput laut.
Perhatian global
”Teksturnya kayak jeli dan gampang terurai. Tuntas dalam 30 hari saja. Rata-rata, produk Evo & Co terdekomposisi dalam 90-180 hari,” katanya. Ia membeli kemasan rumput laut lewat mitranya dan secara tak langsung memberdayakan petani di Sulawesi Selatan.
”Saya hanya berpikir, momennya tepat. Bisnis produk ramah lingkungan belum marak. Pas booming (meledak), bisa jadi market leader (pemimpin pasar),” katanya. Produk selanjutnya, flexible packaging dari rumput laut menyusul, antara lain untuk mengemas sabun, kopi, dan hamburger.
Belum lama berkiprah, David sudah mencuri perhatian global. Ia menggondol penghargaan The Plastic Economy dari Ellen MacArthur Foundation pada tahun 2017. Produk Evo & Co dianggap sangat unik, apalagi Indonesia termasuk produsen rumput laut di dunia.
”Semuanya enam pemenang. Hanya Evo & Co dari Asia. Lainnya dari Eropa dan Amerika. Saya menerima penghargaan saat Our Ocean Conference di Malta,” ujarnya. David meraih 100.000 dollar AS yang digunakan untuk mengembangkan produk olahan rumput laut.
Apresiasi itu diikuti Forbes Indonesia 30 Under 30 pada tahun 2020. Ia terpilih di antara 30 tokoh Indonesia dengan umur kurang dari 30 tahun berkat produknya yang ramah lingkungan. David melaju ke tahap selanjutnya dengan menembus 30 Under 30 Asia.
Di ruang depan Evo & Co, sejumlah plakat menghiasi dindingnya. David juga merebut posisi pertama Wirausaha Muda Mandiri 2020 kategori business existing bidang usaha kreatif. Ia kembali menyabet 10 besar Entrepreneurship World Cup dan satu-satunya dari Indonesia pada tahun yang sama.
David tak berhenti di ranah materi. Ia melancarkan Rethink Campaign dengan menggandeng LSM, pengusaha, pemerintah, hingga individu sejak tahun 2019. Lebih dari 10.000 pohon telah ditanam di Bogor, Jawa Barat. Mereka pun membersihkan pantai di Paiton, Probolinggo, Jawa Timur.
Menukar limbah
”Malah, kampanye itu sudah sampai Sabah (Malaysia) dengan plogging run atau joging sambil memungut sampah dan menggelar drama musikal,” katanya. Ia juga akan mencanangkan Plastic Credit pada 22 April 2021 atau Hari Bumi yang menyasar kalangan menengah ke bawah.
Masyarakat bisa membeli produk itu sebagai upaya mengedukasi pemilik warteg, gerobak, dan kedai kecil dengan mengganti sedotan plastik. ”Mereka dapat sedotan Evoworld dari kertas dan beras. Evoworld dipasarkan mulai tahun 2019. Kalau Ello Jello dan flexible packaging termasuk Evoware,” katanya.
Evo & Co turut memberdayakan penyandang disabilitas dan penghuni panti asuhan. Mereka mendapatkan honor dengan membuat masker dan kantong belanja dari baju. David bekerja sama dengan produsen untuk memperoleh pakaian yang modelnya tak lagi diminati konsumen.
Evo & Co mampu menjual produk Evoworld saja hingga 15 juta unit pada tahun 2019. Kantong belanja dengan harga mulai Rp 800 per lembar paling laris. ”Sedotan yang harganya mulai Rp 310 per tangkai juga termasuk andalan. Kalau Evoware belum begitu massal,” katanya.
Pencapaian David saat ini digapai berkat kerja keras. Ia begitu sibuk hingga nyaris seluruh waktunya dicurahkan untuk Evo & Co. ”Mulai kerja pukul 09.00. Tidur sering pukul 03.00. Sudah deh, kalau akhir minggu, saya kebanyakan baring-baring saja,” katanya sambil tertawa.
David memang mengaku hobi tidur. Kalaupun punya waktu luang, ia menonton tayangan ilmu pengetahuan, alam, dan dokumenter. ”Biar konsentrasi terjaga, refreshing (penyegaran) penting. Kalau pusing terus tidur, waktu bangun bisa dapat ilham,” ujarnya seraya tersenyum.
BIODATA
David Christian
Lahir: Bandung, Jawa Barat, 26 September 1992
Pendidikan:
- SD Kanisius Demangan Baru, Yogyakarta
- SMP Trimulia Bandung, Jawa Barat
- SMA Gamaliel Bandung, Jawa Barat