Syukuro Manabe, Klaus Hasselmann, dan Giorgio Parisi Peletak Fondasi Perubahan Iklim
Tiga ilmuwan peraih Hadiah Nobel Fisika 2021 menyadari pekerjaan mereka puluhan tahun lalu telah menyingkap fenomena perubahan iklim yang menjadi ancaman besar bagi jutaan makhluk di Bumi.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·5 menit baca
Jauh sebelum tiga ilmuwan Syukuro Manabe, Klaus Hasselmann, dan Giorgio Parisi mendedah sistem fisika yang rumit, iklim Bumi masih dipandang sebagai fenomena yang sangat kompleks dan tidak teratur. Tanpa jasa dari ketiga penerima Nobel Fisika tersebut, saat ini jutaan manusia mungkin masih belum memandang perubahan iklim sebagai ancaman besar bagi Bumi dan seluruh penghuninya.
Puluhan media dari berbagai belahan dunia memadati kediaman Syukuro Manabe setelah Royal Swedish Academy of Sciences pada Selasa (5/10/2021) mengumumkan bahwa ia menjadi salah satu penerima Hadiah Nobel Fisika tahun 2021. Pria kelahiran Jepang berkewarganegaraan AS yang akrab dipanggil Suki oleh rekan-rekannya ini menjamu dan menjawab berbagai pertanyaan dari para awak media di ruang tamunya.
Dengan rendah hati, ahli meteorologi dari Princeton University ini mengaku bahwa apa yang ia lakukan tidak sebanding dengan peraih Hadiah Nobel Fisika lainnya. ”Jika Anda melihat daftar pemenang sebelumnya, mereka adalah orang-orang luar biasa yang telah melakukan pekerjaan mengagumkan. Sebaliknya, apa yang saya lakukan terlihat sepele bagi saya,” ujarnya dikutip dari laman resmi Princeton University.
Kita harus menyadari bahwa kita sedang memasuki situasi di mana tidak ada jalan untuk kembali.
Manabe menjadi orang Jepang ke-28 yang menerima penghargaan Nobel termasuk mereka yang memperoleh kewarganegaraan AS. Ia juga tercatat sebagai orang Jepang ke-12 yang menerima penghargaan Nobel Fisika setelah Takaaki Kajita pada 2015 atas penemuannya tentang gelombang oscilasi neutrino.
Awal karier Manabe di AS dimulai selepas ia menyelesaikan program doktoral di University of Tokyo pada 1958. Ia kemudian memutuskan bermigrasi dari Jepang untuk bekerja di National Weather Service yang saat ini menjadi National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA) sebelum akhirnya menjadi sivitas di Princeton University.
Pada 1960-an, ia memimpin penelitian inovatif tentang bagaimana peningkatan kadar karbon dioksida menyebabkan suhu yang lebih tinggi di permukaan Bumi. Saat itu, topik pemanasan global masih belum banyak diperbincangkan. Hasil penelitian inilah yang kemudian menjadi dasar pengembangan model iklim saat ini.
Rekan-rekan di Princeton University memandang Manabe sebagai salah satu pilar di bidang ilmu iklim. Model iklim yang dibangunnya merupakan fondasi yang sangat penting untuk memprediksi dan menganalisis perubahan iklim dunia akibat emisi gas rumah kaca. Bahkan, Manabe juga dipandang sebagai ilmuwan yang sangat visioner karena makalah-makalahnya yang dipublikasikan pada 1960-an masih relevan dan diajarkan sampai sekarang.
Satu dekade berselang sejak penelitian inovatif tentang peningkatan kadar karbon dioksida, fisikawan dan ahli kelautan Jerman Klaus Hasselmann kemudian melanjutkan fondasi perubahan iklim yang diletakan Manabe. Hasselmann mengembangkan model fisika yang menghubungkan antara iklim dan cuaca. Studi ini berhasil membuktikan bahwa suatu permodelan dapat menjadi dasar untuk mengetahui segala sesuatu terkait iklim meskipun cuaca kerap berubah dan tidak pasti.
Dalam sebuah wawancara pada tahun 1988, Hasselmann bahkan telah memprediksi perubahan iklim akan semakin signifikan 30 hingga 100 tahun ke depan tergantung seberapa besar bahan bakar fosil yang dikonsumsi.
