Nabila Ishma, Sahabat Pelajar Bermasalah
Sejak duduk di bangku SMP, Nabila Ishma aktif membantu teman-teman sebaya yang dianggap bermasalah untuk mengembangkan diri. Aksinya terus membesar dan bertahan hingga kini.
Nabila Ishma Nurhabibah (19) menyadari, para pelajar yang dianggap bermasalah perlu didekati secara khusus agar mau berubah. Gadis ini berinisiatif membuat program yang membantu mereka untuk menyelesaikan masalah agar bisa mengembangkan diri.
Pada 2014, Nabila masih duduk di kelas dua di sebuah sekolah menengah pertama di Bandung. Sebagai salah satu sekolah unggul, pelajar dituntut untuk disiplin dan berprestasi. Namun, tak jarang tuntutan itu berujung pada kekerasan verbal dan fisik oleh guru kepada pelajar.
Nabila tahu situasi itu tidak boleh berlanjut. Kekerasan bukan solusi yang efektif dan baik bagi para pelajar bermasalah. ”Anak-anak ini dicap nakal dan dianggap aib. Memang mereka sering melanggar peraturan, tetapi itu bukan tanpa sebab,” kata Nabila saat dihubungi dari Jakarta, Kamis (18/2/2021).
Ide untuk menggunakan pendekatan lain terhadap teman-teman di sekolah pun terbesit. Nabila mencetuskan aksi CDEF, yakni Cari tahu, Dekati, Empati, dan Forum, pada 14 November 2014. Sederhananya, ini adalah kegiatan pendampingan teman sebaya yang mengalami masa sulit selama bersekolah.
Aksi CDEF mencakup empat tahapan, yakni mencari tahu anak-anak yang membutuhkan bantuan, mendekati mereka untuk membangun rasa percaya sehingga mau menceritakan pokok masalah, memberi empati, serta mengarahkan mereka ke forum yang bisa membantu menyelesaikan masalah atau mengembangkan diri.
Proses awalnya adalah Nabila berinisiatif mendekati dan berteman dengan para pelajar bermasalah di sekolahnya terlebih dulu. Pelajar yang dianggap nakal biasanya adalah mereka yang sering melanggar peraturan, bolos sekolah, ikut tawuran, atau malah dirundung. Umumnya, mereka adalah anggota komunitas motor.
Jarang anak-anak seperti mereka mau terbuka kepada orang dewasa.
Berteman dengan pelajar seperti itu bisa memerlukan metode yang berbeda-beda. Ada yang langsung percaya, ada juga yang membutuhkan waktu. Nabila tidak bisa mendesak agar mereka segera bercerita karena bisa dijauhi. Pernah, ia membutuhkan waktu sekitar setahun agar seorang anak terbuka. ”Jarang anak-anak seperti mereka mau terbuka kepada orang dewasa,” tutur Nabila.
Namun, ketika sudah dekat, Nabila bisa mendengarkan keluh kesah para pelajar itu layaknya seorang sahabat saat menongkrong bersama. Ternyata para pelajar ini kebanyakan berulah karena terbebani masalah di rumah yang tak jarang bertambah berat akibat tekanan di sekolah.
Dari situ, Nabila membantu mencari solusi yang bisa membantu mereka melewati tantangan ini. Mereka umumnya diajak berdialog dengan orangtua, guru bimbingan dan konseling (BK), atau psikolog. Mereka juga didorong untuk bergabung dalam komunitas pengembangan bakat, seperti sanggar seni dan grup musik.
Tidak mudah bagi Nabila untuk mengimplementasi aksi CDEF di sekolah. Ia harus bekerja sendirian tanpa dukungan sekolah. Ia sering berdebat dengan guru SMP mengenai pendekatan terhadap murid sampai mendapat julukan ”pahlawan penjahat”. Sebuah julukan yang amat berlebihan karena yang ia bantu sama sekali bukan penjahat.
Berlanjut
Duduk di bangku SMA pada 2016, Nabila melanjutkan aksi CDEF. Kali ini, ia sadar tidak bisa bergerak sendiri sehingga ia bekerja sama dengan sekolah, khususnya guru BK. Nabila turut mengajak teman-teman lain melakukan aksi CDEF sehingga menciptakan efek bola salju terhadap jangkauan CDEF.
