Yustina Sadji, Rezeki Sesama Perempuan Kupang
Yustina Sadji, warga Noelbaki Kabupaten Kupang, NTT berhasil mendorong puluhan ibu-ibu, termasuk eks pengungsi Timor Timur merintis usaha mikro sendiri.
Ketika ada kemauan dan daya juang, usaha sekecil apa pun bisa berkembang. Hal itu diyakini Yustina Sadji, warga Noelbaki, Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur yang berhasil merintis usaha mikro. Ia menularkan semangat itu kepada banyak perempuan lain.
“Hampir semua desa dan keluarahan di NTT punya potensi,” ujar Yustina tegas di sela-sela pameran UMKM di Kupang, Selasa (22/9/2020). Potensi itu tinggal dikembangkan sesuai dengan modal, pasar, dan dukungan.
Yustina lalu bercerita, tahun 2009 ia merintis usaha keripik pisang. Dengan modal Rp 300.000, ia bisa membuat 400 bungkus keripik masing-masing beratnya 100 gram. Ia menjualnya Rp 1.000 per bungkus. Ternyata keripik itu laris.
Dalam sebulan, modal itu berkembang jadi Rp 3,5 juta setelah dipotong biaya produksi. Yustina menceritakan itu untuk menunjukkan bahwa potensi usaha banyak. Tinggal bagaimana warga pintar-pintar mengembangkannya.
Tahun 2014, ia baru berani mengambil kredit usaha mikro dari bank sebesar Rp 2 juta. Dengan tambahan modal itu, ia bisa menaikkan volume produksi dari 400 bungkus keripik sehari menjadi 2.000 bungkus. Ia tidak lagi memproduksi kemasan 100 gram, tetapi 250-300 gram seharga Rp Rp 5.000–Rp 10.000 per bungkus. Bahan yang ia gunakan tidak hanya pisang tapi juga nangka dan buah lontar. Begitu keripik selesai diproduksi dan dikemas, langsung diborong pedagang dan masyarakat.
Permintaan pasar terus tumbuh. Tidak hanya dari Kupang, tapi juga kabupaten/kota lain di NTT bahkan dari provinsi lain seperti Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Sorong. Warga di negeri jiran Timor Leste juga ikut memesan. Namun, Yustina tidak bisa menaikkan jumlah produksi begitu saja karena khawatir kualitas produk akan turun.
Jaringan perempuan
Ia pun mengajak para ibu di Noelbaki untuk membuat keripik agar permintaan pasar yang besar bisa dipenuhi. “Saya tidak ingin (pasar) keripik saya monopoli sendiri. Ibu-ibu yang tergabung dalam Jaringan Perempuan Kreatif NTT saya dorong untuk membuat keripik serupa. Saya beri kesempatan agar mereka mandiri,” kata Yustina.
Baca juga: UMKM NTT Memiliki Sejumlah Persoalan
Ketika ada konsumen memesan keripik pisang dan jenis cemilan lain yang sedang tidak tersedia di tempat Yustina, ia mengarahkan konsumen berbelanja pada anggota jaringannya dengan memberikan nomor ponsel milik anggota. Ia pun selalu mendorong agar semua anggota jaringan saling membantu dalam usaha mikro rumahan.
Saat ini, ada 50-an perempuan di dalam Jaringan Perempuan Kreatif NTT terlibat dalam usaha aneka keripik. Yustina senang anggota jaringan di Kabupaten Kupang dan Kota Kupang berhasil membangun usaha sendiri. Dari situ mereka bisa menambah penghasilan keluarga dan menyokong suami. Posisi istri dan suami menjadi lebih setara.
Kepada para perempuan yang telah merintis usaha sendiri, Yustina terus memberi semangat dan dorongan agar usaha itu dipertahankan. Ia tekankan bahwa sekecil apapun usaha yang dirintis, akan berkembang asal dilakukan dengan penuh kesabaran, ketekunan, dan pengorbanan.
Baca juga: UMKM Berpeluang Jadi Kekuatan Baru
Di luar itu, ia mengajarkan para ibu agar menghindari pengeluaran yang sia-sia seperti menggelar pesta yang jadi kebiasaan banyak warga NTT.
Setelah usaha keripik berjalan lancar, Yustina mengembangkan usaha minuman herbal lokal dengan bahan dasar jahe, kunyit, temu lawak, sere, kayu manis, dan kapulaga dalam bentuk bubuk. Selama pandemi Covid-19, minuman herbalnya laris manis terutama beras kencur, kunyit asam, jahe, dan temu lawak. Ia juga meracik minyak urut untuk beberapa kebutuhan konsumen.
Eks pengungsi
Sepak terjang Yustina dalam pemberdayaan perempuan juga menyentuh perempuan eks pengungsi Timor Timur di Noebaki. Mereka umumnya memiliki keterampilan menganyam keranjang untuk tempat garam. Yustina mendorong mereka agar memproduksi perabotan rumah tangga berbahan daun lontar yang lain seperti tas, tempat sirih pinang, tempat beras, tempat tapis beras, topi Ti’I Langga, dan tikar.
Semua hasil kerajinan yang dibuat para perempuan eks Timtim itu langsung dibeli tunai oleh Yustina. Harganya per barang berkisar Rp 25.000-Rp 100.000, bergantung jenisnya. Topi Ti’I Langga yang cukup sulit proses pembuatan dihargai Rp 100.000 per buah, sementara tempat sirih pinang Rp 25.000 per buah. Barang-barang yang ia beli, ia pasarkan kembali.
Agar bisa memasarkan lebih banyak anyaman yang diproduksi para ibu eks Timtim, Yustina mengajukan pinjaman Kredit Usaha Rakyat senilai Rp 75 juta dari Bank NTT. Pinjaman itu ia gunakan untuk membuka gerai penjualan produk hasil kreasi Yustina dan para ibu binaannya.
“Setiap bulan saya harus bayar cicilan Rp 1,5 juta ke Bank NTT, selama empat tahun. Jika tidak ada hambatan, tahun 2021 sudah lunas,” katanya.
Yustina juga mendapat kepercayaan dari Pemprov NTT, Pemkab Kupang, dan perbankan untuk mengikuti berbagai pameran produk UMKM, di dalam dan di luar NTT, bahkan di Timor Leste. Yustina mengaku terbantu oleh pameran itu.
Dalam setiap pameran, ia menampilkan sejumlah produk UMKM anggota jaringan seperti keripik, emping jagung, kopi lokal NTT, dan kain tenun khas NTT. Ia pun memasarkan hasil produksi itu terutama kerajinan daun lontar melalui media sosial.
Yustina menyadari, keberhasilannya merintis usaha ditentukan oleh semangat juangnya dan dukungan dari banyak pihak. Karena itu, ia merasa keberhasilannya harus ditularkan dan dibagikan kepada orang lain agar mereka juga berhasil. Ketika orang berhasil, Yustina ikut bahagia. “Saling berbagi itu indah,” ujar Yustina.
Yustina Sadji
Lahir: Nganjuk, Jawa Timur, 4 September 1972
Suami: Yoseph Sadji
Anak:
- Agustinus Septian Aditya Putra (27)
- Patricia Yulianti (24)
- Maria Katarina Bhara (16)
- Fransiskus Putra (8)
Pendidikan: SMA St Agustinus Nganjuk, Jawa Timur
Aktivitas: Sekretaris Jaringan Perempuan Usaha Kreatif NTT.