Hendra Gunawan Membagi Ilmu Pengetahuan untuk Anak Bangsa
Kepedulian Hendra Gunawan terhadap pendidikan anak Indonesia diwujudkan dengan membuat konten digital melalui blog anakbertanya.com.
Hendra Gunawan (56), Guru Besar Matematika Institut Teknologi Bandung, mencerdaskan anak bangsa melalui sebuah blog yang berisi ilmu pengetahuan. Dia menginspirasi anak-anak Indonesia untuk mencintai ilmu pengetahuan dan teknologi dengan membangun kemampuan bernalar dan berkreativitas.
Hendra produktif menghasilkan publikasi ilmiah internasional, menulis buku terkait dengan matematika, hingga berbagi ilmu dan inspirasi dengan memanfaatkan dunia digital. Dia yang mendalami matematika murni mempunyai reputasi internasional.
Sebagai sosok ilmuwan, Hendra memiliki minat pada riset analisis Fourier dan analisis fungsional. Produktivitas Hendra sebagai ilmuwan Matematika terlihat dari karya ilmiahnya dalam kurun waktu 1992-2020. Pada tahun 2020 ada empat publikasi terkait dengan analisis Fourier dari total 48 publikasi sejak 1992. Ada pula karya ilmiah analisis fungsional dari tahun 2000 yang mencapai 42 publikasi. Jumlah itu masih ditambah publikasi ilmiah dengan tema lainnya.
Di pengujung tahun, 28 Desember 2020, Hendra mengumumkan penerbitan bukunya bertajuk Topik Dalam Analisis Fourier dan Analisis Fungsional yang diterbitkan ITB Press. Produktivitas Hendra dibuktikan dengan menerima penghargaan bergengsi Habibie Award pada 2016 untuk kategori Ilmu Dasar.
Salah satu publikasi Hendra berisi hasil riset yang merevisi Rumus Risteski dan Trencevski berkaitan dengan konsep sudut antara dua subruang. Temuan itu berpotensi diaplikasikan pada pengolahan data mencari kemiripan, seperti yang dilakukan mesin pencarian Google saat seseorang mencari gambar dengan kata kunci tertentu.
”Saya suka Matematika murni. Bagi saya, yang murni ini jadi permainan otak betulan. Ada soal, enggak ada barang. Enggak bisa pakai bantuan komputer. Betul-betul menguji mental, gagasan. Butuh imajinasi, jadi kayak bermain,” ujar Hendra yang dihubungi di Bandung pada akhir Desember 2019.
Menjadi Guru Besar Matematika sejak 2006, tentu saja Hendra konsisten dalam riset. Dia menyebut motivasinya bukan lagi untuk mengejar KUM atau poin. Ada motivasi lain, yakni pengembangan ilmu itu sendiri. Hal lain tentu saja untuk generasi masa depan agar tak sekadar tahu pytagoras, tapi juga mengembangkan teori baru.
Meskipun sebagai ilmuwan matematika dan suka menulis opini di media massa, Hendra merasa harus ”turun gunung”. Dia suka menulis lewat blog, tetapi yang pertama justru bukan mengajarkan Matematika.
Sejak dulu, Hendra menyoroti berbagai kebijakan pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi. Dia juga diajak sebagai ahli di sejumlah program Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Hendra tersentak atas kondisi pendidikan, terutama yang masih minim mengasah kemampuan bernalar dan berkreativitas siswa. Dia termasuk yang mengkritisi Kurikulum 2013.
”Saat itu saya mikir, bonus dari mana kalau mutu pendidikan yang didapat anak rendah. Untuk itu, anak-anak butuh pengetahuan bergizi. Saya enggak terpikir soal Matematika, tetapi sains atau IPA, yang juga dekat dengan Matematika. Tujuannya, terutama untuk mengasah budaya bernalar,” kisah Hendra.
Pada tahun 2013, Hendra menyadari usahanya sia-sia. ”Saya menulis di media massa hingga membantu di Kemendikbud, seperti ngomong sama tembok. Perubahan pendidikan belum juga terjadi. Akhirnya, saya memutuskan harus turun gunung untuk melakukan sesuatu yang lebih nyata,” ujar Hendra.
Dunia anak
Awalnya, Hendra terlibat bersama sejumlah ilmuwan ITB yang menggelar isu budaya bernalar dalam pendidikan. Hendra bersama rekannya sempat terpikir melanjutkan dengan membuat sekolah virtual sebagai wujud berkontribusi nyata. Namun, ide tersebut tak berjalan karena merasa tidak mudah menjalankan sambil menjadi dosen.
Setelah mengobrol dengan temannya, Direktur SOS Children’s Villages Gregorius Hadiyanto Nitihardjo, dia mendapat masukan untuk membuat blog yang menjawab pertanyaan dari rasa ingin tahu anak-anak, soal apa saja. Ide itu membukakan pikiran Hendra. Belajar dari kebutuhan anak yang ingin mengetahui apa saja.
Lalu, dia mengajak ahli atau ilmuwan dari berbagai bidang untuk menjawab pertanyaan anak-anak lewat blog anakbertanya.com. Blog ini menjawab rasa ingin tahu anak tentang apa saja dari ahli, pakar, atau praktisi sesuai dengan pertanyaan anak.
