Umat Islam di seluruh dunia memperingati Isra Miraj di tengah konflik bersenjata Rusia vs Ukraina. Mungkinkah momen keagamaan itu menyuntikkan spirit perdamaian dan mendorong dialog demi mengakhiri perang?
Oleh
Redaksi
·2 menit baca
Umat Islam di seluruh dunia memperingati Isra Miraj secara serempak pada 27 Rajab 1443 Hijriyah atau bertepatan dengan 28 Februari 2022.
Momen spiritual ini diharapkan menyuntikkan semangat kolaborasi dan perdamaian. Di Indonesia, hari besar itu disambut dengan beragam tradisi. Wakil Presiden KH Ma’ruf Amin memberikan tausiah dalam peringatan nasional secara virtual dari Jakarta. Ulama dan pemimpin di negara berpenduduk Muslim di dunia juga menyampaikan hal serupa.
Isra Miraj adalah perjalanan spiritual Nabi Muhammad SAW dari Masjidil Haram di Mekkah menuju Masjidil Aqsa di Jerusalem, lalu naik ke langit ketujuh dan Sidratul Muntaha. Nabi menerima perintah dari Allah untuk menjalankan shalat untuk umat Islam. Banyak tafsir terkait relevansi perjalanan pada abad ke-7 itu dengan situasi kekinian.
Selain sebagai ritual harian, shalat yang dijalankan dengan baik akan mencegah manusia dari berbuat keji dan mungkar. Kesalehan ritual dalam beragama idealnya tecermin dalam kesalehan sosial. Kian tekun beribadah, seseorang menjadi kian bermanfaat bagi kehidupan nyata antarmanusia.
Perjalanan Nabi mendapatkan titah Tuhan juga dimaknai sebagai penyadaran, sesungguhnya manusia adalah makhluk yang punya keterbatasan di tengah semesta luas. Manusia mampu mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Namun, ada saja yang luput dari genggaman manusia. Dengan keterbatasan itu, manusia diharapkan terus bersikap rendah hati dan membuka diri untuk saling bekerja sama demi membangun peradaban yang lebih baik.
Pemaknaan ini kian menemukan konteks dalam situasi sekarang. Di dalam negeri, warga masih dirundung pandemi Covid-19. Saat bersamaan, kita juga tertekan oleh krisis minyak goreng murah dan kedelai, yang berimbas pada ketersediaan tempe-tahu.
Dunia internasional juga dilanda pandemi, khususnya varian Omicron. Harga minyak mentah dunia terus menanjak sehingga menimbulkan berbagai konsekuensi ekonomi. Paling mutakhir, konflik bersenjata antara Rusia dan Ukraina menciptakan krisis di Eropa. Upaya mencegah kekerasan lantang diserukan, nyatanya kekerasan meletup. Tentara dan peralatan perang dikerahkan. Berbagai fasilitas publik runtuh. Korban dari pihak yang bertikai berjatuhan, termasuk warga sipil.
Di tengah berbagai masalah itu, semangat kolaborasi dan perdamaian dari Isra Miraj seyogianya tak hanya dijadikan tausiah di forum pengajian. Spirit itu patut diwujudkan dalam kehidupan nyata di Indonesia dan internasional. Kita sebagai umat manusia hendaknya menyadari keterbatasan. Kita perlu membuka diri untuk bekerja sama dengan manusia lain demi membangun kehidupan lebih damai, penuh kasih.
Konflik dan perang akan mereproduksi kekerasan yang merusak dalam waktu tak terukur. Bermacam fasilitas yang susah payah dibangun pun berantakan oleh senjata. Menang jadi arang, kalah jadi abu. Hindari perang dan kekerasan. Upayakan dialog untuk menemukan solusi bermartabat.