Edouard Mendy, Kiper yang Dulu Terbuang, Kini Jadi Pemenang
Sederet kegagalan mengiringi langkah Edouard Mendy meniti mimpinya untuk meraih kesuksesan sebagai pesepak bola. Berbagai kejayaan yang ia raih saat ini berkat ketekunan, kerja keras, dan semangat pantang menyerah
Oleh
I GUSTI AGUNG BAGUS ANGGA PUTRA
·6 menit baca
Sederet kegagalan mengiringi langkah Edouard Mendy meniti mimpinya untuk meraih kesuksesan sebagai pesepak bola. Berbagai kejayaan yang ia raih saat ini berkat ketekunan, kerja keras, dan semangat pantang menyerah. Dalam lima tahun, Mendy yang dulu terbuang kini bermetamorfosis menjadi pemenang.
Gelandang timnas Mesir, Mohaned Lashen, tertunduk lesu seusai sepakan penaltinya gagal membawa Mesir mengejar Senegal dalam laga final Piala Afrika 2021, Senin (7/2/2022) di Stadion Paul Biya, kota Olembe, Kamerun. Di hadapan Lashen berdiri tegak kiper Senegal Edouard Mendy sembari menahan senyum. Aksi Mendy menepis sepakan Lashen menjauhkan trofi Piala Afrika dari cengkeraman Mesir.
Senegal menyudahi perlawanan Mesir dalam drama adu penalti dengan skor 4-2. Kedua tim sebelumnya bermain imbang 0-0 di waktu normal. Keberhasilan ini membuat Senegal mengukir sejarah seusai memenangi Piala Afrika untuk yang pertama kalinya.
Sepakan penalti Sadio Mane menjadi penentu kemenangan Senegal. Namun, kontribusi Mendy tidak bisa dipandang sebelah mata. Mesir bisa jadi semakin percaya diri andai beberapa menit sebelumnya Mendy tidak melakukan penyelamatan gemilang dengan menggagalkan tendangan penalti Lashen. Penyelamatan Mendy langsung meruntuhkan mental para pemain Mesir.
Berkat aksinya itu, Mendy diganjar penghargaan kiper terbaik di Piala Afrika. Gelar kiper terbaik Piala Afrika melengkapi pencapaian individu yang telah ia raih sebelumnya.
Penampilan gemilang membawa Mendy terpilih sebagai kiper terbaik Eropa seusai membantu Chelsea menjuarai Liga Champions Eropa dan Piala Super UEFA 2021. Di Liga Champions Eropa, Mendy mencatatkan sembilan kali tanpa kebobolan dan hanya kemasukan tiga gol dalam 12 penampilan.
Kehebatan Mendy tidak terhenti hingga di sana. Saat tengah berjuang di Piala Afrika, ia menerima kabar bahagia karena dinobatkan sebagai kiper terbaik FIFA 2021. Mendy menyisihkan kandidat lainnya, seperti Gianluigi Donnarumma dan Manuel Neuer.
Penghargaan itu adalah yang pertama diterima seorang kiper dari benua Afrika. Mendy membuktikan, kiper terbaik tidak hanya berasal dari Eropa atau Amerika Selatan saja. ”Penghargaan ini adalah sesuatu yang memotivasi saya dan mendorong saya untuk bekerja lebih keras. Sejujurnya, saya bertanya-tanya dan tidak percaya,” kata Mendy dikutip dari Canal Plus.
Terbuang
Perjalanan karier Mendy hingga bisa seperti sekarang ini adalah kisah tentang kerja keras dan ketekunan. Beberapa tahun lalu, sebelum meraih berbagai kejayaan seperti saat ini, Mendy seakan tidak diperdulikan. Orang-orang sekitarnya seolah membuangnya ketika hendak merintis karier sebagai pesepak bola profesional.
Mendy lahir dari keluarga Imigran yang tinggal di Montivilliers, sebuah wilayah di utara Perancis, 29 tahun yang lalu. Sejak kecil, Mendy bercita-cita bisa menjadi seorang pesepak bola profesional. Orangtua Mendy mendukung keinginannya dengan mendaftarkan ia ke akademi sepak bola Le Havre Caucriauville saat usianya baru menginjak tujuh tahun.
Seusai menimba ilmu di Le Havre Caucriauville, Mendy kemudian bergabung dengan klub sepak bola tertua di Perancis, Le Havre Athletic Club. Di sana kiper bertinggi badan 1,94 meter itu memperdalam keterampilan sepak bolanya, sekaligus menyempurnakan penguasaan dasar-dasar teknik bagi penjaga gawang.
Meski tampil baik dan tekun berlatih, Mendy tidak menjadi pilihan pertama Le Havre Athletic. Dia kalah bersaing dengan Zacharie Boucher yang dinilai lebih berbakat. Itu membuat posisinya tidak begitu diperhitungkan di sana.
