Tracy Chou menginginkan semua orang bisa menggunakan internet dengan nyaman dan aman. Beragam peristiwa tak mengenakkan yang dialaminya di media sosial menggerakkan dirinya mendirikan Block Party.
Oleh
MARIA SUSY BERINDRA
·4 menit baca
Tracy Chou menginginkan semua orang bisa menggunakan internet dengan nyaman dan aman. Beragam peristiwa tak mengenakkan yang dialaminya di media sosial menggerakkan dirinya mendirikan Block Party. Sebelumnya, insinyur perangkat lunak ini gigih memperjuangkan kaum perempuan yang berkarier di bidang teknologi.
Lewat akunnya di Linkedin, Chou mengungkapkan kebahagiaannya bisa masuk dalam jajaran Women of The Year dari majalah Time. Dia tak menyangka bisa sejajar dengan para perempuan hebat, seperti Amanda Gorman, Kacey Musgraves, dan Amal Clooney.
”Saya sangat bersyukur bisa bekerja di Block Party, tidak hanya memecahkan masalah akut pelecehan di media sosial hari ini, tetapi juga untuk menunjukkan ada masa depan yang lebih baik,” tulisnya di Linkedin, Jumat (4/3/2022).
Sebagai perempuan keturunan Asia-Amerika, Chou sering merasa asing saat masuk ke media sosial. Namun, dia merasa berbeda ketika masuk ke Twitter yang bisa menghubungkannya dengan banyak komunitas, bisa merasa terlibat dengan dunia sekitarnya. Bahkan, dia bisa mengungkapkan frustrasi atas rasisme dan seksisme yang dirasakan di Silicon Valley.
Sayangnya, saat sudah nyaman menggunakan media sosial dengan pengikut yang semakin banyak, pelecehan yang dirasakan Chou semakin bertambah. Menurut dia, desain platform media sosial mendorong para pengguna bisa berperilaku kasar. ”Saya pikir, aspek yang paling besar di pelecehan daring adalah jender dan ras. Sebagian besar perempuan harus menghadapi pelecehan sepanjang hidup mereka. Kami pun memiliki konsep yang berbeda tentang keselamatan,” ujar Chou seperti dikutip Time.com pada Rabu (2/3).
Chou, yang meniti karier sebagai software engineer, sering menemukan kaum perempuan yang mendapat pelecehan di dunia maya. Saat masih bekerja di situs tanya jawab Quora, dia menemukan sembilan dari sepuluh penulis teratas adalah laki-laki. Ada satu perempuan pengguna aktif yang keluar dari situs. Setelah diselidiki, ternyata dia sering mendapat pernyataan misoginis.
Lalu, muncullah ide untuk membuat tombol blokir di situs Quora. Seiring berjalannya waktu, Chou menghabiskan waktu untuk membuat aplikasi Block Party. Aplikasi yang diluncurkan pada Januari 2021 ini memberikan perlindungan kepada para pengguna akun Twitter. Aplikasi ini tidak menghapus cuitan yang mengganggu, tetapi menyembunyikannya dari pengguna Twitter.
”Ada banyak alasan membuat Block Party untuk menciptakan pengalaman daring yang lebih aman, tetapi bagi saya, itu juga sangat pribadi. Saya hampir tidak memiliki kata-kata untuk menyampaikan bagaimana rasanya berada di tengah internet yang rusak, yang memungkinkan akun, orang atau bot bisa mengganggu individu,” ungkap Chou melalui website Block Party.
Para pengguna aplikasi Block Party bisa terhindar dari konten rasisme, misogini dan kata-kata kotor. Bagi Chou, pelecehan daring mengubah cara hidupnya. Dia merasa sebal dengan masalah yang tidak pernah selesai, yang memengaruhi para perempuan, orang nonkulit putih dan komunitas terpinggirkan. ”Akhirnya, saya mencoba memperbaiki untuk semua orang dengan membangun perusahaan ini,” ujarnya.
Bukan aktivis
Sebelum mendirikan Block Party, Chou dikenal dengan tulisannya yang viral terkait dengan kaum perempuan yang berkarier di bidang teknologi. Artikel berjudul ”Where are the numbers?” tayang di website Medium pada bulan Oktober 2013. Saat itu, dia bekerja sebagai software engineer di Pinterest.
Chou menulis untuk menanggapi pernyataan COO Facebook Sheryl Sandberg yang menyebutkan jumlah perempuan di bidang teknologi menurun. ”Mungkin dia tidak salah, tetapi tidak ada data yang menyebutkan berapa jumlah kaum perempuan yang bekerja di bidang teknologi,” katanya.
Dalam artikelnya, Chou menyoroti sedikitnya kaum perempuan yang terjun di bidang teknologi. Di sekolah menengah, tidak banyak perempuan mengambil mata pelajaran Matematika dan Sains. Lalu, saat kuliah, dia menemukan kaum perempuan yang lulus dari jurusan ilmu komputer hanya 12 persen dari semua lulusan. Belum lagi saat masuk dunia kerja, perempuan jarang memiliki kesempatan untuk mengerjakan bidang teknis. Perusahaan pun jarang merilis keragaman tenaga kerja di bidang teknologi.
Beberapa minggu setelah artikelnya viral, Chou memiliki data lebih dari 50 perusahaan pada musim panas 2014. Sejumlah perusahaan di Silicon Valley telah merilis laporan demografis tentang tenaga kerja mereka. Hasilnya, saat itu, sekitar 10-20 persen pekerja di bidang teknologi adalah perempuan. Bahkan, ada perusahaan yang tidak memiliki satu pun eksekutif perempuan. Saat itu, Chou mendapat banyak undangan sebagai pembicara dalam seminar-seminar.
Dari berbagai pengalaman itu, Chou bersama tujuh perempuan lainnya mendirikan Project Include, sebuah organisasi yang dirancang untuk membantu CEO menerapkan strategi keragaman dan inklusi di perusahaan mereka. Namun, Chou tidak ingin menjadi aktivis.
”Saya merasa puas bisa mengatasi masalah ini dan memberi dampak yang berarti. Saya melakukannya untuk mengelengkapi pekerjaan utama saya, yaitu membangun sesuatu dan membuat produk,” kata Chou seusai mendapat penghargaan Innovators Under 35 pada tahun 2017.
Tracy Chou
Lahir: Amerika Serikat, 1987
Pendidikan:
St Francis High School Mountain View California, AS (2001-2005)
Bachelor Degree Electrical Engineering, Stanford University, AS (2005- 2009)
Master Degree Computer Science, Stanford University, AS (2008-2010)