Lahir dan besar di pulau terluar, Pulau Weh, Kota Sabang, Provinsi Aceh menjadikan Ibnu Azzam (45) sangat dekat dengan laut. Meski sempat jatuh cinta pada gunung, takdir menuntun hidupnya menjadi pelatih selam.
Oleh
ZULKARNAINI
·4 menit baca
Lahir dan besar di pulau terluar, Pulau Weh, Kota Sabang, Provinsi Aceh, Ibnu Azzam (45) menjadi sangat dekat dengan laut. Meski sempat jatuh cinta pada gunung, takdir menuntun hidupnya menjadi pelatih selam.
Saat masih kuliah, Ibnu Azzam aktif di organisasi mahasiswa pencinta alam. Naik turun gunung dan masuk keluar hutan menjadi rutinitas yang dia lakukan bersama teman-temannya. Ada kebahagiaan saat berada di alam. Suara binatang, gemericik air, dan desau angin seperti melodi yang menghadirkan ketenangan buat dia.
”Malah kuliah saya tidak selesai karena terlalu sering naik gunung,” kata Ibnu Azzam saat ditemui di Sabang, Jumat (24/12/2021).
Namun, sebagai anak laut, masa kecil Ibnu lebih banyak dihabiskan dengan bermain di pantai. Berenang dan melakukan penyelaman permukaan menjadi rutinitas yang menyenangkan. Karena itu pula, Ibnu berpikir suatu hari dia akan kembali ke Sabang untuk mengabdi kepada tanah kelahiran sesuai dengan hobinya, yakni bermain di alam.
Tahun 2000 pemerintah setempat mengadakan pelatihan menyelam. Tanpa pikir panjang, Ibnu langsung mendaftar. Meski anak laut, saat pertama kali menyelam pada kedalaman 10 meter, Ibnu merasa ketakutan. Tapi dalam waktu yang bersamaan ia kagum dengan keindahan laut Sabang.
Warna-warni terumbu karang dan ragam jenis ikan membuat dirinya ingin berlama-lama di dalam air. Dari situlah keinginan untuk menjadi penyelam profesional menguat. Ia terus berlatih hingga empat tahun kemudian, tahun 2004, Ibnu menjadi atlet Aceh yang tampil di cabang pada Pekan Olahraga Nasional (PON) di Palembang, Sumatera Selatan. Meski tidak memperoleh medali, kompetisi itu membuat Ibnu semakin matang di dunia selam.
Akhir 2004, Provinsi Aceh dilanda bencana gempa dan tsunami. Pulau Weh tidak luput dari amukan gelombang dahsyat. Terumbu karang dan pantai luluh lantak. Keindahan bawah laut Sabang telah koyak.
Pada saat masa rehabilitasi dan rekonstruksi pascatsunami, Ibnu bergabung ke Fauna dan Flora International (FFI). Ia ikut kegiatan memulihkan terumbu karang. Salah satu lokasi pemulihan ada di kawasan Iboh.
Keahlian menyelam yang dimiliki Ibnu membuat dia terlibat penuh dalam gerakan pemulihan terumbu karang di Sabang. ”Saya belajar tentang terumbu karang. Padahal, disiplin ilmu saya di kampus jurusan Peradilan Islam,” kata Ibnu tertawa.
Meski tidak sejalur dengan disiplin ilmu saat kuliah, dia justru merasa jalan hidup yang ditempuhnya selaras dengan hobinya. ”Bekerja sesuai hobi itu menyenangkan sekali. Biasanya hobi menghabiskan uang, tetapi saya hobi menghasilkan uang. Dari hobi menjadi profesi,” ujar Ibnu.
Proses pemulihan terumbu karang dengan cara transplantasi pada media balok atau pipa. Secara berkala Ibnu bersama tim menyelam untuk memantau perkembangan terumbu karang. Ia sungguh bahagia menyaksikan warna-warni terumbu karang kembali menghiasi bawah laut Sabang. Dia semakin betah berlama-lama berada di dasar laut.
Untuk menambah daya tarik wisatawan, diletakkan pula rangka sepeda motor dan replikasi monumen tugu kilometer 0 (nol). Belakangan replikasi monumen menjadi obyek swafoto bawah laut bagi wisatawan.
Instruktur selam
Meski program pemulihan terumbu karang telah berakhir, Ibnu tetap ingin menghabiskan waktu di bawah laut. Keinginan itu terjawab saat dia diberikan hadiah oleh sebuah lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang bergerak di bidang konservasi untuk mengikuti pelatihan instruktur selam di Bali.
Kesempatan itu tidak disia-siakan Ibnu. Ia melewati lima tahapan untuk menjadi instruktur selam, yakni kelas dasar, open water diver, advanced diver, rescue diver, dan deep master. Sertifikat instruktur dikeluarkan oleh Association of Diving School (ADS) Internasional.
ADS berpusat di Jepang. Kantor perwakilannya di Indonesia berada di Bali. Kini, Ibnu adalah satu-satunya instruktur selam yang memiliki sertifikat ADS di Aceh.
Sebagai instruktur selam, kehidupan Ibnu kini lebih banyak di laut. Bukan hanya melatih, dia juga harus tetap rutin menyelam untuk menjaga kebugaran dan kemampuannya.
Peserta didik Ibnu mayoritas mahasiswa atau pemula. Dia akan mendampingi peserta pelatihan dari awal hingga mereka bisa menyelam. Ibnu dengan sabar menuntun peserta satu per satu dari teori, pengenalan alat, sampai praktik.
Ibnu harus mengawasi dengan teliti agar tidak terjadi insiden pada saat praktik penyelaman. Keselamatan menjadi prioritas. Ibnu bukan hanya mengajari teori tetapi memompa mental anak-anak didiknya.
”Penyelam pemula biasanya kesulitan bernapas menggunakan mulut dan panik saat berada di bawah karena itu kedalaman penyelaman kita atur secara bertahap,” kata Ibnu.
Hingga kini sedikitnya 300 mahasiswa telah dilatih menyelam oleh Ibnu. Salah satunya mahasiswa yang tergabung dalam Ocean Diving Club (ODC) Universitas Syiah Kuala, Aceh. Kini anggota ODC rutin memantau terumbu karang di perairan Ujong Pancu, Kabupaten Aceh Besar.
Di sela-sela menjadi instruktur selam, Ibnu juga menjadi pemandu wisata khusus untuk turis asing. Selain itu, dia menjadi penyalur peralatan selam.
Dari kegiatan memandu penyelam dan mendistribusikan alat selam, Ibnu menghidupi keluarganya.
”Sedangkan pelatihan selam tidak komersial, saya tidak mencari uang dari sana,” ujar Ibnu.
Bagi Ibnu, semakin banyak orang yang mampu menyelam artinya semakin banyak orang yang mencintai laut. Dengan begitu gerakan menjaga kelestarian laut semakin kuat.
”Wisatawan ke Sabang untuk menikmati keindahan pantai dan bawah laut. Karena itu, kita harus terus menjadi pelestari laut,” tegas Ibnu.