Ahmad Fauzi alias Qizink La Aziva bersama Komunitas Bahasa Jawa Serang turut berperan dalam kesuksesan "Yuni" menggondol berbagai penghargaan global. Selain mengangkat bahasa Jaseng, ia sering menunjukkan kepeduliannya.
Oleh
DWI BAYU RADIUS
·5 menit baca
Di balik kesuksesan film Yuni, terpatri sentuhan tangan dingin Ahmad Fauzi (45) alias Qizink La Aziva. Ia mengangkat bahasa Jawa Serang yang sempat dianggap kampungan hingga merambah panggung global. Pendiri dan Admin Komunitas Bahasa Jawa Serang itu juga kerap mengulurkan tangan kepada sesama.
Qizink dan teman-temannya tampak mengobrol dengan guyub diselingi senda gurau. Mereka membahas rencana membuat siniar (podcast) dan konten Youtube berbahasa Jawa Serang (Jaseng) di Posko Relawan Banten yang dikelola anggota Komunitas Bahasa Jawa Serang (BJS) di Serang, Banten, Selasa (28/12/2021).
Qizink meminta anggota komunitasnya, Bagja Kudrata membuat sekaligus memandu program siniar. Konten itu juga akan diulas di media massa. ”Pakai akun podcast siapa, bebas. Bagja dan kreator konten Novianusselva Leonard alias Rambo Banten juga sudah bikin program Youtube. Pakai akun Rambo,” ucapnya.
Ia mendorong anggota komunitasnya mempromosikan bahasa Jaseng dengan media sosial (medsos), musik, radio, hingga kaus. ”Enggak harus pakai akun medsos komunitas. Semangat menyosialisasikan bahasa daerah harus tetap dilakukan. Pilih saja kreativitas dan media yang paling disukai,” ujarnya.
Demikian keseharian Qizink dan komunitasnya yang didirikan pada 2010. Mereka pun kerap bertemu di kafe milik sesepuh Komunitas BJS. ”Ada saja yang ngumpul setiap hari mulai sekadar ngobrol. Mula-mula, malah sering di bawah pohon asem Alun-alun Serang,” katanya seraya tertawa.
Komunitas BJS baru-baru ini turut terangkat dengan keberhasilan Yuni. Film berdialog Jaseng itu meraih beragam penghargaan, di antaranya dalam Toronto International Film Festival, Asian World Film Festival, dan Festival Film Indonesia 2021. Qizink, Bagja, Rambo, dan Ade Ubaidil dipercaya melatih para pemain Yuni berbicara dengan bahasa khas Banten tersebut.
Mereka harus bekerja keras karena sebagian besar aktor dan aktris film itu belum pernah mendengar bahasa Jaseng. Komunikasi ditempuh dengan segala cara mulai tatap muka langsung, panggilan video, hingga mengirim rekaman. Tanpa persetujuan Qizink dan kolega-koleganya, setiap adegan tak akan tuntas.
Jaseng, yang sepengetahuan Qizink, baru kali ini diangkat ke layar lebar, malah menggondol berbagai penghargaan internasional. Bahasa itu pun mendunia. ”Di dalam negeri saja nyaris enggak dilirik. Sekarang, kebahagiaan kami berlipat-lipat. Bahasa Jasengnya, buerag,” katanya sembari terbahak.
Berkat Yuni, gairah menggunakan Jaseng menyelusup lagi dalam benak generasi muda Banten. Mereka membuat lagu, puisi, cerpen, hingga konten medsos dengan bahasa itu. ”Komunitas Menulis Pontang Tirtayasa, umpamanya, hampir setiap minggu bikin puisi Jaseng,” ujarnya.
Gagap budaya
Sebelumnya, karya sastra berbahasa Jaseng jarang dibuat. Bahkan, banyak remaja sungkan menggunakan tuturan itu meski besar dan lahir di Banten. Di ibu kota Banten, Serang yang sudah heterogen, Jaseng semakin sulit terdengar. Banyak pula warga Tangerang, Banten, yang tak tahu Jaseng.
”Di angkot saja, kalau ada perempuan ngobrol pakai bahasa Jaseng, suka diledek. Cantik-cantik ngomong Jaseng,” kata Qizink sambil tersenyum. Komunitas BJS juga menggencarkan tagar aje isin ngangge (jangan malu pakai) Jaseng dalam medsosnya.