Hendra, yang sejak tahun 2007 sudah membuat blog, lalu terpikir untuk membuat blog buat anak-anak. Blog anakbertanya.com dimulai dari menjawab pertanyaan anak yang ada di SOS Children’s Villages. Hendra mengajak kenalannya, ilmuwan, ahli, atau praktisi untuk menjawab pertanyaan anak. Lalu pada 2015 muncul gagasan menggelar Festival Anak Bertanya. Festival ini berlangsung tiap tahun di Bandung, tetapi pada 2020 batal digelar karena pandemi Covid-19.
Hendra berkisah keingintahuan anak beragam, ada yang bertanya soal penemuan radio, kenapa kita harus melukis, dan banyak lagi. Pertanyaan anak dikategorikan dalam empat topik, yakni alam dan kehidupan; bumi dan lingkungan; isu sosial dan ekonomi; serta karya dan aksi manusia. Kumpulan dari tulisan di blog ini dihimpun dan dibuat menjadi buku untuk dinikmati anak-anak lain.
Pembaca anakbertanya.com berkisar 2.000-3.000 per hari. Ketika pada tahun 2014 Hendra berkunjung ke suatu sekolah di Bandung tepat saat peringatan Hari Pendidikan Nasional, acara bertalian dengan anak bertanya hanya bisa dinikmati terbatas, sekitar 100 anak. Lalu muncul ide untuk membuat acara bagi anak yang mendatangkan berbagai komunitas sehingga mereka bisa bertanya apa saja.
Sejak tahun 2015 dia menggagas ajang Festival Anak Bertanya yang kemudian digelar setiap tahun di Kota Bandung. Ajang itu diharapkan bisa menjawab rasa penasaran dan ingin tahu anak-anak terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi. Selain itu, festival menghadirkan kreativitas bergizi dari berbagai komunitas yang dapat menginspirasi anak-anak.
Festival Aak Bertanya pun digelar di Sabuga pada 2015, yang diikuti sekitar 30 komunitas, dengan membuat booth serta ada panggung dan performance. Ada bioskop mini, lomba membuat pesawat terbang kertas, serta panahan. Di awal saja hadir sekitar 1.800 anak plus pendamping. Di tahun berikutnya hadir 3.000 pengunjung. Angkanya sampai 5.000 pengunjung.
”Tiap tahun saya seakan mendapat konfirmasi bahwa anak-anak butuh acara ini. Orangtua menyadari ini sesuatu yang tidak didapat di sekolah. Anak-anak bisa lupa gadget dan beraktivitas sepanjang hari,” ujar Hendra yang pernah meraih penghargaan dari Kementerian Komunikasi dan Informatika.
Selain itu, Hendra juga membuat blog-blog lain untuk membagi ilmunya kepada generasi muda. Tak berhenti, Hendra membuat blog indonesia2045.com. Blog ini untuk menginspirasi terkait dengan generasi emas Indonesia. ”Ketika digaungkan generasi emas, saya protes masuk dari mana? Jangan-jangan generasi loyang. Tapi, saya enggak bisa mendumel saja. Mesti berkontribusi meningkatkan mutu generasi muda. Saya meyakini salah satu kunci memotivasi, adanya role model,” kata Hendra.
Di blog indonesia2045.com, Hendra mendata orang-orang yang berkiprah dalam iptek. Dia memantau Scopus untuk mendapatkan sosok ilmuwan Indonesia yang aktif pada keahlian tertentu dengan reputasi nasional dan internasional. Blog ini dikerjakan Hendra saat liburan semester.
”Saya berharap inilah sosok yang kita perlukan untuk Indonesia maju. Enggak mungkin kita maju hanya dengan artis atau influencer. Dunia ilmu juga harus punya fondasi kokoh,” kata Hendra yang menulis lebih dari 280 sosok.
Baca juga : Penjelajahan Zack Petersen demi Seribu Hari Penentu
Justru belakangan inilah Hendra aktif dalam berbagai soal Matematika. Hendra pun membuat blog bermatematika.net sejak 2016. Dari blog ini bisa terbit empat buku. Bahkan, kini berlanjut ke Youtube. Hendra ingin pembahasan Matematika tak terbatas untuk menjawab soal ujian atau olimpiade. ”Tapi, menjadikan perjalanan yang membuat kita putus asa, tersesat, ide lain dan tidak dibatasi waktu,” kata Hendra.
Hendra merasa optimistis keputusan ”turun gunung” sebagai ilmuwan akan berbuah baik. Upaya ini dilakukan sebagai kampanye untuk memopulerkan sains. ”Apakah sudah berbuah lebat? Belum. Tapi, saya teruskan, enggak boleh capai dan berhenti,” kata Hendra.
Hendra Gunawan
Lahir: Bandung, 29 Desember 1964
Pendidikan:
- S-1 Matematika Institut Teknologi Bandung
- Doktor Matematika di University of New South Wales, Sydney, Australia
Pekerjaan:
- Guru Besar Matematika ITB (2006-sekarang)
- Kepala Unit Audit Internal di ITB (Februari 2020-sekarang)
- Anggota Akademi Ilmuwan Indonesia (sejak 2015)
- Editorial Member of East Asian Journal on Applied Mathematics (2011-sekarang)
Penghargaan, antara lain:
- Habibie Award kategori Basic Science dari Yayasan SDM Iptek (2016)
- Anugerah Komunikasi Indonesia untuk Konumikasi Publik Bidang Pendidikan dari Kementerian Komunikasi dan Informatika (2016)
- Ganesa Wira Utama dari Rektor ITB (2014)
- MIPA UI Columbia Award for The Most Contributive Mathematician (2011)
- Australian Alumni Award for Excellence in Education dari Australia Education International (2009)