Mikael Jasin, Barista Global Berdaya Lokal
Mikael Jasin adalah barista muda Indonesia yang sudah beberapa kali berlaga dalam Indonesia Barista Championship (IBC) dan World Barista Championship (WBC). Ia kini fokus memperbaiki kualitas kopi Indonesia
Marsipature hutanabe (Ayo membangun kampung halaman)
-Semboyan Batak
Keraguan akan kualitas kopi Indonesia sempat mampir pada diri Mikael Jasin (32). Rasa itu sirna setelah ia menyadari daya saing biji kopi lokal bisa sejajar dengan produksi negara-negara lain. Mikael sekarang memantapkan langkah menjadi agen perubahan di industri kopi Nusantara.
Nama Mikael, atau biasa disapa Miki, sering bergaung dalam industri kopi Indonesia. Gelar juara tingkat regional, nasional, hingga internasional sudah barista muda ini rebut beberapa tahun terakhir, termasuk dalam Indonesia Barista Championship (IBC) dan World Barista Championship (WBC).
Kompetisi IBC 2019 membuka wawasan Miki tentang kondisi kopi Tanah Air. Ia pun mencoba membawa tiga jenis kopi, salah satunya dari Indonesia, saat melaju ke WBC 2019, Boston, Amerika Serikat. Namun, pemuda ini tak menampik dirinya ragu dengan kemampuan kopi Indonesia melawan kopi dari 50 lebih negara lainnya.
”Waktu itu jujur saya enggak pede100 persen kopi Indonesia bisa kompetitif. Jadi setelah dapat juara empat, saya kembali ke Indonesia dan mencoba bagaimana caranya memperbaiki kopi Indonesia agar bisa mendapat kopi level dunia untuk berkompetisi,” kata Miki dalam wawancara media virtual, Selasa (22/2/2022).
Waktu itu jujur saya enggak pede100 persen kopi Indonesia bisa kompetitif. Jadi setelah dapat juara empat, saya kembali ke Indonesia dan mencoba bagaimana caranya memperbaiki kopi Indonesia agar bisa mendapat kopi level dunia untuk berkompetisi.
Miki memulai perubahan itu dari hulu hingga hilir lewat perusahaan yang didirikannya, yaitu So So Good Coffee Company dan Catur Coffee Company. So So Good Coffee Company, perusahaan konsultan bidang kopi, memiliki sejumlah program bisnis sosial berkelanjutan yang membantu petani lokal semakin jago memproduksi kopi sekaligus berdaya secara ekonomi.
Program-program tersebut dibuat berdasarkan konsep profit (ekonomi), people (sosial), dan planet (lingkungan) alias 3P. Miki dan timnya mendampingi petani, khususnya terkait cara menanam hingga pengolahan kopi, serta membeberkan prosedur operasional standar (SOP) agar model bisnis perusahaan bisa ditiru.
Dampak bisnis pada lingkungan turut menjadi perhatian utama. Petani dibantu terkait penanganan limbah dan daur ulang yang muncul setelah pengolahan kopi. Sebagai contoh, petani diajarkan cara fermentasi kulit ceri kopi menjadi kompos atau penggunaan senyawa jamur-jamuran untuk menetralkan limbah cair sebelum dibuang.
Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur, merupakan salah lokasi tempat Miki bereksplorasi. Ia telah bekerja sama dengan 741 keluarga petani di sana, khususnya di Desa Uwu dan Desa Gulang.
Hasilnya, mereka berhasil menciptakan kopi dengan cita rasa yang semakin berkualitas, dilihat dari skor uji cita rasa kopi (cupping) naik empat poin. Rasa enaknya juga konsisten. Kopi dari Flores tersebut juga ternyata bisa beradu kualitas di tingkat global.
Impian Miki berlaga di tingkat internasional dengan kopi lokal juga terwujud. Ia membawa kopi arabika dari Desa Uwu dan Gulang saat mengikuti WBC 2021 di Milan, Italia. Miki meraih peringkat ketujuh dunia. ”Kopi dari Flores ternyata bisa mengalahkan kopi dari Panama, Etiopia, dan Brasil. Ini adalah pernyataan bahwa kita sudah di level dunia,” ujar laki-laki ini.
Kopi dari Flores ternyata bisa mengalahkan kopi dari Panama, Etiopia, dan Brasil. Ini adalah pernyataan bahwa kita sudah di level dunia.
Hingga tahun 2021, Miki sudah bekerja sama dengan 1.169 keluarga petani yang tersebar di Indonesia. Jumlah ini naik pesat dibandingkan kerja sama awal yang hanya sekitar 100 keluarga petani di tahun sebelumnya.
