Eduard Ivakdalam, Pemimpin Kebangkitan Sepak Bola Papua
Eduard Ivakdalam salah satu sosok kebangkitan sepak bola Papua. Sebagai pemain, ia termasuk generasi emas Persipura Jayapura sebagai juara Liga Indonesia. Sebagai pelatih, Edu membawa Papua meraih medali emas PON 2021.
Tahun 2005, Eduard Ivakdalam sebagai kapten klub Persipura Jayapura memimpin rekan-rekannya meraih juara Liga Indonesia yang pertama. Setelah menjadi pelatih, Eduard membawa tim sepak bola putra Papua meraih emas dalam Pekan Olahraga Nasional 2021 setelah penantian selama 17 tahun.
Pertandingan final tim Papua melawan tim Aceh di Stadion Mandala, Jayapura, pada Kamis (14/10/2021) telah memasuki menit ke-90. Papua unggul berkat dua gol yang dicetak sang kapten, Ricky Ricardo Cawor, pada menit ke-4 dan ke-22.
Selang empat menit kemudian, wasit Fariq Hitaba yang memimpin laga final meniup peluit tanda berakhirnya pertandingan. Papua akhirnya meraih medali emas yang ketiga di cabang olahraga sepak bola pada ajang PON. Sebelumnya, Papua meraih medali emas sepak bola putra pada ajang PON 1993 di Jakarta tahun 1993 dan PON 2004 di Sumatera Selatan. Saat itu, Papua juara bersama Jawa Timur.
Setelah memastikan medali emas, pelatih Papua, Eduard Ivakdalam, yang biasa disapa Edu menundukkan kepala dan berdoa di tengah riuhnya suara penonton. ”Saat itu saya mengucap syukur kepada Tuhan. Berkat pertolongan Tuhan, kerja keras kami dari awal pembentukan tim hingga berlatih selama beberapa tahun terakhir akhirnya mempersembahkan prestasi bagi masyarakat Papua,” kata Edu saat ditemui beberapa hari setelah pertandingan final.
Di tangan Edu dan asistennya, tim Papua menunjukkan penampilan memukau. Dalam tujuh laga dari babak penyisihan hingga final PON 2021, tim Papua selalu meraih kemenangan. Papua juga menjadi tim paling produktif. Pemain Papua mencetak 22 gol. Di sisi lain, Papua menjadi tim yang paling minim kebobolan karena hanya kemasukan empat gol.
Penampilan anak-anak asuhnya kali ini membuat Edu kembali merasakan suasana generasi emas Papua yang mampu meraih gelar juara Liga Indonesia pertama pada 2005 lewat Persipura Jayapura. Persipura saat itu bermain sepak bola indah dan begitu kompak walaupun pemainnya terdiri dari suku dan kewarganegaraan yang berbeda.
Sebagai kapten ketika itu, Edu berhasil menyatukan seluruh perbedaan itu dan membawa Persipura ke tangga juara. Semangat yang sama ia tularkan kepada anak asuhnya di tim sepak bola putra Papua.
Tim Papua yang terdiri atas 29 orang ini berasal dari suku-suku yang beragam di ”Bumi Cenderawasih”. Ada pemain yang berasal dari wilayah pesisir, lembah, dan pegunungan Papua. ”Kunci permainan tim kami adalah terorganisasi dengan baik karena sangat kompak. Saya dan tim pelatih adalah orangtua mereka. Tim kami bermain menjunjung tinggi semangat kekeluargaan,” kata Edu.
Sang inspirasi
Kecintaan Edu pada sepak bola tidak hanya tumbuh dari keinginannya, tetapi juga faktor keluarga. Ayahnya, Celcius Ivakdalam, dan kakaknya, Carolino, juga pemain sepak bola.
Celcius bermain di salah satu klub lokal di Merauke pada masa pemerintahan Belanda. Sementara itu, Carolino merupakan salah satu pemain legenda di klub Persipura Jayapura sejak 1994. Carolino atau biasa dipanggil Ino, yang bermain di posisi tengah, menjadi sumber inspirasi Edu untuk mengejar cita-citanya menjadi pesepak bola profesional. Akhirnya, Edu turut bermain di Persipura pada 1995 di posisi yang sama dengan sang kakak.
”Saya sangat bahagia dapat mengikuti jejak Kak Ino. Kami berdua telah mengharumkan nama keluarga dengan menjadi pesepak bola di klub kebanggaan masyarakat Papua,” ungkap ayah dari lima anak ini.
Ino terlebih dahulu meninggalkan Persipura. Ia kemudian menjadi pelatih tim sepak bola Pusat Pendidikan dan Latihan Pelajar (PPLP) Papua yang melahirkan banyak pemain hebat Papua, seperti Boas Solossa. Sementara itu, Edu terus melanjutkan kariernya di Persipura. Ia membawa Persipura meraih gelar Liga Indonesia pada 2005 dan musim 2008/2009.
