Panggung Renjana Putri
Putri Ayudya gampang sedih tetapi gampang ceria lagi. Dia memanfaatkan kondisi itu untuk mendukung keaktorannya meski tetap harus mengasah perangkat keaktoran lain.
Aktris Putri Ayudya (32) membuat hipotesis bahwa seni peran bermanfaat untuk kehidupan. Seni peran, dirasakan Putri, telah memberikan kehidupan bagi dirinya. Kini saatnya Putri berkontribusi balik untuk dunia tersebut.
Bercakap tentang seni peran dan seluk-beluknya, Putri seperti tidak bisa ”direm”. Penampilannya yang terlihat kalem langsung berubah bersemangat saat bertutur tentang dunia yang telah dilakoni hampir sepanjang hidupnya. Ditemani semilir angin di tepi danau di kawasan Serpong, Tangerang Selatan, Banten, Sabtu (16/1/2021) pagi, perbincangan mengalir seru dari satu hal ke hal lain meski dibatasi masker.
Baca juga: Aiu Ratna Mengalir Seperti Air
”Aku akan patah hati kalau seni peran enggak ada hubungannya dengan kehidupan. Itu masih hipotesis bahwa seni peran bermanfaat untuk kehidupan. Definisi bermanfaat itu apa? Metodenya, prosesnya, atau apa, karena ada penelitian yang menyatakan aktor rentan depresi. Itu bukan manfaat, dong,” ujarnya.
Putri memang tengah getol terlibat dalam penelitian terkait seni peran di Indonesia. Menurut dia, penelitian dalam bidang itu masih sangat jarang. Melalui Mondiblanc Acting Lab, dia dan tim mengumpulkan data, menganalisis, dan menyimpulkan berbagai hal terkait dunia seni peran.
”Aku merasa periode seni peranku terbagi dari pengin eksis, kemudian tahap hidup untuk seni peran, lalu tahap cari duit, ha-ha-ha. Sekarang ini cari duit, iya, tapi aku merasa harus memberi sesuatu untuk dunia seni peran itu sendiri. Yang paling sederhana, ya lewat penelitian,” kata Putri.
Dari perjalanannya, baik di teater maupun film, Putri telah memutuskan untuk fokus pada seni peran. Ketika menulis skripsi, pembimbingnya, Niniek L Karim, menilai dirinya sangat militan di dunia seni peran. Kuliah di Fakultas Psikologi di Universitas Indonesia, skripsi yang ditulisnya tentang seni peran.
Waktu itu dia hanya merasa terlalu dekat dengan apa yang dikerjakannya. Menilik ke belakang, kini dia merasa bahwa segala yang bolak-balik dikerjakannya, mondar-mandir diikutinya, tidak pernah meninggalkan seni peran.
Baca juga: Tendangan Balik Aghniny
”Gampangnya, dulu kalau ditanya kenapa ada di teater, jawabnya karena aku suka. Tetapi rupanya aku enggak berhenti di perasaan senang. Kalau senang, lalu kenapa? Kalau aku senang, sekian orang juga senang, padahal pendapatan enggak pasti, artinya pasti ada sesuatu di dalamnya. Persaingan di dunia ini berat, lho. Casting itu kejam. Industrinya menantang,” ujarnya.
Dia terus berpikir dan mendapati jawaban bahwa teater dan film itu panggung kecil hidupnya. Di atasnya, dia mencoba banyak hal yang tidak pernah dicoba di tempat lain. Dia juga mendapati bahwa seni peran berhubungan dengan hidup.
”Aku merasa punya utang ke dunia seni peran yang telah membantuku hidup. Bukan cuma klise, bukan metaforik, (seni peran) ini benar-benar membantuku hidup, menjalani kehidupan,” kata Putri.
Aktif bergerak
Lantas apa yang membuat Putri begitu tertarik pada dunia seni peran? ”Aku anaknya pengin tampil saja sih dari dulu,” jawabnya terbahak.
