Pertemuan empat pemimpin anggota Quad mengirim pesan jelas. Tidak disebutkan eksplisit. Namun, semua paham, salah satu sasaran mereka adalah China.
Oleh
Redaksi
·1 menit baca
Pertemuan puncak pemimpin Amerika Serikat, Australia, India, dan Jepang, negara anggota Dialog Keamanan Kuadrilateral (Quadrilateral Security Dialogue) atau biasa disingkat Quad, berlangsung di Tokyo, Jepang, Selasa (24/5/2022). Agenda ini digelar di sela-sela lawatan pertama Presiden AS Joe Biden ke Asia, yang mencakup kunjungan ke Korea Selatan dan Jepang. Saat di Jepang, Biden juga meluncurkan Kerangka Ekonomi Indo-Pasifik (IPEF).
Dalam pernyataan bersama, empat pemimpin negara anggota Quad tidak menyebut ”China”. Namun, bagi yang mengikuti isu geopolitik kawasan, tidak asing lagi sasaran tembak Quad adalah China lewat pernyataan ini: ”Kami menentang segala tindakan pemaksaan, provokatif, atau sepihak yang berupaya mengubah status quo dan meningkatkan ketegangan di kawasan, seperti militerisasi wilayah yang disengketakan, pengerahan berbahaya kapal penjaga pantai dan milisi maritim, serta upaya mengganggu kegiatan eksploitasi sumber daya lepas pantai yang dilakukan negara-negara lain.”
Poin-poin dalam pernyataan tersebut biasa merujuk pada tuduhan atas tindakan yang dilakukan Beijing di Laut China Selatan. Dalam tulisan tajuk rencana, merespons pernyataan Quad tersebut, media China Global Timesmenulis ”Quad memainkan trik berbahaya”. Beijing sejak lama mengingatkan potensi Quad sebagai ”NATO-nya Asia”, merujuk Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO), aliansi militer di Eropa.
Terlepas ada banyak aspek lain yang disodorkan Quad, seperti kesehatan global, infrastruktur, iklim, keamanan siber, dan maritim, patut dicermati tekad Quad mempertahankan status quo di Indo-Pasifik dan potensi konflik yang bisa muncul. Meski kata status quo itu tak diperinci, perhatian mengarah pada isu Taiwan dan Kepulauan Pasifik yang tengah diikat China melalui kesepakatan multilateral kawasan.
Isu Taiwan tidak disebut dalam pernyataan Quad. Namun, Biden dalam konferensi pers menegaskan sikap AS untuk menggunakan kekuatan militer jika China menyerang Taiwan. Beijing berulang kali menyatakan Taiwan tak terpisahkan dari China dan bertekad menyatukannya kelak, termasuk dengan kekuatan jika perlu. Perang di Selat Taiwan bakal menjadi mimpi sangat buruk di kawasan dan harus dicegah.
Terkait hal itu, menarik pesan yang disampaikan Kishore Mahbubani dari Asia Research Institute, National University of Singapore. Dalam komentar di Foreign Policy (21/3/2022), ia mengingatkan AS untuk lebih mengedepankan pragmatisme geopolitik—bukan pandangan absolut moral lewat kacamata hitam-putih—jika ingin menjaga perdamaian di Indo-Pasifik. Hal ini bisa dilakukan, misalnya, dengan bekerja sama dengan kelompok-kelompok di Asia, termasuk China.