AS Cherbourg menjadi klub profesional pertama Mendy. Tapi di sana lagi-lagi kemampuannya tidak dianggap cukup mumpuni sehingga ia tak mendapatkan menit bermain yang cukup. Ketika kontrak Mendy dengan Cherbourg berakhir pada 2014, dia mendapat tawaran untuk bermain di luar Perancis.
Saat itu, agen Mendy berjanji akan memberikannya kesepakatan kontrak dan mencarikannya klub di luar Perancis. Namun, apa yang dijanjikan agennya tersebut hanyalah harapan palsu. Nasib Mendy dibiarkan menggantung lantaran sang agen tidak kunjung muncul.
”Saya mencoba menghubunginya, tetapi dia tidak pernah menjawab. Saya tidak pernah mendengar apa-apa darinya, kecuali sebuah pesan teks yang berisi kalimat semoga saya beruntung di masa depan,” katanya.
Gagal melanjutkan karier di luar Perancis, Mendy kemudian sempat menganggur. Ia beberapa kali mencoba mencari pekerjaan bersama para pencari kerja di Perancis utara. Kesulitan hidup membuat Mendy kemudian memutuskan untuk berhenti dari olahraga.
Rentetan kegagalan yang dialami Mendy dalam membangun karier sepak bolanya meninggalkan luka yang membuat siapa pun mungkin akan ragu untuk melanjutkan karier sebagai pesepak bola atau tidak. Namun, berkat dukungan dari keluarga dekat, Mendy memutuskan kembali berlatih di Le Havre. Keluarga Mendy menyarankan dirinya untuk mencoba sekali lagi. Ia kemudian secara konsisten berlatih kembali di Le Havre selama setahun tanpa dibayar.
Dari sana jalan bagi Mendy untuk meraih cita-cita sebagai pesepak bola kembali terbuka. Mendy kemudian mendegar informasi bahwa klub Perancis, Marseille B, sedang mencari kiper untuk menggantikan kiper cadangan Brice Samba dan Julien Fabri sedang dipinjamkan. Mendy mencoba seleksi dan lolos. Ia kemudian menjadi kiper keempat Marseille B.
Memperebutkan tempat
Selama di Marseille B, Mendy kesulitan mendapatkan tempat sebagai kiper utama. Posisi kiper utama Marseille B saat itu diisi oleh Florian Escales. Kendati begitu, Mendy tidak menyerah dengan terus berusaha berlatih melampaui batas hingga ia mampu meningkatkan keterampilannya sebagai penjaga gawang dalam waktu singkat.
Mendy dianugerahi dengan tubuh tinggi. Melalui latihan keras, modal fisik tersebut ia lengkapi dengan kemampuan refleks yang baik serta ketangkasan dalam menghalau sepakan pemain lawan. Walau tak dapat tempat utama di Marseille, Mendy menjadikan pengalaman bergabung di klub itu untuk menimba ilmu dan pengalaman berharga.
”Saya berlatih bersama para profesional selama di Marseille. Ini adalah kesempatan berharga bagi seorang penjaga gawang urutan keempat di tim. Berlatih dengan orang-orang hebat membantu saya mengeluarkan kemampuan terbaik,” katanya.
Mendy kemudian memutuskan pindah ke klub Liga 2 Perancis, Stade Reims, demi mendapatkan menit bermain yang lebih banyak. Di Reims, Mendy berhasil menjadi kiper utama selama musim 2017-2018. Penampilan gemilangnya membantu Reims promosi ke Liga 1 Perancis.
Selama tiga musim berseragam Reims, Mendy mencatatkan total 36 clean sheet dari 85 laga. Penampilan paling fenomenal dari Mendy kala itu terjadi saat ia mencatatkan 18 clean sheet dari 34 laga pada musim 2017-2018.
Penampilan apik Mendy di Reims membuat klub Liga 1 Perancis, Stade Rennais, tertarik memanfaatkan jasanya. Kesempatan itu dimanfaatkan Mendy untuk mencari pengalaman baru. Kemampuannya di Rennais meningkat pesat. Ia membantu Rennais mencapai peringkat ketiga di akhir musim hingga lolos ke Liga Europa pada 2019.
Berhasil membawa Rennais berprestasi, Mendy mendapat banyak pujian dari banyak orang, termasuk mantan kiper Chelsea, Petr Cech. Cech kemudian menyarankan manajer Chelsea Frank Lampard untuk mengontrak Mendy. Bersama Chelsea, kisah manis perjalanan karier Mendy dimulai.
Kerja keras, dedikasi, semangat pantang menyerah, dan tekad membawa Mendy menapaki mimpinya. Lima tahun lalu, tiada yang bisa membayangkan Mendy, yang menjadi pesepak bola buangan, bisa meraih banyak kesuksesan di level klub dan timnas. (AFP)