Sejak TK, Putri selalu ingin tampil saat ada acara sekolah. Perayaan Natal, misalnya. Mau jadi domba, pohon, atau pembawa acara, yang penting tampil. Dia pun sangat aktif di kelas. Belakangan diketahuinya, berdasarkan pemeriksaan medis, tekanan darah rendah yang konstan dialaminya membuat dia harus terus bergerak, mengaktifkan segenap indera dalam dirinya. Untuk meningkatkan tekanan darah, dia perlu memompa tubuhnya setiap saat. ”Kalau diam, mengantuk,” imbuhnya, tergelak.
Selama sekolah hingga kuliah, dia sering terlibat seni peran, sekecil apa pun perannya. Lantaran terlalu aktif, orangtuanya meminta Putri menjauhi dunia itu karena khawatir sekolah terbengkalai. Walakin, sejauh apa pun dia berjarak, langkahnya tetap digerakkan untuk mendekat.
Dia memilih kegiatan ekstrakurikuler yang pertama film, kedua fotografi, ketiga teater. Setelah diundi, dapatnya teater. Bersama teman-teman dia mendirikan teater di fakultasnya yang masih aktif hingga kini.
Aku anaknya pengin tampil saja sih dari dulu.
Langkah Putri di dunia seni peran semakin mantap setelah datang tawaran main film tahun 2014. Sempat ragu-ragu, dia pun mengambil kesempatan itu. Konsekuensinya, dia sadari, adalah kerja keras.
”Sampai tahun 2014, aku buta perfilman Indonesia. Aku enggak nonton film sebelumnya karena kalau nonton film, jadi baper. Aku baperan banget, makanya aku jadi aktor, ha-ha-ha,” guraunya.
Putri mendapat prognosis attention deficit disorder (ADD), yang salah satu cirinya rentang emosi luas dan cepat berubah. Gampang sedih, tetapi gampang ceria lagi. Dia memanfaatkan kondisi itu untuk mendukung keaktorannya meski tetap harus mengasah perangkat keaktoran lain.
Saat sudah memutuskan terjun di dunia keaktoran, Putri sempat terombang-ambing. Momen keraguan justru datang ketika dia mendapat nominasi aktris terbaik Festival Film Indonesia (FFI) 2018 lewat perannya sebagai Bu Sri di film Kafir: Bersekutu dengan Setan. Dia menangis ketika namanya disebutkan masuk nominasi.
”Aku merasa belum siap. Kenapa aku dapat (nominasi)? Overwhelmed, tetapi enggak happy. Aku merasa enggak seharusnya. Tetapi setelah berjarak sekian waktu, aku bisa mengerti kenapa aku dapat nominasi itu,” ungkap Putri.
Tahun 2018 itu, Putri meninggalkan semuanya dan menceburkan diri secara total ke seni peran. Dia memberi tenggat pada diri sendiri untuk melihat apa yang terjadi. ”Coba ya, dua tahun. Kalau tidak terjadi apa-apa, ya sudah, cari pekerjaan lain saja. Nominasi itu seperti wake-up call,” lanjutnya.
Pada tahun yang sama, dia mendapat proyek film Mudik. Setelah tayang tahun 2020, dia kembali mendapat nominasi aktris terbaik FFI.
”Dari 2018 ke 2020, sudah dua tahun. Aku jadi berpikir, ’Putri, kalau minta Tuhan bicara, ini kurang jelas apa?’ Jadi begitu dapat nominasi kedua aku siap. Siap untuk mengemban nama yang sudah diperhatikan orang,” imbuh sulung dari dua bersaudara ini.
Folder hidup
Kini Putri hanya ingin menghidupi seni peran sepenuh hati. Ketika merasa ragu melangkah, dia akan menilik tiga folder besar dalam hidup yang dibuatnya, yakni cinta, kerja, dan takhta. Cinta berkaitan dengan passion, hal-hal yang dilakukan karena renjana. Kerja terkait karya menghasilkan uang untuk menopang hidup. Adapun tahta terkait citra, prestise, dan posisi di mata masyarakat.
