Pergulatan DC Aryadi mengembangkan literasi berbanding terbalik dengan pencarian sebelumnya sebagai sineas yang moncer. Jauh dari hingar-bingar kota besar, ia menyusuri jalan edukasi yang sunyi sebagai pilihan hidupnya.
Oleh
DWI BAYU RADIUS
·5 menit baca
Taman bacaan masyarakat bermekaran di beberapa provinsi berkat DC Aryadi (43) yang membuka jalan untuk pegiat keaksaraan menempuh pendidikan tinggi. Rela melepas profesi yang gemerlap, ia pun menjembatani anak muda dengan akses filantropi agar mereka tak terbentur kebuntuan bersekolah.
Lebih kurang 20 piagam, cendera mata, dan sertifikat dipajang di Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Kedai Proses. Penghargaan atas dedikasi Aryadi diterima, umpamanya dari Pemerintah Kabupaten Lebak, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Banten, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, hingga jabatan Kebudayaan dan Kesenian Negara Pulau Pinang Malaysia. Buku-buku di TBM tersebut bersegmen mulai dari anak, novel, ekonomi, agama, sampai politik.
Di sela mengamati buku-bukunya, Aryadi menyapa sejumlah mahasiswa. Mereka tergabung dalam klub Teater Gates yang mulai berlatih malam itu. ”Buat pementasan di Kuala Lumpur (Malaysia). Judulnya, Tun Kudu dalam rangka pertukaran budaya,” katanya, Kamis (2/12/2021).
Latihan dijadwalkan berlangsung setiap hari dengan protokol kesehatan ketat hingga pertunjukan tersebut digelar pada 10-14 Maret 2022. ”Pemain berjumlah 12 orang. Sisanya, antara lain, musisi, sutradara, dan koreografer. Musiknya tradisional, disesuaikan irama Melayu,” ucapnya.
Ia menunjuk bangunan di seberang TBM Kedai Proses yang berada di Kelurahan Muara Ciujung Timur, Kecamatan Rangkasbitung, Kabupaten Lebak, Banten, itu. Gendang, angklung, gong, dan kolintang tampak tersimpan rapi. Tak hanya TBM dan teater, di kampung literasi itu Aryadi mendirikan beberapa ruang serbaguna, seperti Saung Pengabdian dan Patanjala untuk anak hingga pemuda berkreasi.
Aryadi pun berkeliling untuk menyosialisasikan kampung literasi, seperti ke Jawa Tengah, Sumatera Selatan, Yogyakarta, dan Papua. Aktivis literasi mancanegara tak ketinggalan menyinggahi TBM Kedai Proses. Rombongan Malaysia, Singapura, dan Italia tinggal hingga dua minggu.
Ia kerap dipercaya berbagi ilmu dalam forum antarnegara. Aryadi, contohnya, berbicara tentang pengembangan literasi di Banten yang juga diikuti dosen, instruktur tari, dan wartawan. Telekonferensi itu melibatkan partisipan dari Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam, dan Indonesia pada akhir Juni 2021.
Manfaat tak sekadar ditebar untuk muda-mudi setempat. Ia menumbuhkan tunas-tunas pengabdi pendidikan dan menebarkannya untuk membentuk TBM setelah pulang. Sejak TBM Kedai Proses didirikan tahun 2011, sekitar 500 orang pernah dididik yang berasal dari semua provinsi.
Para sukarelawan itu dicarikan beasiswa kuliah yang diistilahkan dengan magang. Usia peminat dipertimbangkan. Mereka yang sekarang tinggal, misalnya, lulus SMA tahun 2019-2021. ”Kalau berkeluarga, khawatir perhatiannya pecah. Magang diterapkan sejak 2014. Dulu, pergi pulang saja,” ujarnya.
Pendidikan pegiat literasi yang kurang mampu diupayakan berkesinambungan dengan Kartu Indonesia Pintar, dukungan pemda, Kejar Paket, serta lembaga penelitian dan pengabdian kepada masyarakat. Aryadi juga berkomunikasi dengan sejumlah perguruan tinggi di Banten.
Ia sekaligus menggandeng perusahaan otomotif, ritel, semen, dan perbankan untuk mengentaskan anak putus sekolah. Sejumlah pelajar dibimbing untuk meraih beasiswa lewat prestasi nonakademis. Mereka, antara lain, berlatih teater, pidato, dan menari.
Kenyataan ironis
Anak putus sekolah berkeliaran di Rangkasbitung dengan faktor utama ekonomi. Mereka akhirnya menjadi kuli panggul, PKL, dan pelayan toko. ”Pendapatan hanya Rp 1,2 juta, malah yang rendah bisa Rp 800.000 per bulan. Kalau subuh sudah naik KRL ke Tanah Abang atau Kota (Jakarta),” katanya.