Tahun 2010, Edu berpisah dengan Persipura dan melanjutkan kariernya di klub Persidafon Dafonsoro selama tiga musim. Klub yang bermarkas di Kabupaten Jayapura ini berhasil tampil di Liga Indonesia setelah 25 tahun berada di Liga 2. Ia menutup kariernya di klub Persiwa Wamena di Kabupaten Jayawijaya pada tahun 2014. Edu pensiun sebagai pesepak bola pada usia 40 tahun.
Edu kembali mengikuti jejak karier kakaknya, Ino, sebagai pelatih dengan melatih klub Putra Pasifik. Setelah mendapatkan lisensi C dan B sebagai pelatih, ia menangani sejumlah klub Liga 3, seperti Persewar Waropen dan Persemi Mimika.
Prestasi terbaikknya adalah membawa Persewar Waropen menembus babak 32 besar untuk kualifikasi ke Liga 2. Di Persemi Mimika, Edu membawa anak asuhnya meraih 15 kemenangan dan dua kali imbang.
Ino bagi Edu bukan sekadar sumber inspirasi, melainkan juga mentor baik ketika Edu masih menjadi pemain maupun saat ia menjadi pelatih. Ino selalu memberi masukan kepada Edu tentang strategi bagi anak asuhnya.
Sang kakak telah berpulang pada tanggal 14 Oktober 2020 karena sakit. Tepat setahun kemudian, Edu memimpin timnya pada laga final sepak bola PON Papua menghadapi Aceh pada tanggal yang sama. ”Sebelum pertandingan pada sore hari, saya terlebih dahulu mengunjungi makam Kak Ino. Saya berdoa dan meminta dukungan dari beliau dari surga. Emas ini saya persembahkan untuk Kak Ino,” tutur Edu terharu.
Orang terakhir
Tahun 2019 menjadi babak baru dalam karier kepelatihan Edu. Ia terpilih sebagai pelatih tim sepak bola putra untuk PON Papua 2021. Edu menjadi orang terakhir yang mendaftar dalam seleksi pelatih untuk tim sepak bola putra dan putri Papua di ajang PON. Total tujuh pelatih yang mengikuti seleksi.
Suami dari Linny Tarida Simanjuntak ini berhasil meyakinkan para penguji dan pimpinan Asprov PSSI Papua dengan presentasinya tentang kombinasi sepak bola modern dan khas Papua.
”Dalam strategi ini, anak-anak tidak hanya bermain sepak bola dengan ciri khas mengandalkan kecepatan, umpan satu-dua, dan kekuatan fisik. Mereka harus bisa menguasai transisi permainan dari menyerang ke bertahan dengan sempurna,” papar Edu.
Ia bersama asistennya memulai misi meraih medali emas dengan menyeleksi 200 pemain muda Papua di Stadion Mandala, Jayapura, selama seminggu. Asistennya adalah sejumlah pemain legenda Papua, seperti Gerald Pangkali dan Daniel Saroge. Dari situ, terpilih 30 pemain yang meraih hasil terbaik dari sejumlah indikator, yakni kualitas permainan, organisasi permainan, akurasi umpan, dan wawasan bermain.
Selama melatih, Edu dan timnya mendapatkan banyak tantangan, seperti fasilitas untuk bertanding dan sikap anak asuhnya yang terkadang kurang disiplin. Namun, berkat bimbingan dan motivasi tim pelatih yang tiada henti, sikap pemain berubah.
Di sebuah lapangan sepak bola yang sederhana di Kelurahan Argapura, Distrik Jayapura Selatan, Kota Jayapura, para pemain mendapatkan pelatihan fisik, teknik, dan taktik selama 2,5 tahun. Salah satu taktik andalan Edu adalah hanya lima sentuhan bola agar para pemain bisa mencetak gol.
”Selama 2,5 tahun kami melewati 102 pertandingan uji coba. Dengan persiapan yang optimal, para pemain tampil percaya diri dan kompak dalam tujuh pertandingan di PON Papua,” ujarnya.
Kini, perhelatan PON Papua 2021 telah usai. Edu pun berpisah dengan anak asuhnya. Ia berharap para pemain tim PON terus mengembangkan kemampuannya dan berkarier di klub profesional.
”Saya berharap para pelatih klub sepak bola di Papua bisa memanfaatkan taktik kami dan kejuaraan di tingkat usia dini rutin terlaksana. Tujuannya, agar momentum kebangkitan sepak bola Papua tidak terhenti,” kata Edu.
Eduard Ivakdalam
Lahir: Merauke, 19 Desember 1974
Ayah: Celsius Ivakdalam
Ibu: Alowisya Mandessi
Istri: dr Linny Tarida Simanjuntak
Anak:
- Celsius Denilson Ivakdalam
- Alfonsius Donadoni Ivakdalam
- Augusto Dennis Ivakdalam
- Daniello Falcao Ivakdalam
- Eduardo Junior Ivakdalam
Pendidikan terakhir: SMA YPPK Yohanes 23 Merauke
Prestasi sebagai pemain: Juara Liga Indonesia 2005/2006 dan 2008/2009.
Prestasi sebagai pelatih: Medali emas PON Papua 2021