”Folder-folder itu bisa menjelaskan apa mauku. Setiap kali bingung maunya apa, tinggal melihat folder-folder itu. Misalnya aku dapat tawaran film dan aku enggak tahu tujuanku mengambil tawaran itu, nah, aku bisa masukkan ke folder mana nih. Itu membantuku punya ekspektasi terhadap kegiatanku. Termasuk seni peran itu buat apa. Kalau cuma buat senang-senang, enggak ada gunanya,” tuturnya.
Dia menyadari, aktor adalah pekerja lepas. Profesi ini tak masuk di kartu tanda penduduk (KTP). Dia pun paham bahwa orangtuanya sampai kini masih sering bertanya apakah dirinya tidak ingin kerja kantoran.
Itulah sebabnya Putri benar-benar mempersiapkan diri semaksimal mungkin, fisik dan mental, agar ketika pekerjaan datang, dia siap. Selama pandemi, dia rajin berolah raga dan mengajar kelas akting. Dia aktif di sejumlah kegiatan di luar seni peran, seperti webinar kesehatan mental dan host program Jalur Rempah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
”Kunci pekerja lepas adalah siap. Kita bisa dalam standby mode, tetapi active. Enggak cuma menunggu. Aku menolak jadi aktor panggilan. Jadi aktor mandiri. Kalau enggak bisa dapat pekerjaan, buatlah pekerjaan. Setidaknya persiapkan diri untuk dapat pekerjaan. Jadi aktor siap saji, bukan cepat saji, karena digodoknya lama, nih,” ucap Putri.
Meski sebelumnya tidak percaya kutipan, dia mengamini ucapan penyanyi Agnes Monica: apa yang bisa dilakukan, lakukan sepenuh hati. Meskipun pekerjaan banyak, kerjakan satu per satu.
”Ini cocok sekali buat aku yang pikirannya acak dan enggak bisa panjang konsentrasinya. One thing at a time. Itu dulu sajalah,” ujarnya menutup perbincangan.
Nama: Annisa Putri Ayudya
Lahir: Jakarta, 20 Mei 1988
Pendidikan:
- Fakultas Psikologi Universitas Indonesia
- Magister Management Unika Atma Jaya Jakarta
Pengalaman:
- Presenter dan reporter Snapshot Metro TV (2006)
- Pendiri Teater Psikologi Universitas Indonesia/Teko UI (2007)
- Presenter Jejak Petualang Trans 7 (2010-2012)
- Duta Taruna Siaga Bencana (Tagana) Kementerian Sosial (2016-2018)
- Head of Mondiblanc Acting Lab (2019-sekarang)
- Dosen SAE Institute
Film, antara lain:
- Yo Wis Ben 3 (2020)
- Mudik (2019)
- Foodlore: Maria’s Secret Recipe (2019)
- Ratu Ilmu Hitam (2019)
- Love for Sale 2 (2019)
- Gundala (2019)
- Down Swan (2019)
- Petualangan Menangkap Petir (2018)
- Kafir: Bersekutu dengan Setan (2018)
- Kenapa Harus Bule (2018)
- Wage (2017)
- Bangkit! (2016)
- Pinky Promise (2015)
- Wonderful Life (2015)
- Guru Bangsa: Tjokroaminoto (2015)
Penghargaan:
- Nominasi Aktris Terbaik Festival Film Indonesia 2020 untuk film Mudik
- Nominasi Aktris Terbaik Festival Film Indonesia 2018 untuk film Kafir: Bersekutu dengan Setan
- Nominasi Pendatang Baru Terbaik Piala Tuti Indra Marlaon, Piala Maya 2015 untuk film Guru Bangsa: Tjokroaminoto
- Putri Indonesia Intelejensia 2011
- Finalis Wajah Femina 2008