Aiu Ratna Mengalir Seperti Air
Respons penggemar Cokelat terhadap kehadiran Aiu pun positif. Aiu, tak hanya sosok yang tepat dengan vokalnya yang berkarakter, tetapi juga sekaligus telah mengembalikan nyawa dan semangat Cokelat.
Ambisi, ego, juga idealisme masa muda pernah mengempaskan Aiu Ratna (35) hingga harus ”melarikan diri” ke Negeri Sakura untuk memulai karier dan hidup baru. Takdir hidup menuntunnya pulang. Meski harus jatuh bangun, ia kembali mewujudkan hasrat terbesarnya di dunia musik Tanah Air.
Terlahir dengan nama Ayu Ratna Pratiwi (35), kini Ayu lebih dikenal sebagai Aiu Ratna. November 2020, Aiu ”ditahbiskan” menjadi vokalis band Cokelat yang baru. Singel ”Agresi” yang baru saja dirilis merupakan singel perdana Aiu bersama Cokelat.
Aiu, adalah ”nama panggung” pemberian mendingan Andy Ayunir, ”mentor” Aiu saat pertama menjejak kaki di dunia hiburan Tanah Air. Tak langsung melalui jalur musik seperti cita-cita Aiu sejak belia, tetapi justru dari film. Di film Garasi besutan sutradara Agung Sentausa, ”bocah” asal kota gethuk Magelang itu menapaki karier di dunia hiburan Tanah Air.
”Aku juga enggak tahu kenapa. Setelah aku enggak lagi lanjut dengan Indonesian Idol, hari itu juga aku ditawari Mas Indra Lesmana. Katanya, kakaknya, Mbak Mira Lesmana, sedang membuat film tentang anak band, aku mau enggak ikut casting,” tutur Aiu dalam wawancara via Zoom, akhir Desember 2020.
Sosok Aiu kini terlihat banyak berubah. Lebih kalem dengan rambut panjang melebihi pundak, serta riasan tipis yang menampilkan parasnya yang manis. Dulu, Aiu dikenal dengan rambut pendek dan riasan ala emo yang bernuansa ”dark. Khas anak band, tomboy dan ”sangar”.
Tahun 2005, saat Aiu mengikuti Indonesian Idol, salah satu jurinya adalah Indra Lesmana. Aiu yang bercita-cita menjadi anak band mencoba membuka jalan di dunia musik melalui ajang pencarian bakat itu.
Karena sakit, perjalanannya di Indonesian Idol terhenti. Tak dinyana, perhentian itu justru membawanya lebih dekat kepada cita-citanya menjadi anak band. ”Waktu umur segitu, jadi anak band itu keren,” katanya seraya tertawa.
Memenuhi tawaran Indra, Aiu mengikuti casting film Garasi dan lolos. Di film itu, Aiu tak hanya dituntut berakting, tetapi juga bermain musik dan membuat sendiri musik-musiknya, termasuk soundtrack film yang lalu menjadi album.
”Jadi, sebelum shooting Garasi dimulai di Bandung, kita beneran sibuk banget. Ada latihan akting karena kita memang baru, bikin musik di studio bareng almarhum Andy Ayunir, terus, ya, reading sama anak-anak Garasi lain,” tutur Aiu yang bisa bermain gitar sejak kelas IV SD. Bakat musiknya menurun dari sang ibu yang juga penyanyi dan ayah yang juga aktif di musik.
Bagi Aiu, pengalaman bermain di film perdana itu luar biasa. Apalagi, setelah shooting usai, Garasi benar-benar eksis menjadi band. Aiu benar-benar telah meraih cita-citanya, menjadi anak band di dunia musik Tanah Air. Bersama Garasi, Aiu melesat cepat hingga merilis dua album.
Impian Lama
Perjalanan bersama Garasi nyatanya tak melulu manis. Konflik muncul hingga Aiu terpaksa ”hengkang” dari band itu. ”Tahun 2008, ada sedikit konflik dalam rumah tangga per-band-an Garasi. Aku kaget, mendadak banget. Satu bulan aku mengurung diri enggak mau bertemu dan berhubungan dengan siapa pun. Telepon pun tidak,” kenang Aiu dengan logatnya yang medok Jawa.