Pada 2017, Nabila di bawah naungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) merilis buku 8 Pintu Mewarnai Hidup untuk anak dan remaja. Aksi CDEF masuk sebagai salah satu materi dalam buku ini. Setahun kemudian, ia melatih lebih dari 100 anggota OSIS seluruh Indonesia tentang aksi CDEF sebagai bagian dari program dukungan psikologis awal Kemdikbud.
Berkat aksi CDEF, Nabila menjadi Wakil Ketua Forum Anak Nasional selama 2017-2019. Di situ, ia menyosialisasikan aksi CDEF dan membuat program one child for one child. Satu anak membantu setidaknya satu anak lainnya.
Nabila menyadari aksi CDEF bisa berdampak lebih luas lagi jika makin banyak yang terlibat. Pada 2019, ia mendapat kesempatan terlibat dalam lokakarya Perkumpulan Keluarga Peduli Pendidikan Jawa Barat dan Kemendikbud di Bandung pada 2019. Acara ini mengajak 60 anak yang bergabung dalam geng sekolah untuk berpaling dari hal negatif, terutama kekerasan.
Setelah lokakarya itu, ia mengajak ke-60 anak tersebut bergabung dalam komunitas yang baru dibuatnya, Metamorfosa ind. Metamorfosa, berdiri pada Desember 2019, memiliki slogan from zero to hero. Komunitas ini menjadi wadah bagi anak-anak ”bermasalah” di Bandung supaya mereka bisa bercerita, bertukar pikiran, mengenali diri, dan mencari minat.
”Aku selalu cari anak dari komunitas motor. Kenapa? Karena mereka selalu luput, dianggap sebelah mata, dan dipandang sebagai anak nakal. Padahal, bukan berarti mereka tidak ada hak untuk diperhatikan dan bertumbuh kembang,” kata Nabila.
Komunitas Metamorfosa kini memiliki 11 fasilitator, termasuk Nabila. Sayangnya, karena pandemi Covid-19, komunitas ini belum bisa terlalu berkembang mengingat anak-anak ini lebih suka berkegiatan tatap muka. Untuk sementara, Metamorfosa mengalihkan kegiatan menjadi diskusi daring guna membahas berbagai topik, seperti pemilihan jurusan di sekolah atau kuliah.
Nabila memiliki rencana besar dalam mengembangkan Metamorfosa. Ia ingin komunitas ini menjadi platform pendamping anak-anak yang berhadapan dengan hukum, baik sebagai korban, saksi, dan pelaku. Ini jugalah yang menjadi alasan Nabila mengambil kuliah jurusan hukum saat ini.
Aksi CDEF terkesan sederhana. Namun, proyek ini adalah proyek jangka panjang yang membutuhkan banyak usaha, waktu, tenaga, dan kesabaran. ”Aku pribadi sadar tidak semudah itu membuka diri kepada banyak orang karena prosesnya panjang. Daripada melakukan ke banyak orang, aku pilih sedikit orang agar bisa membantu hingga tuntas,” ujar Nabila yang kini berstatus mahasiswa Fakultas Hukum, Universitas Padjadjaran, Bandung.
Usaha Nabila juga berbuah manis karena para pelajar bermasalah ini berhasil menyelesaikan sekolah, bahkan masuk perguruan tinggi ternama, salah satunya Institut Teknologi Bandung (ITB).
Nabila juga memperoleh sejumlah penghargaan. Pada 2021, namanya masuk dalam daftar Ashoka Young Changemaker.
Nabila Ishma Nurhabibah
Lahir: Bandung, 8 Mei 2001
Pendidikan terakhir: mahasiswa Fakultas Hukum, Universitas Padjadjaran
Prestasi:
- Ashoka Young Changemaker, 2021
- Peringkat III Legal Opinion ALSA Indonesia Legal Opinion Batch 2, 2020
- Penerima Jabar Future Leader Scholarship, 2019
- Duta Literasi Kota Bandung, 2016
- Penghargaan Tunas Muda Pemimpin Indonesia, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPA), 2016
- Finalis ”Sehari Jadi Menteri” di KPPPA, 2016