”Zona iklim akan bergeser dan curah hujan akan terdistribusi secara berbeda. Kita harus menyadari bahwa kita sedang memasuki situasi di mana tidak ada jalan untuk kembali,” ungkapnya melansir laman resmi Max Planck Institute for Meteorology.
Fokus dan perhatian Hasselmann terhadap perubahan iklim ini tidak diragukan. Pada 2001, Hasselmann mendirikan Forum Iklim Eropa yang kemudian menjadi Forum Iklim Global (Global Climate Forum/GCF) pada 2011. Sampai saat ini, GCF terus melakukan berbagai penelitian tentang perubahan iklim sekaligus pelibatan para pemangku kepentingan.
Fondasi perubahan iklim yang dibangun Manabe dan Hasselmann juga tidak akan bermakna tanpa keterlibatan Giorgio Parisi dalam mendedah ilmu dasar fisika yang sangat kompleks. Parisi dinilai berjasa dalam menemukan interaksi gangguan dan fluktuasi dalam sistem fisika dari skala atom hingga planet.
”Ilmu dasar itu sangat penting untuk memahami segalanya dan tidak hanya bergantung pada ilmu terapan. Ilmu terapan dan ilmu dasar sangat penting untuk berjalan beriringan dan pengaplikasiannya sangat berguna bagi umat manusia,” kata Parisi saat wawancara melalui sambungan telepon dengan Komite Nobel.
Parisi memang tidak secara langsung mengembangkan model iklim karena ia seorang fisikawan teoritis. Namun, kontribusi Parisi dalam menjabarkan fisika kompleks memungkinkan semua orang dapat memahami dan menggambarkan berbagai fenomena tidak hanya dari bidang fisika, tetapi juga matematika, biologi, ilmu saraf, hingga mesin.
Harapan bersama
Baik Manabe, Hasselman, maupun Parisi menyadari pekerjaan mereka puluhan tahun lalu kini telah menyingkap fenomena perubahan iklim yang menjadi ancaman besar bagi jutaan makhluk di Bumi. Saat ditanya oleh awak media, mereka juga menyampaikan harapannya agar semua pihak dapat bersama-sama mengatasi ancaman dari perubahan iklim ini.
Namun, Manabe memandang bahwa membuat kebijakan untuk mengatasi perubahan iklim jauh lebih sulit dibandingkan membuat prediksi iklim. Sebab, kebijakan iklim tidak hanya melibatkan aspek lingkungan, tetapi juga energi, pertanian, air, dan aspek lainnya.
Hasselmann mengatakan, ilmuwan telah memprediksi dan memperingatkan fenomena perubahan iklim kepada generasi mendatang sejak 50 tahun yang lalu. Namun, banyak orang yang masih abai dan tidak percaya dengan apa yang disampaikan oleh ilmuwan. Kondisi yang terjadi saat ini telah membuktikan bahwa perubahan iklim adalah nyata dan harus segera diatasi untuk menyelamatkan seluruh makhluk di Bumi.
Hal senada juga disampaikan Parisi yang menyatakan setiap negara perlu mengambil keputusan untuk mengatasi perubahan iklim menjelang Konferensi Para Pihak Ke-26 tentang Perubahan Iklim (COP-26) di Glasgow, Skotlandia. ”Jelas bahwa untuk generasi mendatang, kita harus bertindak sekarang untuk mengatasi perubahan iklim dengan cara yang sangat cepat dan tidak ada lagi penundaan,” katanya.
Syukuro Manabe
Lahir: Shingu, Jepang, 21 September 1931
Pendidikan terakhir : Phd di University of Tokyo, Jepang (1958)
Afiliasi saat ini: Princeton University, AS
Klaus Hasselmann
Lahir : Hamburg, Jerman, 25 Oktober 1931
Pendidikan terakhir : Phd di University of Goettingen, Jerman (1957)
Afiliasi saat ini: Max Planck Institute for Meteorology, Jerman
Giorgio Parisi
Lahir: Roma, Italia, 4 Agustus 1948
Pendidikan terakhir : Phd di Sapienza University of Rome, Italia (1970)
Afiliasi saat ini: Sapienza University of Rome, Italia