Mendiang Andy Ayunir dan sang istri yang tak mau bakat Aiu terkubur begitu saja membantu membukakan jalan agar Aiu bisa berkarier di Jepang. Mereka mengirim lagu-lagu Aiu ke sebuah label indie di Jepang yang ternyata tertarik bekerja sama dengan Aiu.
”Deal-nya waktu itu sudah enak dan itu (Jepang) impian aku banget dari SMP. Jadi, kayak sesuatu yang sudah enggak perlu aku pikirkan dua kali. Apalagi, saat itu, aku masih agak trauma dengan manajemen dan musisi di Indonesia. Jadi, aku langsung kepikiran ke impian aku di Jepang. Kayak melarikan diri sebenarnya,” kata Aiu yang sejak SMP menggemari anime dan soundtrack-nya yang menurut Aiu bagus-bagus.
Berbekal sebuah gitar, satu koper pakaian dan uang sebesar Rp 1 juta, tahun 2009 Aiu terbang ke Jepang. Bahasa Inggrisnya ala kadar, bahasa Jepang pun hanya arigatou (terima kasih) dan aishiteiru (saya cinta kamu).
Dia cukup terbantu dengan ketertarikannya pada Jepang sejak duduk di bangku SMP. Selama 4 tahun di Jepang, Aiu membentuk The A.I.U dan berhasil merilis tiga album. Ada juga album dan singel-singel solonya.
”Aku benar-benar dari titik awal banget di sana. Dari yang manggung belum ada yang nonton, sampai manggung cuma 1-2 orang yang nonton, akhirnya sampai yang terakhir tahun 2013-an aku manggung, satu ruangan penuh. Di situ kita jadi band utama. Orang semua datang nonton aku. Finally. Itu rasa yang luar biasa banget,” ungkap Aiu.
Di Jepang, pengalaman bermusik Aiu sangat bertolak belakang dengan pengalamannya di Tanah Air. Dia banyak bekerja dengan musisi yang benar-benar menguasai ”pekerjaan” mereka sehingga semua berjalan relatif mudah.
”Waktu di Garasi, kayak aku yang paling struggle bikin musiknya sama Mas Andy. Di Jepang, semua jago bikin musik. Jadi, aku terbantu banget dan super happy,” tutur Aiu. Di sisi lain, Aiu juga merasakan rasa saling menghargai yang tinggi, tidak ada ”egois-egoisan”. Semua berjalan cepat sesuai rencana.
Akan tetapi, lagi-lagi semua tak bisa berjalan selalu manis. Sejak tahun 2011, akibat gempa dan tsunami besar yang melanda Jepang, industri musik Jepang melambat. Padahal, saat itu, Aiu bersama bandnya sudah mulai bersiap melebarkan sayap, bekerja sama dengan label besar. Satu album solo Aiu juga sempat dirilis bersama Warner Jepang.
”Setelah rilis, kebetulan bapak sakit, mama sibuk. Di rumah enggak ada yang jagain. Jadi, aku disuruh pulang. Agak complicated, sih. Tapi, ya, udahlah, aku di Indonesia aja,” kata Aiu.
Aiu marah pada keadaan, tetapi merasa tak berdaya. Ia lagi-lagi mogok bermusik. ”Aku sakit hati karena enggak bisa melanjutkan karier di Jepang. Aku enggak mau dengerin musik selama 1 tahun,” ujarnya.
Dia menghabiskan hari-harinya di Magelang dengan kuliah dan bermain game online. Hingga beberapa teman mencoba menyakinkannya untuk kembali bermusik. ”Ternyata emang kalau orang hidupnya di musik itu biarpun berhenti tetep ada kangennya,” tutur Aiu.
Sesekali Aiu ke Jakarta untuk mencoba membuka kembali jalan ke dunia musik Tanah Air. Aiu yang kemudian sempat membantu Killing Me Inside, berpacaran dan menikah dengan gitaris Killing Me Inside, Joshapat. Keduanya juga membuat duo bersama, bernama IUSA.