Sebagian anak muda di Banten sempat sungkan menggunakan Jaseng lantaran gagap budaya. Banten berbatasan dengan Jakarta. ”Waktu mereka menuturkan bahasa ibunya, ada rasa malu. Seenggaknya, pakai bahasa Indonesia campur Jaseng,” katanya.
Jaseng untuk lawan bicara sebaya saja sudah segan diucapkan generasi penerus, apalagi bebasan atau bahasa halusnya. ”Makanya, komunitas dibentuk supaya Jaseng tetap lestari. Semula, hanya untuk berkomunikasi penutur Jaseng,” ucapnya.
Komunitas yang didirikan Qizink bersama Lulu Jamaludin dan Ibnu Marhas itu lantas berkembang pesat. Jumlah anggota awalnya hanya belasan orang. ”Sekarang, 28.555 anggota tersebar tak hanya di Banten, tetapi juga berbagai provinsi,” ujarnya.
Profesi mereka beragam, seperti dosen, PNS, anggota lembaga legislatif, pedagang, mahasiswa, hingga ibu rumah tangga. ”Malah, TKI, misalnya di Hong Kong, Arab Saudi, Singapura, Korea Selatan, dan Malaysia juga jadi anggota,” ujarnya.
Youtube, Instagram, dan siniar anggota Komunitas BJS pun semakin riuh dengan bahasa Jaseng. Facebook berakun Komunitas Bahasa Jawa Serang juga sarat informasi, foto, dan video kelokalan. Tak ada unggahan SARA, perundungan, dan dukungan politik.
Membantu Sesama
”Kalau enggak patuh, istilahnya ditulup atau dikeluarkan. Anggota wajib berbahasa Jaseng saat bermedsos dan kopi darat,” ujarnya. Jika tidak, pelanggar dikenakan denda Rp 5.000 per kata. Uang itu digunakan untuk kas Komunitas BJS dan membantu sesama, misalnya korban bencana, bedah rumah, atau anggota yang sakit.
”Tahun 2015, ada anggota kirim informasi soal empat anak miskin. Orangtuanya cerai. Mereka tinggal di rumah tak layak,” katanya. Kabar itu disebarkan sekitar pukul 09.00. Komunitas BJS sudah bergerak pukul 12.00 dengan menyumbang bahan bangunan, sepeda, dan buku. Keesokan harinya, pemda setempat memperbaiki rumah itu.
Saat Komunitas BJS baru berdiri, Qizink dan kawan-kawannya nyaris bergerilya sendiri karena dukungan kampanye pelestarian bahasa daerah dari pemangku kepentingan yang minim. Mereka membagikan kamus ke sekolah-sekolah. Beberapa pejabat yang punya komitmen terhadap bahasa daerah pun ditemui.
”Kami dorong pemerintah kabupaten/kota Serang dan Cilegon (Banten) sebagai daerah dengan penutur Jaseng terbesar, memasukkan mata pelajaran bahasa itu,” katanya. Berangsur-angsur sejak tahun 2014, semua daerah itu menerapkan Jaseng sebagai mulok SD dan SMP.
Komunitas BJS juga diajak Kantor Bahasa Provinsi Banten untuk ikut menyusun buku tata bahasa Jawa Serang. Minimnya buku dan film yang menggunakan tuturan itu masih menjadi kendala. ”Upayanya, selama beberapa tahun terakhir, kami terjemahkan buku-buku anak dan cerita rakyat dalam Jaseng,” ujarnya.
Kerja sama dengan kantor itu juga dilakukan lewat bahasa Jaseng dalam video yang diproduksi Komunitas BJS. Kantor dan komunitas tersebut turut mendorong terbitnya perda pengutamaan bahasa Indonesia dan pelestarian bahasa daerah ke Pemprov Banten. Mereka pun mendorong perguruan tinggi negeri di provinsi itu membuka jurusan bahasa daerah Banten.
Qizink juga menulis Kelomang, novel terbitan Gramedia Pustaka Utama tahun 2017 untuk mengungkapkan kekritisan atas silang sengkarut persoalan politik, ekonomi, dan lingkungan di tanah kelahirannya. ”Saya geregetan dengan semua masalah itu. Banyak kejadian menarik yang saya rangkai untuk mengangkat isu-isu di Banten dalam novel agar mudah diterima,” ujarnya.
Biodata
Nama: Tb Ahmad Fauzi S
Nama pena: Qizink La Aziva
Tempat, tanggal lahir: Serang, Banten, 5 Januari 1977