Rahmad Maulizar Hadirkan Senyum di Bibir Anak Aceh
Rahmad Maulizar tak mau sendiri menikmati keberhasilan operasi bibir sumbing. Ke pelosok-pelosok Aceh, dia mencari anak-anak penderita sumbing untuk bisa mendapatkan operasi gratis.
Oleh
ZULKARNAINI
·4 menit baca
Rahmad Maulizar (29), warga Meulaboh, Kabupaten Aceh Barat, Provinsi Aceh, lahir dengan bibir sumbing. Waktu kecil, ia menjadi sasaran ledekan. Namun, saat dewasa, dia menjadi pekerja sosial, mencari anak-anak penderita bibir sumbing untuk dioperasi. Rahmad tidak ingin anak Aceh kehilangan senyuman.
Rahmad masih merekam dalam ingatan saat dia dirundung oleh teman-teman di sekolah. Mereka meniru suara Rahmad yang sengau karena pengaruh bibir sumbing. ”Ke sekolah saya bawa katapel dan pasir. Itu jadi senjata melindungi diri kalau diejek,” kata Rahmad ditemui di Banda Aceh, Senin (21/9/2020).
Tak jarang dia pulang ke rumah sambil menangis. Sang ibu selalu menjadi tempat menumpahkan kesedihan. Ibunya selalu membesarkan hatinya bahwa kekurangan adalah kelebihan dalam bentuk yang lain. Akan tetapi, tidak mudah bagi anak usia sekolah dasar menghadapi perundungan.
Akibatnya Rahmad tidak suka bergabung dengan teman-teman. Dia lebih banyak menghabiskan waktu di rumah, belajar dan membantu ibunya. Rahmad tidak pernah kecewa kepada Tuhan. Baginya, apa pun pemberian Tuhan, itulah yang terbaik. ”Saya hanya kekurangan pada bagian bibir, orang lain bahkan tidak punya kaki,” kata Rahmad.
Rahmad lahir dari keluarga sederhana, anak keempat dari lima bersaudara. Hanya Rahmad yang lahir dengan bibir sumbing. Ibunya pernah jatuh saat hamil. ”Saya menderita bibir sumbing bukan karena gen atau keturunan,” kata Rahmad.
Waktu kecil, Rahmad pernah menjalani operasi bibir sumbing, tetapi hasilnya tidak bagus. Pada 2008, Rahmad menemukan selembar koran berisi berita operasi bibir sumbing gratis dengan hasil yang bagus.
Esoknya, dengan menumpang angkutan umum, dia berangkat dari Meulaboh ke Banda Aceh untuk mencari dokter yang melakukan operasi gratis itu. Operasi dilakukan oleh dr Jailani, ahli bedah plastik, dan biaya ditanggung oleh Yayasan Smile Train Indonesia. Operasi dilakukan di Rumah Sakit Malahayati, Banda Aceh.
Menjadi sukarelawan
Beberapa kali ia mendapatkan bantuan operasi perbaikan celah bibir dan langit-langit agar mendapatkan hasil operasi yang terbaik. Tentu saja, dia sangat bahagia. Tidak ingin kebahagiaan dirasakan sendiri, Rahmad berbagi informasi itu kepada anak-anak penderita bibir sumbing tentang operasi gratis. Informasi disebar melalui media sosial dan dari mulut ke mulut.
Pada 2010, Rahmad ditawari menjadi sukarelawan Yayasan Smile Train Indonesia. Tugasnya menyebarkan dan mencari penderita bibir sumbing untuk dioperasi secara gratis.
Apabila mendapatkan kabar ada anak yang menderita bibir sumbing, Rahmad langsung menyambangi rumahnya meski berada di daerah terpencil. ”Sebagian besar penderita anak keluarga miskin dan tinggal di desa-desa yang akses informasi terbatas, makanya saya harus jemput bola,” kata Rahmad.
Awalnya dia bergerak di kawasan Aceh Barat dan Nagan Raya. Belakangan, dia bergerilya ke 23 kabupaten/kota di Provinsi Aceh. Daerah terpencil seperti Lokop, di Kabupaten Aceh Timur, juga dia sambangi. Peunaron berjarak 500 kilometer dari Banda Aceh.
Lambat laun dia lebih dikenal dengan Rahmad Smile Train. Stiker dan spanduk berisi pemberitahuan program operasi bibir sumbing gratis disebar ke daerah-daerah. Nomor telepon miliknya aktif 24 jam sehari seperti layanan darurat. Alih-alih merasa terganggu, Rahmad justru bahagia saat ada yang mengabarkan ada warga yang ingin dioperasi.
Program sosial itu telah mengoperasi sekitar 5.000 penderita. Jika operasi mandiri, biaya yang harus dikeluarkan sekitar Rp 25 juta. Sementara di Aceh, kebanyakan penderita bibir sumbing adalah anak-anak dari keluarga miskin.
Menurut Rahmad, di Aceh, penderita bibir sumbing mayoritas disebabkan buruknya asupan gizi di masa kehamilan.
Operasi gratis itu telah mengembalikan senyum penderita yang sempat hilang. Sementara Rahmad seperti menjadi orang yang mengantarkan kembali senyum penderita. ”Saya bahagia karena merasa berguna bagi orang lain. Mereka dapat kembali tersenyum sebab menderita bibir sumbing membuat mereka tidak percaya diri,” kata Rahmad.
Sejak 2010 hingga 2015, Rahmad menjadi sukarelawan di Yayasan Smile Train Indonesia. Sebagai sukarelawan, Rahmad tentunya tidak berharap upah, tetapi untuk operasional sebagai penunjang kegiatan sosial difasilitasi oleh Yayasan Smile Train Indonesia. Baginya, membantu orang adalah kewajiban dan membuat dirinya bahagia melihat keluarga lain bahagia.
Sebagian besar penderita anak keluarga miskin dan tinggal di desa-desa yang akses informasi terbatas, makanya saya harus jemput bola.
Pada 2015, Rahmad diangkat menjadi social worker atau pekerja sosial dan sudah mendapatkan sedikit honor. Namun, di luar aktivitas sebagai sukarelawan, dia berjualan pulsa elektrik dan jualan daring.
”Sejak dioperasi oleh Yayasan Smile Train, saya menghibahkan hidup untuk orang lain, terutama untuk penderita bibir sumbing,” ujar Rahmad.
Atas pengabdian itu, Rahmad dianugerahi penghargaan dari Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Aceh dan apresiasi Satu Indonesia Award dari Astra.
Rahmad Maulizar
Lahir: Meulaboh, 20 September 1991
Pendidikan terakhir: S-1 Jurusan Administrasi Negara Universitas Teuku Umar, Aceh Barat
Istri: Noviani
Anak: 1
Penghargaan
KNPI Aceh Award untuk Pemuda Kreatif (2016)
Tampil di acara Kick Andy (2018)
Penerima Apresiasi Satu Indonesia Award Tingkat Provinsi dari Astra (2019)