Lebih pasrah
Jalan Aiu sebagai anak band kembali terbuka. Akhir tahun 2019, Aiu diminta membantu Cokelat. Sempat ragu karena sudah ada duo bersama suami, Aiu akhirnya mantap bersama Cokelat.
”Ya, sudah akhirnya kita jalani. Teman-teman baik, relationship kita juga enak. Akhirnya aku diumumkan jadi vokalisnya Cokelat,” kata Aiu.
Dia tak merasa terbeban dengan nama besar Kikan, vokalis pertama Cokelat. Meski berbeda, Aiu merasa cukup percaya diri dengan vokal, karakter, serta kemampuannya bermusik.
Respons penggemar Cokelat terhadap kehadiran Aiu pun positif. Aiu tak hanya sosok yang tepat dengan vokalnya yang berkarakter, tetapi sekaligus telah mengembalikan nyawa dan semangat Cokelat.
”Memang, tidak bisa dimungkiri, Mbak Kikan punya nama dan andil besar di Cokelat. Penggemarnya pasti akan ingat terus. Namun, di Garasi pun begitu. Jadi vokalis pertama memang selalu nancep. Aku enggak terlalu khawatir, sih,” kata Aiu. Hal ikhwal menjadi vokalis Cokelat itu sudah dia kabarkan sebelumnya kepada Kikan yang memberi respons positif pada Aiu.
”Sebenarnya, aku agak trauma untuk masuk ke band baru, apalagi di Indonesia. Karena di band itu kepalanya banyak, pasti beda-beda. Itu yang kadang bikin crash, bikin berantem. Apalagi, ada yang idealismenya tinggi. Pasti lebih keras,” katanya.
Di Cokelat, Aiu merasa nyaman. Perkenalan yang sudah berjalan cukup lama, pun usia yang sudah sama-sama dewasa dan matang, diyakini Aiu menjadi alasan tepat untuk mereka bekerja sama di dalam band.
Hal itu dia buktikan dalam penggarapan singel ”Agresi”. Tak ada yang merasa paling dominan. Aiu bahkan belajar hal baru, tentang pecahan nada yang tak pernah dilakukan sebelumnya sehingga Aiu yang terbiasa bermain aman dengan vokalnya, bisa melewati batasannya sendiri.
”Biasanya yang ada ego-ego gitu, kan, anak-anak. Kayak zaman aku dulu di Garasi, kan, masih umur 20-an. Egoisnya tinggi, idealismenya tinggi. Mungkin itu juga yang bikin aku ada masalah di Garasi. Aku keras dan kebetulan juga aku yang dulu superkreatif, bikin lagunya sama musiknya. Jadi, kayak benar-benar menjajah. Lebih dominan,” kata Aiu.
Secara pribadi, sejak memasuki usia 30 tahun, Aiu telah membuang ambisi-ambisinya yang terlalu idealis seperti di masa lalu. Dia ingin hidupnya lebih bahagia, lebih tenteram. Kini, dia merasa bisa jauh lebih pasrah menjalani hidup. Mengalir seperti air.
”Di Cokelat, aku akan memberikan yang terbaik. Aku enggak mau dong, setelah ada aku nyanyiin lagunya Cokelat, malah jadi jelek. Jangan sampai seperti itu. Pokoknya, aku tetap akan berikan yang terbaik,” kata Aiu.
Seperti air, Aiu mengalir, memberi yang terbaik.
Biodata
Nama Lengkap: Ayu Ratna Pratiwi
Lahir: Magelang, 6 Maret 1985
Suami: Yosaphat Nindyo Aryoduto/
Josaphat Klemens
Pendidikan:
- SD: SDN Wates 1 Magelang
- SMP: SMP Tarakanita Magelang, SMP Negeri 3 Singosari Malang,
- SMP Negeri 4 Magelang
- SMA: SMA Era Pembangunan Kebon Jeruk, SMA Muhammadiyah Magelang
- S-1: Universitas Negeri Tidar Magelang (belum selesai)
Diskografi:
- Album Garasi (Ost. Garasi) - 2006
- Album Garasi II - 2007
- Grateful Passport - 2010
- The_Aiu Minority - 2011
- Tears sunset - 2013
- Film: Garasi 2006