Ummi Ningsih, Kegigihan ”Guru Sampah” dari Narmada
Ummi Ningsih menggagas kelompok Pengelolaan dan Pemanfaatan Sampah (Paman Sam) Narmada. Kelompok itu mengumpulkan sampah plastik yang diolah lagi menjadi aneka barang yang bisa dipakai.
Oleh
ARIS PRASETYO dan KRIS MADA
·4 menit baca
Kala pertama kali datang ke Lombok, Nusa Tenggara Barat, pada 1982, Ummi Ningsih (63) merasa tidak betah. Berpuluh tahun kemudian, ia malah tetap tinggal di Lombok dan terus berbagi.
Ummi datang dari Jawa Tengah ke Lombok untuk menjadi guru Bahasa Inggris di SMP 2 Lingsar. Ia memulai hidup baru di sana. ”Saya mengajar sampai beberapa tahun lalu,” ujarnya di rumahnya di Desa Narmada, Kecamatan Narmada, Kabupaten Lombok Barat (26/1/2021).
Dari rumah ke tempatnya mengajar tidak jauh. Ia tinggal di dekat Taman Air Narmada, salah satu tempat wisata terkenal di Lombok. Ia tidak hanya menjadi guru di sekolah. Ia juga menjadi guru bagi warga di sekitar tempat tinggalnya. ”Hanya untuk mengisi masa pensiun,” kata istri Djoni Surjanto ini.
Pada 2010, Djoni diminta menjadi Pelaksana Tugas Kepala Desa Persiapan Narmada. Djoni akhirnya menjadi kepala desa di Narmada hingga 2018. Penunjukan Djoni membuat Ummi menjadi ketua PKK setempat. Sebagai ketua PKK, ia membuat beberapa program. Salah satunya terkait lingkungan dan pemberdayaan.
Program itu diwujudkan dalam kelompok Pengelolaan dan Pemanfaatan Sampah (Paman Sam) Narmada. Kelompok itu mengumpulkan sampah plastik yang diolah lagi menjadi berbagai benda, seperti celemek, tas belanja, dompet, sandal, hingga piring plastik.
Ummi mengenang kisah saat ia dan ibu-ibu di Narmada mulai mengumpulkan sampah untuk diolah. Saat itu, ia bersama rekannya diolok-olok sebagai pemulung ketika memunguti sampah. Untuk menghindari olok-olokan itu, tercetus ide membuat kaus seragam untuk para ibu yang memunguti sampah.
”Kami semua memakai seragam bertuliskan ’Go Green’ saat memungut sampah di desa. Kan, terlihat jadi lebih keren. Sejak itu tidak diolok-olok pemulung lagi oleh warga,” ucap Ummi sembari tertawa.
Di Indonesia, banyak kelompok dengan kegiatan serupa. Bedanya, Ummi tidak hanya mengajak warga agar peduli lingkungan. Dia juga menjadikan aktivitas peduli lingkungan sebagai atraksi wisata. ”Sebelum pandemi, sering ada wisatawan asing ke sini. Mereka belajar,” ujarnya.
Di kelompok Paman Sam yang dikelola Ummi bersama beberapa warga Desa Narmada, para pelancong belajar bahasa Indonesia dan membuat aneka benda daur ulang dari sampah plastik. Sebagai guru Bahasa Inggris, Ummi bisa menjadi perantara percakapan antara pelancong asing dan warga setempat.
Paket wisata itu menjadi salah satu sumber pendapatan Ummi dan warga desa. Mereka juga menjual hasil daur ulang sampah ke pelancong dan berbagai pihak lain. Penjualan hasil daur ulang sampah dilakukan pula lewat jejaring kelompok grup Whatsapp. ”Dulunya tidak terpikir jadi seperti ini,” katanya.
Terus belajar
Paman Sam berawal dari kegiatan pemberdayaan perempuan yang digagas Ummi untuk Narmada. Karena tidak punya banyak pengetahuan soal daur ulang, ia belajar sendiri. Selain membaca, ia juga bertanya kepada beberapa pihak seperti pengajar di Universitas Mataram (Unram).
Kala para mahasiswa Unram menyumbangkan dua sapi untuk desa pada 2012, Ummi mencari cara untuk pemenuhan pakannya. Ia menemui pembuat makanan dari singkong. ”Setiap hari, ada 80 kilogram kulit singkong terbuang. Saya ambil untuk pakan,” ujarnya.
Dengan cara itu, ia mengatasi salah satu sumber sampah. Selanjutnya, ia mengolah kotoran sapi menjadi biogas. Di halaman rumahnya dibuat reaktor untuk memisahkan gas metana dari kotoran sapi. Gas untuk memasak dan menyalakan lampu, sisa kotoran untuk pupuk.
Kami semua memakai seragam bertuliskan ’Go Green’ saat memungut sampah di desa. Kan, terlihat jadi lebih keren. Sejak itu tidak diolok-olok pemulung lagi oleh warga.
Belakangan, karena semakin sulit mencari pakan, sapi akhirnya dijual. Sebagai ganti sumber gas metana, Ummi mengumpulkan sampah organik. ”Sampai sekarang saya masih memasak dengan biogas,” ujarnya.
Ia menerapkan prinsip pengalaman adalah guru terbaik dalam menyebarkan semangat daur ulang. Karena Paman Sam bisa sukses, semakin banyak warga Narmada tergerak mengolah sampah. Kesuksesan Paman Sam juga dilirik oleh pemerintah daerah. Lewat Program Kampung Iklim (Proklim), Pemerintah Kabupaten Lombok Barat membantu warga membuat 15 reaktor.
Dengan reaktor sebanyak itu, warga tidak pusing lagi mencari tempat membuang sampah organik dan kotoran ternak. Warga yang awalnya khawatir dan ragu dengan biogas, berbalik menjadi berminat setelah melihat Ummi aman-aman saja memakai gas metana dari biogas.
Bukan hanya bahan bakar yang didapat warga, pengolahan sampah juga menghasilkan pupuk. Di tengah peningkatan minat bercocok tanam selama pandemi Covid-19, anggota Paman Sam mendapat penghasilan pengganti. Mereka berdagang pupuk organik dan bunga.
Bahkan, Ummi merekrut perempuan dari desa-desa tetangga untuk memasarkan pupuk dan bunga. ”Ibu-ibu jadi punya penghasilan tambahan,” ujarnya.
Pupuk organik juga dipakai untuk pakan ikan. Di halaman rumah, Ummi memelihara ikan di kolam. Ia mencontohkan peternakan terintegrasi sekaligus daur ulang sampah. ”Pokoknya diusahakan tidak ada yang terbuang. Semua didaur ulang agar terus bermanfaat,” kata Ummi.
Atas kegigihannya memberdayakan warga dan melestarikan lingkungan, ia berkali-kali mendapat penghargaan dari pemerintah, di antaranya Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup, dan Pemprov NTB.
Ummi adalah bentuk nyata perempuan yang gigih memberdayakan perempuan lain. Tidak hanya berbicara, ia juga berbuat dan memberikan hasil nyata.