Pastor Amans Laka SVD, Jejak Jasa Putra NTT di Argentina
Tidak hanya berkhotbah di mimbar altar, P Amans Laka SVD mendirikan sejumlah sekolah untuk mencerdaskan generasi muda di pedalaman Argentina. Pemerintah setempat pun mengabadikan nama Amans sebagai nama jalan.
Oleh
Kornelis Kewa Ama
·5 menit baca
Tidak hanya berkhotbah di mimbar, Pastor Amans Laka SVD mendirikan sejumlah sekolah di pedalaman Argentina. Pemerintah setempat mengakui jasanya dengan mengabadikan nama Amans Laka sebagai nama jalan di kota Puerto Esperanza.
Ketika ditunjuk pimpinan Konggregasi SVD untuk menjadi misionaris di Argentina, Amans sempat gundah karena akan bertugas di sebuah negara dengan budaya dan masyarakat yang serba asing. Namun, demi panggilan imamat, ia memacu semangat. Akhir 1996, ia berangkat ke Argentina dan ditempatkan di Paroki Bernardo de Yrigoyen di pedalaman Argentina.
”Saya tidak belajar bahasa spanyol sebagai bekal ke sana, kecuali bahasa Inggris. Bahasa Spanyol saya pelajari secara otodidak lewat pergaulan dengan sesama pastor di Argentina dan masyarakat tempat saya bekerja,” kata Amans, Jumat (10/12/2021).
Setahun bertugas di paroki itu, ia dipindahkan ke Paroki Andresito, kemudian dipindahkan lagi ke Paroki Puerto Esperanza yang berbatasan dengan Paraguay, Brasil, dan Kuba pada 2000. Beberapa tahun di sana, Amans melihat ada beberapa persoalan yang dihadapi anak muda, terutama akses pendidikan. Jarak Puerto Esperanza ke ibu kota Argentina, Buenos Aires, cukup jauh, sekitar 320 kilometer. Hal ini membuat anak-anak dari keluarga petani tidak mampu, kesulitan untuk pergi ke Buenos Aires.
Amans tidak mau hanya berkhotbah di atas mimbar. Ia ingin ikut bertindak. Terinspirasi karya seorang misionaris SVD, P Jose Marx SVD (1934-2009), yang banyak berkiprah di bidang pendidikan di pedalaman Argentina, Amans berencana mendirikan sekolah khusus untuk anak-anak dari petani miskin. Namun, karena Amans berstatus warga asing, ia sulit melakukan itu. ”Saya menghadap pemerintah setempat,” katanya.
Bupati Puerto Esperanza saat itu setuju dengan rencana Amans. Ia pun mengusulkan agar Amans diangkat secara simbolis sebagai warga Argentina. Amans setuju. Ia lantas mengajukan rencana pembangunan sekolah ke pimpinan Konggregasi SVD di Argentina.
Setelah usulan diterima, Amans memimpin umat membangun satu unit gedung sekolah. Ia ikut mengaduk semen, mengangkut batu, pasir, besi beton, dan kayu. Jubah putihnya ia tanggalkan dan berganti dengan celana pendek serta baju lusuh. Dalam lima bulan, bangunan sekolah itu berdiri. Sekolah diberi nama SMP Esquela Familia Argucuela (EFA) St Arnoldus Yansen dan SMA EFA Yoseph Freinademetz pada 2004. Nama kedua sekolah ini diambil dari dua pendiri Konggregasi SVD, St Arnoldus Yansen dan St Yoseph Freinademetz.
Masyarakat Puerto Esperanza dan pemerintahan setempat menyambut gembira kehadiran dua unit sekolah tersebut. Sebagian anak remaja usia sekolah yang selama itu sulit menikmati pendidikan karena faktor ekonomi dan jarak sekolah yang jauh antusias masuk sekolah itu.
Jumlah siswa angkatan pertama EFA Arnoldus Yansen sebanyak 210 siswa dengan 75 guru dan EFA Yoseph Freinademetz sebanyak 200 siswa dan 75 guru. Jumlah siswa terus bertambah. Kini total siswa di dua sekolah itu 850 anak.
”Semua lulusan EFA boleh dikatakan sukses, punya rumah dan kendaraan pribadi. Ada yang menjadi insinyur pertanian, bekerja di sejumlah perusahaan pengolahan hasil pertanian, mengolah lahan menjadi petani sukses, dan perempuan menjadi polisi inteligen di Buenos Aires,” kata Amans bangga.
Sekolah Indonesia
Sebagai warga negara Indonesia, ia juga ingin menghadirkan Indonesia di Argentina demi memperkuat hubungan diplomatik. Mimpi itu ia wujudkan dengan mendirikan Sekolah Republik Indonesia No 565 di Puerto Esperanza pada 2009 dari tingkat SD, SMP, dan SMA. Jumlah siswanya 545 orang. Sekolah ini juga memiliki kelas di wilayah terpencil atau Sekolah Satelit Indonesia untuk menampung siswa di daerah pinggiran. Jumlah siswanya 247 siswa.
Sekolah itu diresmikan Duta Besar RI untuk Argentina, Paraguay, dan Uruguay Nurmala Kartini Sjahrir (2010-2014) pada 2011. Kartini berperan besar dalam pendirian sekolah ini. Saat itu, Kartini dan rombongan menempuh perjalanan 15 jam atau 500 km dari Buenos Aires ke Puerto Esperanza.
Kartini diganti oleh Johny Sinaga (2015-2016), dilanjutkan Niniek Kun Naryatie (2017-sekarang). Dubes Niniek pun telah mengunjungi sekolah Republik Indonesia No 565 ini pada 2018. Kunjungan kedua Dubes RI ini disambut meriah pemerintah dan para siswa sekolah Republik Indonesia No 565 dan sekolah EFA. Bendera Merah Putih dikibarkan menyambut kehadiran Dubes RI dan rombongan.
Pemerintah setempat memberi nama sebuah jalan di wilayah Puerto Esperanza Jalan Amans Laka. Jalan ini untuk mengenang jasa Pastor SVD kelahiran Desa Batu Putih, Kecamatan Kota Kefamenanu, NTT, itu.
Amans juga mengaku mendapat penghargaan dari Dubes RI untuk Argentina Niniek. Melalui pesan pendek, ia menunjukkan surat penghargaan itu. Di situ disebutkan, atas nama Pemerintah RI memberikan pengakuan dan penghargaan tinggi atas sumbangsih P Amans Laka SVD, imam religius dan misionaris Katolik kelahiran NTT, selama berkarya di Misiones Argentina, 1997-2017.
Tahun 2017, Amans sempat pulang ke Kupang. Lalu dipindahkan lagi ke Argentina, selanjutnya ke Kuba pada 2019. Di Kuba, ia melayani dua paroki, yakni Paroki Santa Lucia dan Paroki Calbario. Total umat yang dilayani 300-an orang.
Alumnus SMA Seminari Lalian Atambua ini juga melayani 85 warga lansia. Setiap hari, ia mengantar makanan, minuman, pakaian layak pakai, dan kebutuhan lain kepada mereka. ”Dengan berbagai cara, saya harus cari roti, ubi, dan pisang bagi para warga lansia ini. Saya sering dapat kiriman ubi dan pisang dari Kardinal Garcia untuk diberikan kepada warga kurang mampu,” katanya.
Pastor Amans Laka SVD
Lahir: Kefamenanu, NTT, 14 Mei 1967
Orangtua: Bernadus Laka (alm) dan Arnoldinda Fahik (alm)
Pendidikan terakhir: Sarjana STFK Ledalero, Maumere, Flores.