Selain Flores, NTT, lokasi petani yang diajak bekerja sama tersebar di Bali, Sumatera Utara, Aceh, Jawa Tengah, dan Sulawesi. ”Kami bertujuan untuk membantu 20 persen petani Indonesia pada tahun 2036. Jadi sekitar 200.000 petani kopi di Indonesia,” ujar laki-laki yang lama tinggal di Australia ini.
Kepastian petani
Banyak tantangan lain juga merintangi produktivitas petani lokal. Akses terhadap alat pertanian susah, lahan terbatas, sedangkan topografi lahan kadang tidak rata. Belum masalah lain seperti regenerasi petani, cuaca, dan dampak perubahan iklim.
Namun, momok utama petani adalah kemampuan mendapatkan modal dan kepastian mendapatkan pembeli. Untuk mengakalinya, Miki menggunakan perusahaan lainnya, Catur Coffee Company, sebuah perusahaan ekspor kopi yang memiliki moto marsipature hutanabe.
Agar usaha petani berjalan lancar, Miki menerapkan sistem pemberian uang muka (down payment) untuk pemesanan kopi dalam jumlah tertentu pada petani. Metode itu membantu petani bisa memiliki modal usaha dengan lebih pasti.
Uang muka ini bisa berasal dari perusahaan Miki dan klien perusahaan yang tertarik atau sudah percaya. Sebagai gantinya, Miki terbuka pada publik terkait laporan keuangan perusahaan, termasuk soal margin bisnis, biaya operasional, biaya riset, dan keuntungan petani. Rata-rata 75 persen penjualan kopi masuk ke kantong petani.
Namun, ke depannya, ia ingin mengupayakan agar pesanan pembelian perusahaan bisa menjadi jaminan bagi pengajuan kredit usaha rakyat dari bank-bank setempat. Hal ini penting agar opsi sumber modal petani lebih banyak.
Baca juga:Gerry Lucmallendro, Si Tukang Sablon yang Suka Membantu
Catur Coffee Company juga menyerap hasil panen para petani. Pada tahun 2021, perusahaan telah menyerap total 120 ton kopi, dengan 60 ton dari jumlah itu untuk ekspor. Kopi petani lokal telah dikirim, antara lain ke Amerika Serikat, Kanada, Swiss, Jerman, Korea Selatan, Singapura, dan Malaysia.
”Catur adalah off taker kopi para petani, sekitar 80 persen kami ekspor ke sejumlah negara dan sisanya distribusi lokal. Catur ini tujuannya bukan hanya bisnis, melainkan juga membantu cerita petani terdengar oleh pembeli,” kata Miki.
Kopi petani juga dihargai dengan lebih layak. Kopi yang biasanya dijual Rp 12.000-Rp 15.000 per kilogram di pasar selalu Miki beli Rp 3.500 lebih mahal untuk setiap kilogram.
Model bisnis berkelanjutan ini Miki harapkan bisa kembali memuliakan status dan nasib petani kopi. ”Kopi itu agen perubahan. Kopi mempunyai kuasa untuk mengubah hidup orang yang disentuh kopi, mulai dari yang minum, barista, dan petani,” tutur Miki sembari mengajak generasi muda tak ragu pulang membangun potensi kampung halaman.
Kopi itu agen perubahan. Kopi mempunyai kuasa untuk mengubah hidup orang yang disentuh kopi, mulai dari yang minum, barista, hingga petani.
Mikael Fransiskus Maria Jasin
Lahir: Jakarta, 20 Februari 1990
Pendidikan: S-2 Marketing, Royal Melbourne Institute of Technology (RMIT), 2014-2016
- S-1 Psychology dan Screen and Cultural Studies, University of Melbourne, 2008-2012
- S-1 Psychology dan Screen and Cultural Studies, University of Melbourne, 2008-2012
- Pengalaman:
- Pendiri Catur Coffee Company, 2021
- Pendiri Catur Coffee Company, 2021
- Ketua Bidang Pendidikan Specialty Coffee Association of Indonesia (SCAI), 2021
- Ketua Bidang Pendidikan Specialty Coffee Association of Indonesia (SCAI), 2021
- Pendiri So So Good Coffee Company, 2019
- Pendiri So So Good Coffee Company, 2019
- Pendiri Bersama Middletown Cafe, Australia, 2016
- Pendiri Bersama Middletown Cafe, Australia, 2016
Prestasi:
- Peringkat tujuh World Barista Championship, 2021
- Peringkat tujuh World Barista Championship, 2021
- Juara Indonesia Barista Championship (IBC), 2020
- Juara Indonesia Barista Championship (IBC), 2020
- Peringkat empat World Barista Championship, 2019
- Peringkat empat World Barista Championship, 2019
- Juara Indonesia Barista Championship (IBC), 2019
- Juara Indonesia Barista Championship (IBC), 2019