Tak perlu jauh-jauh. Aryadi menyaksikan kenyataan yang sungguh ironis di lingkungannya lantaran banyak anak luntang-lantung meski sekolah, pesantren, hingga perguruan tinggi mudah ditemukan. Mirisnya, mayoritas mahasiswa dan pelajar pun berasal dari Pandeglang, Cilegon, dan Serang.
”Kompleks pendidikan tersedia dengan SMP, SMK, sampai kampus. Kepala sekolah dan masyarakat lalu berinisiatif, jangan sampai anak sekitar tak diprioritaskan,” katanya. Kini, tak sedikit wisudawan yang sudah mengajar, bahkan mendirikan sekolah.
Pergulatan Aryadi sungguh berbanding terbalik dengan pencarian sebelumnya yang berkilau. Saat ini, ia mengajar, antara lain, teori sastra, telaah drama, dan sosial budaya. Dosen itu hanya berpenghasilan sekitar Rp 2,7 juta per bulan. Ia sebenarnya pernah menjadi sineas yang lumayan moncer.
”Saya diajak ke Surabaya. Rekrutmen penulis naskah untuk perusahaan entertainment (hiburan) sudah di tangan,” kata Aryadi. Ia mengawali kiprahnya dalam dunia sinematografi televisi di perguruan tinggi yang berlanjut dengan layar lebar.
”Waktu SMP, saya tinggal dengan paman yang punya kelompok ketoprak. Pas kuliah, karena sering menulis, saya kerja serabutan untuk shooting,” ujarnya. Ia membuat skrip, desain, dan melatih akting. Saat itu, pendapatan Aryadi jauh melampaui kebutuhannya. Pada 2010 saja, honor tersebut sekitar Rp 3,2 juta per bulan.
”Mana masih bujangan. Kalau kemalaman, saya menginap saja di GOR Bulungan (Jakarta). Ketemu sesama seniman, termasuk pengamen,” ujarnya. Mereka tergabung dalam Kelompok Penyanyi Jalanan (KPJ) Rangkasbitung. Aryadi datang ke Lebak untuk melatih teater.
”Teman-teman di Rangkasbitung punya bakat, tapi literasi perlu ditingkatkan. Makanya, saya latih pengamen untuk menulis sampai diminta bikin TBM,” katanya. Yayasan Setia Budhi Rangkasbitung yang menyelenggarakan pelatihan seni penulisan dan pertunjukan cerita rakyat kemudian mengundang Aryadi.
Jalan sunyi
”Saya memberikan materi. Yayasan itu sepakat mengadakan UKM (unit kegiatan mahasiswa) pengabdian masyarakat,” ujar Aryadi. Gerakan literasi yang disusul teater diperluas peruntukannya tak hanya mahasiswa, tetapi juga anak sekolah, bahkan penganggur.
Lahan seluas 600 meter persegi milik yayasan tersebut digunakan untuk berkreativitas. Aryadi turut menggelar bedah buku, tulisan, dan skenario. ”Aktor sepatunya juga berpikir sehingga saya wajibkan pemain teater punya buku. Mereka pun jadi penyair dan novelis,” katanya.
Jauh dari hingar-bingar kota-kota besar, Aryadi menyusuri jalan edukasi yang sunyi di Rangkasbitung sebagai pilihan hidupnya. ”Saya membulatkan hati dengan keputusan sekarang karena senang saja. Kepuasan karena rezeki tak mesti uang,” ujarnya.
Aryadi bahagia saat mendapati rekan-rekannya mampu melakoni hidup lebih dari sekadar manusia. Ia beberapa kali mengunjungi cendekiawan-cendekiawan kampung itu dan terenyuh. Kebanyakan dari mereka hanya keluarga buruh tani. ”Saat membina kawan-kawan, berkah saya di situ. Kalau sudah berhasil, kepuasannya melebihi materi,” ucapnya.
Biodata :
Nama: DC Aryadi
Tempat, tanggal lahir: Bengkulu, 21 Desember 1977
Istri: Irma Widyastuti (27)
Anak: 2
Pendidikan:
SD Negeri 2 Bengkulu
SMP Negeri 6 Purbalingga, Jawa Tengah
Sekolah Menengah Karawitan Indonesia Bengkulu
S-1 Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) Setia Budhi Rangkasbitung, Lebak, Banten
S-2 Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia Universitas Indraprasta PGRI Jakarta
Penghargaan
Taman Bacaan Masyarakat Kreatif-Rekreatif Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tahun 2012
Sutradara Terbaik Festival Monolog Perempuan Tingkat Provinsi Banten Dinas Budaya dan Pariwisata Banten tahun 2011
Diseminasi Informasi dan Komunikasi Inspiratif Pemerintah Kabupaten Lebak tahun 2019